(BAGIAN IV).
DAHLAN ISKAN PENGANUT AZAS MANFAAT.
Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Disamping bersemboyan “untuk mengelola PLN tidak perlu UU”, Dahlan Iskan juga penganut azas manfaat, yaitu siapapun yang akan mengelola kelistrikan yang penting rakyat bisa menikmati listrik. Atau “daripada beli Kambing lebih baik beli satenya”. Sehingga tidak perlu repot2 bikin kandang dan kasih rumput !
Sekilas semboyan diatas terlihat “cerdas”, tapi itulah “trik” pedagang sekaligus penguasa kelistrikan seperti D.I. Yang tidak memiliki Visi Negarawan, dan hanya ber “orientasi” profit bagi diri dan “Oligarkhi” nya bukan kemajuan bangsa ! Disinilah “rusak” nya NKRI itu !
IDEOLOGI “ETATISME”(NASIONALIS)/TA’JUL FURUDZ (ISLAM).
Kalau MR. Kasman Singodimedjo (Menteri Kehakiman sekaligus Tokoh Masyumi) dan para Founding Fathers saat itu bermental pedagang seperti D.I dkk maka perusahaan2 Belanda NV. Ogem, Aniem, Gebeo, Ebalom, Nigmn tersebut tidak perlu di Nasionalisasi menjadi PLN, tetapi langsung dijadikan IPP swasta dan mereka ikut tanam saham di perusahaan2 itu. Toh yang penting rakyat bisa menikmati listrik ?
Tapi mengapa MR. Kasman dan Founding Fathers saat itu musti menasionalisasi perusahaan2 listrik Belanda itu ?
Jawabnya,
Karena beliau2 saat itu konsisten dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 sekaligus sebagai Muslim yang meyakini doktrin Islam dalam Hadhist, “Almuslimuuna shuroka’u fii shalashin fil ma’i wal kalaa’i wan nar wa samanuhu haram” yang intinya komoditas air, ladang, dan api (energi/listrik/BBM dll) adalah merupakan komoditas publik (“public goods”) yang harus dikuasai Negara dan diharamkan harganya (tidak boleh di anggap sebagai “Commercial goods”) untuk sebesar besar kepentingan rakyat banyak.
Intinya, seseorang yang telah bersedia menjadi pejabat Negara memang harus memiliki Visi/Ideologi sebagaimana telah digariskan sesuai Konstitusi. Apalagi terkait PLN sudah ada putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan No. 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016 yang melarang PLN di privatisasi/di jual instalasi ritail nya seperti dilakukan Dahlan Iskan pada 2010 dengan menjualnya ke Tommy Winata dan Taipan 9 Naga yang lain, maupun privatisasi pembangkit ke Senhua, Huadian, Chenda, GE, Mitshui, Marbeni, Adaro seperti yang di fasilitasi oleh Luhut BP, JK, Dahlan Iskan, Erick Tohir dkk.
KESIMPULAN :
Mengelola Kelistrikan itu harus mengikuti Konstitusi/UU termasuk Putusan MK yang ada. Tidak boleh melanggar Konstitusi/UU sebagaimana dilakukan Dahlan Iskan (meskipun ybs saat itu sebagai DIRUT PLN dan Menteri BUMN). Apalagi ber semboyan “untuk makan sate tidak perlu piara kambing !” Dengan target agar bisa ikut dagang listrik ke rakyat !
ADI SUCIPTO, 21 PEBRUARI 2023.