Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Ada pertanyaan dari publik, mengapa para Pejabat ikut bisnis listrik ? Jawabnya, karena listrik merupakan “Public goods” yang semua orang butuh listrik. Nah “mumpung” jabatannya terkait dengan nasib PLN maka kalau ikut bisnis listrik ibarat “wasit” merangkap sebagai “pemain”. Bisa suka2 mau cari untung berapa besar ? Dan tidak ada yang berani menegur tentunya ! Sebagaimana ditunjukkan Luhut BP, JK, Erick Tohir. Makanya jangan heran bila kemudian muncul “aji mumpung” seperti ditunjukkan Dahlan Iskan ketika menjadi DIRUT PLN, didepan Sidang MK 2010 ybs bilang , “untuk mengelola PLN saya tidak perlu UU !”. Artinya D.I menganggap PLN adalah milik pribadinya. Mau di apakan terserah semau dia. Makanya jangan heran bila mulai 2010 Ritail PLN seluruhnya dijual ke Taipan 9 Naga. Dan akibatnya saat ini kawasan Jawa-Bali terancam berlakunya mekanisme MBMS yang berakibat subsidi ratusan triliun !
Para pejabat diatas menggunakan “excuse” bahwa Pemerintah tidak punya uang untuk membangun sektor kelistrikan, sehingga mengundang swasta. Dan yang dimaksud swasta termasuk para pejabat diatas (karena memiliki PT).
Dan “excuse” seperti itu sudah ditunjukkan oleh para “oknum” Menteri ketika dipanggil dalam Sidang MK dalam konteks JR terhadap UU No 20/2002 ttg Ketenagalistrikan yang diajukan SP PLN pada 2003.
Artinya para “oknum” pejabat ini justru menggunakan intervensi IFIs (WB,ADB,IMF) berupa LOI dan PSRP bukan sebagai “ancaman” tetapi justru di jadikan “peluang” untuk ikut ngacak acak PLN demi kepentingan pribadi ! Dan ikut merubah Ideologi pengelolaan PLN yang semula sebagai “Infrastruktur” yaitu listrik yang semula sebagai “Public goods” dirubah menjadi “Commercial goods” dengan mengorbankan kepentingan rakyat !
Artinya ibarat ada “Penjajah” yang mau “merampok” PLN , para pejabat ini tidak melindungi tetapi malah “membonceng” untuk ikut merampok PLN juga !
Jangan bandingkan dengan para pejabat pasca Kemerdekaan, yang saat itu MR.Kasman Singodimejo (tokoh Masyumi) dkk dengan semangat Ideologi Etatisme (Nasionalistik) di perkuat dengan Ideologi Islam (Ta’jul Furudz) me Nasionalisasi perusahaan2 Belanda seperti Ogem, Aniem, Gebeo, Ebalom, Nigmn dll (yang dalam kondisi “Unbundling”) di Nasionalisasi menjadi Jawatan Gas dan Listrik Negara (dijadikan “Verticaly Integrated System”).
Kalau saat itu para tokoh pasca Kemerdekaan tidak memiliki Ideologi dan bermental “pragmatis” seperti pejabat masa kini, maka akan muncul pula penyakit “excuse” dengan berbagai alasan Negara tidak punya uang, barusan merdeka , dan perusahaan2 Belanda itu justru dijadikan IPP yang mereka kuasai secara pribadi untuk dagang listrik demi kepentingan pribadi !
KESIMPULAN :
Rata2 Pejabat masa kini tidak memiliki Ideologi kuat guna menjalankan roda Pemerintahan. Sehingga main “gampangan” saja. Tidak ada uang , jual asset Negara. Indosat dijual, pabrik pupuk, semen , VLCC dijual, Gunung Gressberg diserahkan ke AS, tambang nikel dan bauxit Polewali Mandar serahkan ke China…dst…dst !
JAKARTA, 19 PEBRUARI 2023.
[12.52, 22/2/2023] Ibu Utari Masyumi: RIWAYAT HIDUP PLN
(BAGIAN IV).
DAHLAN ISKAN PENGANUT AZAS MANFAAT.
Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Disamping bersemboyan “untuk mengelola PLN tidak perlu UU”, Dahlan Iskan juga penganut azas manfaat, yaitu siapapun yang akan mengelola kelistrikan yang penting rakyat bisa menikmati listrik. Atau “daripada beli Kambing lebih baik beli satenya”. Sehingga tidak perlu repot2 bikin kandang dan kasih rumput !
Sekilas semboyan diatas terlihat “cerdas”, tapi itulah “trik” pedagang sekaligus penguasa kelistrikan seperti D.I. Yang tidak memiliki Visi Negarawan, dan hanya ber “orientasi” profit bagi diri dan “Oligarkhi” nya bukan kemajuan bangsa ! Disinilah “rusak” nya NKRI itu !
IDEOLOGI “ETATISME”(NASIONALIS)/TA’JUL FURUDZ (ISLAM).
Kalau MR. Kasman Singodimedjo (Menteri Kehakiman sekaligus Tokoh Masyumi) dan para Founding Fathers saat itu bermental pedagang seperti D.I dkk maka perusahaan2 Belanda NV. Ogem, Aniem, Gebeo, Ebalom, Nigmn tersebut tidak perlu di Nasionalisasi menjadi PLN, tetapi langsung dijadikan IPP swasta dan mereka ikut tanam saham di perusahaan2 itu. Toh yang penting rakyat bisa menikmati listrik ?
Tapi mengapa MR. Kasman dan Founding Fathers saat itu musti menasionalisasi perusahaan2 listrik Belanda itu ?
Jawabnya,
Karena beliau2 saat itu konsisten dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 sekaligus sebagai Muslim yang meyakini doktrin Islam dalam Hadhist, “Almuslimuuna shuroka’u fii shalashin fil ma’i wal kalaa’i wan nar wa samanuhu haram” yang intinya komoditas air, ladang, dan api (energi/listrik/BBM dll) adalah merupakan komoditas publik (“public goods”) yang harus dikuasai Negara dan diharamkan harganya (tidak boleh di anggap sebagai “Commercial goods”) untuk sebesar besar kepentingan rakyat banyak.
Intinya, seseorang yang telah bersedia menjadi pejabat Negara memang harus memiliki Visi/Ideologi sebagaimana telah digariskan sesuai Konstitusi. Apalagi terkait PLN sudah ada putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan No. 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016 yang melarang PLN di privatisasi/di jual instalasi ritail nya seperti dilakukan Dahlan Iskan pada 2010 dengan menjualnya ke Tommy Winata dan Taipan 9 Naga yang lain, maupun privatisasi pembangkit ke Senhua, Huadian, Chenda, GE, Mitshui, Marbeni, Adaro seperti yang di fasilitasi oleh Luhut BP, JK, Dahlan Iskan, Erick Tohir dkk.
KESIMPULAN :
Mengelola Kelistrikan itu harus mengikuti Konstitusi/UU termasuk Putusan MK yang ada. Tidak boleh melanggar Konstitusi/UU sebagaimana dilakukan Dahlan Iskan (meskipun ybs saat itu sebagai DIRUT PLN dan Menteri BUMN). Apalagi ber semboyan “untuk makan sate tidak perlu piara kambing !” Dengan target agar bisa ikut dagang listrik ke rakyat !
ADI SUCIPTO, 21 PEBRUARI 2023.