Waspadalah Idiologi Kapitalisme (Oligarkhi) dalam upaya perebutan kekuasaan
Oleh :
Ahmad Murjoko
Peduli Gerakan Masyarakat Untuk Menyelamatkan Indonesia (Peduli Gerakan Partai Masyumi)
A. Perkembangan Kapitalisme
Gonjang-ganjing oligarkhi yang menggurita dan menakutkan di belahan dunia termasuk di Indonesia banyak pihak yang mengkhawatirkan keberadaan nya. Hal ini karena sepak terjang oligarkhi bukan saja murni persoalan hitung-hitungan materi saja tapi juga boleh jadi membawa misi suci idiologinya yakni idiololgi kapitalisme.
Maka untuk mengetahui kemana arah pendulum oligarkhi tersebut perlu ditelisik tentang idiologi kaum oligarkhi tersebut melalui perkembangan idiologi kapitalisme sekarang ini.
Perkembangan Kapitalisme Marx, tidak hanya menaruh perhatian pada analis tentang ekonomi saja. Namun perhatian utama Marx adalah pada dinamika Borjuis yang sasaran utamanya adalah untuk mengungkap hukum ekonomi mengenai gerakan “masyarakat Borjuis” dengan melalui suatu pengkajian terhadap dinamika dasar produksi dimana masyarakat itu berlandas.
Hukum ekonomi yang dijadikan dasar dalam menganalisa kehidupan masyarakat oleh Marx khususnya teori hak milik dan teori nilai barang, diambil dari Preudhen dan Ricardo. Menurut Preudhen (1809-1865) dalam bukunya “quest ceque la prepriete” (apakah hak milik itu) pada tahun 1840, antara lain menulis : harta yang tidak wajar yang diperoleh seseorang disebutnya sebagai ‘harta milik/barang curian”. Sedangkan menurut Ricardo (1772-1823) menyatakan antara lain : darimana datangnya nilai itu ? Nilai semu barang terletak dalam jumlah tenaga yang diperlukan untuk membuatnya
Kedua teori tersebut kemudian digunakan oleh Marx sebagai teori ekonominya. Marx berkata : jika nilai barang itu terletak dalam tenaga yang diperlukan untuk membuatnya, mengapa nilai tersebut tidak semuanya diberikan kepada manusia yang membuatnya, yakni kaum buruh ? Karenanya, menurutnya, nilai harga yang diambil oleh para pemilik modal dalam suatu proses produksi disebut sebagai “harta milik curian” yakni mencuri harta milik kaum buruh.
Komoditi sebagai suatu produk dari kapitalisme oleh produsen tidak sekedar menghasilkan keperluannya sendiri, atau untuk kebutuhan individu-individu yang mempunyai kontak pribadi dengan mereka. Akan tetapi kapitalisme juga melibatkan pasar pertukaran (exchange market) yang mencakup nasional bahkan mencakup dunia internasional.
Menurut Marx, bahwa setiap komoditi mempunyai aspek nilai ganda yakni “nilai pakai” (use value) serta “nilai tukar” (exchange value). Nilai pakai yang hanya direalisasikan dalam proses konsumsi mempunyai acuan terhadap keperluan-keperluan dimana sifat-sifat suatu komoditi sebagai suatu benda fisik bias digunakan untuk maksud itu. Maka suatu objek bisa mempunyai nilai pakai, terlepas apakah objek tersebut suatu komoditi atau tidak ? Sementara untuk menjadi komoditi suatu produk harus mempunyai nilai pakai. Karena jika tidak mempunyai nilai pakai maka komoditi tersebut tidak akan berlaku. Sedangkan “nilai tukar” berkaitan dengan nilai yang dimiliki suatu produk ila ditawarkan untuk ditukarkan dengan produk lain. Berlawanan dengan nilai pakai, maka nilai tukar beranggapan adanya “suatu kaitan ekonomi yang pasti” dan tidak bisa dipisahkan dari suatu pasar dimana benda-benda itu dipertukarkan, nilai tukar hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan komoditi.
Dengan demikian setiap objek, terlepas apakah objek tersebut itu komoditi atau bukan, hanya bisa mempunyai nilai selama tenaga kerja manusia telah dikembangkan untuk memproduksinya. Dan inilah inti dari proposisi teori tenaga kerja mengenai nilai yang oleh Marx diambil dari teorinya Ricardo tersebut di atas. Dan mulai dari sinilah antara kedua nilai tersebut harus langsung berkaitan dengan tenaga yang terlibat dalam proses produksi suatu komoditi tertentu. Namun nilai tukar sangat tergantung pada suatu khas jenis pekerjaannya yang bisa diukur kuantitasnya.
Berkaitan dengan teori nilai surplus tersebut, maka kondisi-kondisi dari cara memproduksi barang secara modern dan produksi industri, memungkin si buruh untuk memproduksi lebih banyak lagi dalam rata-rata hari kerja, daripada yang dibutuhkannya untuk menutupi biaya hidupnya. Hanya sebagian saja dari hasil kerja, harus dipergunakan untuk menghasilkan produk padanan nilai kerja si buruh itu sendiri. Apapun yang dihasilkan oleh si buruh tersebut diatas disebut sebagai nilai surplus. Andaikata saja lamanya hari kerja itu sepuluh jam, dan bila si buruh berproduksi sesuatu yang sepadan dengan nilainya sendiri dalam setengahnya dari waktu tersebut, maka kemudian sisa kerja 5 (lima) jam yang lain merupakan produk surplus, yang bisa diambil alih haknya oleh kapitalis. Marx menyebut rasio antara kerja yang diperlukan dan kerja surplus sebagai “tingkat nilai surplus” atau tingkat “pemerasan”.
