Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Setiap JK menjadi Wapres ciri khasnya selalu ada ide Proyek Pembangkit.
Ketika 2006, saat ybs menjadi Wapres SBY periode pertama, “gak ada hujan, gak ada angin” dan tidak ada di RUPTL sebelumnya, tiba2 muncul Proyek Pembangkit PLN Fast Track Program 10.000 MW yang semua kontraktornya dari China.
Begitu juga ketika menjadi Wapres era Pemerintahan Jokowi yang pertama, tiba2 muncul ide Proyek 35.000 MW (yang ternyata semuanya pembangkit IPP Swasta). Yang semuanya itu tidak ada di RUPTL sebelumnya. Dan menurut perhitungan sebenarnya cukup 18.000 MW untuk keperluan lima tahun kedepan (Seminar UNAIR, ITS dan UNBRA akhir 2015) tetapi karena dipaksakan maka terjadilah “over supply” mulai pertengahan 2021 sebesar 25.000 MW lebih (Gatra, September 2021).
Dari semua itu, berdasar hasil Seminar Serikat anak perusahaan pembangkit PLN (PP IP, SP PJB) pada 22 Juli 2020 diperoleh data bahwa saat itu pembangkit2 PLN Jawa-Bali (termasuk IP dan PJB) yang boleh ber operasi hanya dibawah 3.000 MW. Dan mengingat sudah “over supply” maka dapat dipastikan saat ini seluruh 31.800 MW pembangkit PLN Jawa-Bali sudah dalam keadaan di “mangkrak” kan. Hal ini diperkuat lagi karena mulai akhir 2022 IP dan PJB ber metamorfosa menjadi perusahaan HSH Genco 1 dan Genco 2 (Indonesia Power dan Nusantara Power) yang tidak boleh lagi beroperasi di Jawa-Bali (mengikuti “grand design” PSRP) dan akhirnya “mencaplok” Unit PLN Luar Jawa yaitu KIT SBS dan KIT SBU yang karyawan organiknya di paksa menjadi karyawan “Kontrak Karya”. Atau pilihan lain kalau tidak mau tunduk maka di pindah ke wilayah “remote area” seperti Nias dan Karimunjawa.
PSRP DIMANFAATKAN OLIGARKHI.
Proyek 35.000 MW merupakan pemicu terjadinya “over supply” yang memaksa pembangkit PLN di “off” kan. Dan mengingat adanya pasal TOP pada PPA antara PLN dan pembangkit IPP swasta, maka pembangkit PLN Jawa-Bali di hentikan, dan berlangsung lah MBMS di area Jawa-Bali yang secara resmi menggunakan Kepmen ESDM No 1/2015.
Artinya para pejabat negara ini tidak mengarahkan agar kelistrikan mengikuti Konstitusi demi terjaganya “Public goods” untuk kesejahteraan rakyat, tetapi justru menjadi “operator lapangan” program Internasional seperti “The Power Sector Restructuring Program” (PSRP) yang akan “merampok” PLN.
KESIMPULAN :
Proyek “Power Station” 35.000 MW adalah wujud nyata percepatan Privatisasi PLN.
Dimana tahapan Privatisasi PLN ini
pada tahap awal yaitu “Conceptual Design” di peralat oleh kekuatan KAPITALIS (WB,ADB,IMF) dengan LOI 31 Oktober 1997, dan PSRP pada 25 Agustus 1998. Sedang tahap “Detail Design” dan Implementasi Project di manfaatkan oleh kekuatan KOMUNIS (SHENHUA, HUADIAN, CHENGDA, HARBIN, SHANGHAI, CNEEC, SHINOMACH DLL).
SUPER KESIMPULAN :
Jelas2 PLN “nyaris” tidak memiliki asset lagi (sesuai kemauan PSRP), tiba tiba DIRUT PLN ngomong bisa bayar hutang Rp 6,9T perbulan ? Uang darimana ? Atau “Asbun” ?
Saat ini sesuai skenario PSRP Pemerintah hanya tinggal tunggu selesai nya HSH PLN, IPO PLN Jawa-Bali, dan terbentuknya UU “Power Wheeling System” ! Setelah itu subsidi listrik akibat MBMS antara Rp 133,33T – Rp 200,8T akan dicabut sehingga tarip listrik akan “melejit” minimal 5 x lipat terhitung saat dicabutnya subsidi ( hasil analisa dan evaluasi Sidang MK 2003-2004).
Ahmad Daryoko
Ketua Bidang Perlistrikan dan Energi Terbarukan Partai Masyumi
INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROOJIUUNN !
HARUS DILAWAN !!
ALLOHUAKBAR !!
MERDEKA !!
JAKARTA, 19 PEBRUARI 2023.