ORDE PERUBAHAN, MENYAMBUT INDONESIA BERKAH (16)
Abdullah Hehamahua
Indonesia Berkah.! Bahasa santrinya, “baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.” Bahasa Orde Baru, “Masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.” Masyarakat Jawa biasa menyebutya, “Tata Tentrem Kerta Raharja, Gemah Ripah Lohjinawi.
Akademisi Orde Reformasi menggunakan istilah: “Masyarakat Madani.” Namun, pembukaan UUD, 18 Agustus 1945, alinea ketiga menggunakan kata-kata: “Atas
berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Alinea ketiga Pembukaan UUD 45 tersebut dengan jelas dan tegas menyebutkan, Indonesia ini merdeka karena berkah Allah SWT. Olehnya, seratus tahun negeri ini kusebut “Indonesia Berkah.”
“Indonesia Berkah” diindikatori empat pilar utama: Ketauhidan; Sistem yang diterapkan; Hajat hidup warga negara; dan Kualitas warga negara. Lima belas seri sebelumnya, sudah dikomunikasikan tiga pilar. Mulai seri ini, akan dikomunikasikan pilar keempat “kualitas warga negara,” dengan empat subpilar: Ilmunya ilmuan, keadilan pemimpin, kejujuran pedagang, dan kedisplinan rakyat.
Ilmu yang Berkah
Alinea ketiga Pembukaan UUD 45 menyebutkan, Indonesia merdeka karena rahmat dan berkah Allah SWT. Olehnya, ilmu yang diajarkan ke peserta didik, mulai dari SD sampai PT harus mendapatkan berkah Allah SWT. Hasilnya, ilmu yang dimiliki, tiada lain adalah berkah dari Allah SWT bagi dirinya. Konsekwensi logisnya, ilmu yang dimiliki peserta didik tidak boleh diperoleh secara haram. Praktiknya, peserta didik tidak boleh ‘nyontek’, plagiat, apalagi menyogok dan korupsi.
Data-data di KPK misalnya, menunjukkan, 86% dari 1.500-an koruptor yang ditangkap adalah sarjana. Ada yang S1, S2, S3, bahkan profesor. Inilah yang disebut “intellectual corruption,” korupsi intelektual.
Korupsi intelektual biasanya dilakukan oleh guru, dosen, ustadz, ustadzah, da’i, du’at, mubaligh, mubalighat, pendeta, pastor, romo, biku, dan rohaniawan. Ini karena, korupsi intelektual dilakukan oleh mereka yang punya ilmu dan data, tapi dirahasiakan, dimanipulasi, serta disalahgunakan demi kepentingan pribadi.
Presiden 2024 harus memastikan, jangan ada aparatnya yang berijazah palsu. Jangan berulang lagi kasus bupati yang ditangkap KPK. Sebab, Penyidik ketika memasalahkan ijazahnya, bupati ini dengan santai mengatakan, beliau akan melaporkan orang yang memroses ijazahnya. “Mengapa,?” tanya Penyidik. “Saya suruh beli yang asli, mengapa dia dapatkan yang palsu,” jawab sang bupati.
Presiden 2024 harus Mencerdaskan Bangsa
Presiden, menurut alinea keempat Pembukaan UUD 45 bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan bangsa dinilai dari “Human Development Index” (HDI) negaranya. Menurut BPS (2022), HDI Indonesia, 72.91. Angka ini menempatkan Indonesia berada di rangking kelima Asia Tenggara. Jadi, Indonesia berada di belakang Singapura, Brunei, Malaysia, dan Tahiland. Bahkan, Indonesia berada di rangking 107 dari 189 negara sedunia.
Presiden 2024 jangan mengulangi kesalahan Jokowi yang membodohi rakyat. Sebab, pada tahun 2022, rerata IQ rakyat Indonesia adalah 78,49. Angka ini menempatkan Indonesia di rangking 130 dari 197 negara sedunia. Bahkan, nomor buncit di Asia Tenggara.
Tragisnya, angka ini hampir sama dengan IQ orang utan. Sebab, orang utan punya IQ, 75 . Padahal, rerata IQ orang Indonesia pada masa orde baru, 87. Jadi, Jokowi menurunkan rerata IQ rakyat Indonesia sebanyak 10 poin.
Presiden 2024, Imam Ghazali, dan Ilmuan
‘Ilmuan’ adalah perkataan Arab. Ilmuan adalah orang yang punya ilmu. Perkataan ‘ilmu’ juga bahasa Arab. Ia berasal dari kata ‘ilm’ yang merupakan masdar dari kata ‘alima, ya’lamu, ‘ilmun yang secara etimologi mengandung makna, “menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.” Ia juga dimaknai sebagai “suatu pengenalan yang sangat jelas terhadap suatu objek.”
