ORDE PERUBAHAN, MENYAMBUT INDONESIA BERKAH (18)
Abdullah Hehamahua
Presiden 2024 harus melahirkan kualitas warga negara yang sejahtera. Sebab, setelah berilmu dan berperilaku adil, kualitas ketiga dari warga negara adalah sejahtera. Hal ini sesuai dengan perintah Mukadimah UUD 45, alinea keempat.
Presiden 2024 dalam ikhtiar menciptakan kesejahterakan umum, perlu menerbitkan Inpres mengenai “good corporate governance” bagi dunia usaha, termasuk BUMN/BUMD. Sebab, data-data di KPK menunjukkan, dari tahun 2004 – 2022, terdapat 277 dari 539 perkara, berkaitan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Maknanya, 51% perkara yang ditangani KPK selama ini berkaitan dengan PBJ.
Hakikat Kesejahteraan Umum
Setiap warga, setelah makan – minum, berpakaian, ada tempat tinggal, berpendidikan, sehat, punya pekerjaan tetap, serta bebas berkumpul, berserikat, dan mengemukakan pendapat, perlu punya fasilitas lainnya. Seseorang yang mau ke tempat kerja misalnya, punya kenderaan pribadi, apakah sepeda, motor, atau pun mobil. Ini salah satu bentuk sejahtera.
Sejahtera, juga ditandai dengan kemudahan seseorang menghubungi orang lain secara cepat. Telepon rumah atau HP merupakan indikator sejahtera. Namun, hari ini, PRT atau tukang kebun pun punya HP.
Pakaian yang dikenakan sehari-hari, tidak perlu dicuci dengan tangan. Ibu-ibu cukup memasukan pakaian kotor ke dalam mesin cuci. Pakain itu pun langsung dirapihkan dengan menggunakan sterika listrik. Mereka tidak perlu menyediakan arang untuk memanaskan seterika. Ini bentuk lain dari sejahtera.
Penghuni rumah di daerah bersuhu tinggi bisa mengatasinya dengan menggunakan kipas angin atau AC. Bahkan, di negara-negara barat, pada musim dingin, suhu udara di dalam rumah dapat dihangatkan dengan alat pemanas.
Mukadimah UUD 45 mewajibkan pemerintah menciptakan kesejahteraan umum. Jadi, bukan kesejanteraan pribadi atau golongan tertentu saja. Aplikasinya, semua sarana dan fasilitas umum tersedia di mana-mana, mulai dari kota besar sampai desa. Setiap orang dengan mudah menggunakan transportasi umum yang disediakan pemerintah, baik berupa bus, kereta api, kapal laut maupun pesawat terbang.
Setiap desa ada sekolah, Puskesmas, pasar, tempat olahraga, masjid, terminal bus, stasiun kereta api, dan balai pertemuan. Semua orang dapat menggunakan fasilitas umum tersebut secara mudah tanpa mata rantai birokrasi. Sebab, setiap orang punya kartu pintar untuk leluasa menggunakan fasilitas umum yang ada.
Kesejahteraan Umum dan Kecurangan Pedagang
Amanat konstitusi yang harus dilaksanakan pemerintah, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Penyebab dominan adalah ketidak-jujuran pengusaha. Sebab, KPK pernah menangkap tiga gubernur Riau berturut-turut. Musababnya, Pengusaha HPH ber-KKN dengan gubernur. Negara dirugikan triyun rupiah. Bahkan, terjadi kerusakan lingkungan yang serius. Hal ini dibuktikan dengan adanya kerusakan hutan seluas 8,2 hektar per menit di Riau.
Tol Cepularang, Jakarta – Bandung misalnya, enam bulan pasca peresmian, jeblos. Sebab, pengusahanya curang. Pengerjaan jalan tol tersebut tidak sesuai SOP. Negara dirugikan milyaran rupiah. Sebab, tol yang menghabiskan Rp. 1,6 trilyun ini, hampir setiap waktu, ditemukan petugas menambal sulam jalan yang selalu rusak.
Lumpur Lapindo, kasus penomenal mengenai pengusaha yang curang. Semburan lumpur Lapindo menggenangi 19 desa di Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Jabon, dan Kecamatan Porong dengan luas area terdampak diperkirakan mencapai 1.143,3 hektare. Kejadian tersebut membuat lebih dari 10.426 unit rumah dan 77 rumah ibadah terendam lumpur, serta memaksa puluhan ribu jiwa mengungsi.
Tragisnya, lumpur Lapindo bukan bencana alam. Sebab, pengeboran yang dilakukan PT Lapindo Brantas tidak mengiktui SOP. Ini karena mereka tidak gunakan “cashing” sewaktu proses pengeboran. Dampakya, ketika terjadi gegaran dalam bumi, lumpur pun mengalir keluar.