Maknanya, ilmu adalah suatu rangkaian informasi, data, dan ajaran yang membuat “sesuatu” menjadi “jelas” sesuai dengan keadaan “sebenarnya.” Perkataan lain, ilmu bukan suatu kebohongan. Konsekwensi logisnya, ilmuan adalah orang yang jelas sikapnya dan tidak berbohong. Pribadi yang tidak manipulative, apalagi menyalahgunakan jabatan bagi kepentingan diri atau kelompok tertentu.
Imam Ghazali, salah seorang ilmuan kenamaan dalam peradaban Islam. Beliau mengungkapkan, ada empat jenis manusia. Pertama, orang yang tau bahwa, dia tau. Manusia jenis ini, senantiasa aktif dan dinamis. Prestasi dan kinerjanya selalu optimal. Almarhum Ayip Rosidi adalah contoh orang yang tau bahwa, dia tau.
Ayip Rosidi, sewaktu mau mengikuti ujian akhir SMA, mendapat informasi bahwa, soal ujian akhir tersebut, bocor. Ayip memutuskan untuk tidak mau ikut ujian akhir tersebut. Sebab, dia tau, dirinya punya kemampuan sehingga untuk apa ikut ujian yang soal sudah bocor.
Ayip Rosidi lalu rajin membaca. Beliau pun rajin menulis di pelbagai media. Hasilnya, dalam usia 29 tahun, Ayip Rosidi diangkat menjadi dosen luar biasa di Fakultas Sastera Unpad, Bandung. Beliau juga memangku beberapa jabatan, antara lain: Direktur Penerbit Dunia Pustaka Jaya, Ketua Ikapi Pusat, Ketua DKJ. Dahsyatnya, usia 43 tahun, Ayip Rosidi dilantik sebagai profesor tamu di Jepang.
Imam Ghazali menyebutkan manusia jenis kedua, yakni orang yang tau bahwa, dia tidak tau. Albert Einstein misalnya, memiliki IQ 160. Namun, prestasi akademiknya, buruk. Bahkan, beliau nyaris drop out. Einstein, setelah lulus, selalu bertanya dan meneliti pelbagai hal. Sebab, beliau tau bahwa, dirinya tidak tau. Hasilnya, Einstein memeroleh hadiah nobel karena menemukan teori relativitas.
Imam Ghazali menyebutkan jenis manusia ketiga, yakni orang yang tidak tau bahwa, dia tau. Thomas Alva Edison adalah contoh orang jenis ini. Sebab, baru enam bulan di TK, Thomas dipecat. Alasannya, Thomas, murid yang bodoh. Ibunya mengatakan: “Tommy, bukan anak bodoh. Saya sendiri yang akan mendidik dan mengajar dia.” Hasinya, Thomas Alva Edison menemukan mesin telegraf, gramafon, dan bola lampu listrik modern. Bahkan, beliau punya 100 hak paten internasional.
Presiden 2024, berdasarkan fakta di atas, harus mampu mengeksplorasi potensi rakyatnya sehingga mereka menjadi warga negara yang produktif dan berdedikasi tinggi seperti Thomas Alva Edison. Harapanku, Presiden 2024 melahirkan seorang ilmuan Indonesia yang memeroleh hadiah nobel.
Imam Ghazali menyebutkan manusia jenis keempat, yakni orang yang tidak tau bahwa, dia tidak tau. Manusia jenis ini sangat berbahaya. Hal ini biasa ditemukan di kalangan pejabat yang otoriter dan sok pandai. Contohnya, ada anggota legislative yang mengeritik KPK karena tidak menangani kasus perpajakan. Anggota legislative ini tidak tau, masalah perpajakan, bukan domain KPK. Sebab, ada Penyidik khusus perpajakan. Bahkan, ada pengadilan pajak. Lain halnya jika pejabat pajak tersebut terlibat kasus pemerasan dan gratifikasi sehingga ia ditangani KPK.
Simpulannya, Presiden 2024 hendaknya menerbitkan Perppu, menggantikan UU Pendidikan yang ada sekarang agar bisa melahirkan ilmuan yang hanya takut akan Allah SWT. Hal ini sesuai dengan perintah pasal 29 UUD 45.
Presiden 2024 tidak akan mengikuti kejahatan Jokowi yang membodohi rakyat. Olehnya, Presiden 2024 harus melahirkan ilmuan Indonesia yang memeroleh hadiah nobel. Semoga !!! (Depok, 28 Oktober 2023).