Ironinya, pengusaha yang curang, tapi negara harus mengeluarkan 33 trilyun rupiah untuk menangani masalah tersebut. Tragisnya, salah seorang korban, Paulus, mengisahkan, sudah 16 tahun, ganti rugi sebesar Rp. 700 milyar untuk 200 hektar lahan masyarakat yang rusak, belum dibayar. Menurutnya, pabriknya seluas dua hektar, tenggelam. Karyawannya sebanyak 400 orang harus di-PHK. Beliau tetap membayar pesangon mereka sebesar Rp. 2 milyar.
Tragisnya, saran Pimpinan KPK agar DPR tidak memasukkan biaya penanganan lumpur Lapindo tersebut ke dalam APBN/APBN-P, diabaikan. Jadi, yang korupsi, bukan saja perusahaan Lapindo tetapi juga anggota DPR. Apakah hal tersebut disebabkan, hampir 50% anggota DPR periode ini adalah pengusaha. APH perlu mengkaji dan meneliti hal tersebut.
Kecurangan pengusaha yang sangat phenomenal lainnya adalah proyek BST. Terlepas, pengungkapan kasus ini berkaitan dengan sikap politik istana dan koalisinya, tapi anggaran 11 trilyun rupiah untuk proyek ini sangat besar. Tragisnya, menurut Ketua BPKP, Muhammad Yusuf Ateh, negara dirugikan sebesar Rp. 8,32 trilyun. Kasus ini melibatkan lima Perusahaan sebagai rekanan proyek BST.
Presiden 2024 dan “Good Corporate Governance”
Presiden 2024 dalam kontek melaksanakan amanat konstitusi, melahirkan kesejahteraan umum, harus menerbitkan Inpres mengenai “good corporate governance.” Inpres ini antara lain menetapkan syarat yang ketat bagi diterbitkan ijin usaha, khususnya yang bidang kerjanya berhubungan dengan rekanan pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD.
Pejabat BUMN/BUMD, sebelum ditunjuk Menteri, harus melalui verifikasi KPK Salah satu syaratnya, calon Komisaris atau direktur BUMN/BUMD harus melaporkan LHKPN dan mendapat rekomendasi KPK untuk dilantik oleh Menteri BUMN.
Inpres di atas juga mewajibkan pihak-pihak terkait menerapkan Zona Integritas, baik di internal BUMN/BUMD maupun Perusahaan swasta yang akan menjadi rekanan pemerintah dan BUMN/BUMD.
Olehnya, perlu diterapkan sistem “e-katalog” dan “e-procurement.” Tidak kalah penting, Inpres juga harus mengatur secara lebih tegas peranan Irjen dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).
Ketentuan-ketentuan di Inpres tersebut sangat penting karena, fakta di KPK, 51% perkara yang ditanganiya berkaitan dengan PBJ. Olehnya, sekalipun APBN besar, ia tidak dinikmati rakyat. Sebab, ia dikorupsi oleh ASN dan pengusaha. Apalagi, setiap APBN, 35% daripadanya berkaitan dengan PBJ.
Maknanya, tahun ini saja, dana APBN yang dikorup adalah 35% x 51% x Rp. 3 ribu trilyun = Rp. 535,500 milyar. Tragisnya, BUMN/BUMD yang merupakan ujung tombak pemerintah dalam menyejahterakan rakyat, justru terlibat pelbagai masalah.
Pada masa pemerintahan Jokowi, ada empat perusahaan induk BUMN yang khusus bergerak di bidang konstruksi. Mereka disebut sebagai BUMN Karya yang tercatat sebagai emiten: PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT PP Tbk (PTPP), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI).
Pada akhir semester I 2023, WSKT tercatat memiliki utang Rp. 84,31T, setara 87,5% dari total asetnya, Rp. 96,32T. Pada periode yang sama, WIKA memiliki total utang Rp. 56,7T, setara 78,6% dari total asetnya, Rp. 72,17T. Total utang PTPP mencapai Rp. 42,72T, setara 74,12% dari total asetnya yang berjumlah Rp. 57,64T. Total utang ADHI, Rp. 30,43 T, setara 77,33% dari total asetnya, Rp. 39,35T.
Simpulannya, Presiden 2024 dalam rangka melaksanakan salah satu amanat konstitusi, “kesejahteraan umum,” harus dimulai dengan merekrut anggota kabinet yang berintegritas dan profesional.
Presiden 2024 jangan ulangi kesalahan Jokowi yang merekrut anggota kabinet, pejabat negara, dan komisaris BUMN atas dasar balas jasa karena mereka adalah relawannya dalam Pilpres. Semoga !!! (Depok, 4 November 2023).