Konsentrasi dan sentralisasi
Meningkatnya komposisi organic dari modal yang terjadi pada saat kapitalisme melaju, sangat berkaitan erat dengan suatu kecenderungan ke arah sentralisasi dan konsentrasi modal. “Konsentrasi” mengacu pada suatu proses, dimana sedang terjadi akumulasi modal, sedangkan si pribadi kapitalis berhasil memperluas pengendaliannya atas jumlah modal. Sedangkan sentralisasi berkaitan dengan penyatuan modal-modal yang tersedia.
Sentralisasi selanjutnya memperoleh dorongan dari sistem kredit, dimana sektor yang paling penting adalah perbankan. Suatu bank mensentralisasikan modal uang milik kapitalis yang meminjamkan serta menjadikan sentralisasi uang bagi yang meminjam uang. Sedangkan bank-bank itu sendiri juga cenderung bersatu untuk membentuk suatu sistem keuangan tunggal. Proses keseluruhan nya pada akhirnya berubah menjadi suatu mekanisme sosial yang luar biasa besarnya bagi sentralisasi nodal-modal.
Adapun dampak dari keduanya menjurus ke unit-unit produksi yang lebih besar. Sifat bersaing dalam kapitalisme diikuti keharusan bagi produsen untuk senantiasa berusaha agar tetap bisa memberi harga yang lebih rendah daripada saingan-saingannya.
Kontradiksi ekonomi produk kapitalis
Menurut Marx, pengejaran keuntungan adalah hal yang hakiki dalam kapitalisme, dimana tujuan dari modal bukan untuk melayani kebutuhan tertentu, akan tetapi untuk menghasilkan keuntungan.
Dasar teori Marx tersebut adalah pengintegrasian teori tersebut dengan analisanya mengenai komposisi organik dari modal serta pola hubungannya dengan nilai surplus. Namun pada saat yang bersamaan, di dalam ekonomi kapitalis terdapat suatu kecenderungan struktural untuk menurunnya tingkat keuntungan. Sebagai contoh dalam rangka mempertahankan hidup di pasaran kapitalisme akan mengeluarkan senjata ampuhnya dengan peningkatan teknologi, terutama mekanisme produksi semakin berkembang. Sehingga seorang pengusaha bisa memperbesar bagian keuntungannya dengan cara berproduksi lebih murah daripada saingan-saingannya. Namun bersamaan itu pula pesaing-pesaingnya juga melakukan hal yang sama pula. Dengan demikian terjadi kenaikan dalam komposisi organik dari modal dan penurunan tingkat rata-rata keuntungan.
Kehebatan luar biasa kapitalisme
Sumber-sumber utama darimana bisa disadap pengetahuan yang mendalam tentang pandangan-pandangan Marx mengenai masyarakat sosialis mencakup dua butir yang terpisah jauh di dalam karirnya. Pertama, dalam manuskripta 1884 yang kedua “criticof the Ghota Programe” 1875.
Pandangan dalam kedua tulisan tersebut pada dasarnya sama saja. Dan Marx menekankan bahwa tahap pertama dari sosialisme adalah tahapan dimana ciri-ciri khas dari masyarakat Borjuis yang terpendam dibuat tampak.
Dengan kata lain sifat-sifat kapitalisme yang sedang muncul dibuat berkembang secepat mungkin. Dengan demikian sosialisasi produksi yang sudah termasuk dalam kapitalisme dalam bentuk sentralisasi pasar yang sedang berkembang, diselesaikan dengan menghentikan sama sekali pemilikan pribadi. Pemilikan pribadi menjadi pemilikan secara objektif dan upah akan didistribusikan menurut suatu prinsip pasti. Dari semua jumlah produksi sosial, diambil dan dialokasikan sejumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhan kolektif dari administrasi produksi, penyelenggaraan sekolah-sekolah, fasilitas kesehatan dan seterusnya.
Dan sementara dalam “critic of the Gotham programme, mengkritik Hegel tentang negara yakni bahwa sasaran buruh janganlah untuk “membebaskan” negara dari suatu organ yang diterapkan di atas masyarakat menjadi organ yang sama sekali dibawahi oleh masyarakat.
B. Studi Kritis Literatur
Sebagaimana kita ketahui bahwa Marxisme adalah suatu paham/isme/ajaran dari seseorang yang bernama Karl Marx yang dilahirkan pada 1818 di Trier (Trevers), Jerman dari golongan menengah keturunan Yahudi tetapi telah memeluk agama Protestan.
Adapun ajaran-ajarannya antara lain :
1. Atheisme dan Materialisme berasal dari Ludwig Feuerbach
2. Dialektika berasal dari Hegel
3. Evolusi Sejarah berasal dari pengaruh Darwin
4. Teori hak milik berasal dari Freudhen
5. Teori nilai dan nilai surplus berasal dari Ricardo
Berkaitan dengan ajaran Marx tersebut di atas, maka Raymond Aron menyimpulkan bahwa Marxisme adalah tidak lain himpunan faham yang dibuat secara licik dari segala sesuatu yang telah dilakukan oleh Non Marxis (H.M. Rasyidi, Islam menentang Komunisme).
Oleh karena itu, apakah dengan tidak adanya pengaruh dari faham-faham tersebut di atas, maka Marxisme akan menjadi kerangka-kerangka yang kosong. Dan bagaimana pula dampaknya apabila kutipan atas paham-paham tersebut tidak dipahami secara utuh dan benar oleh Karl Marx. Dan mengapa pula Marxisme masih tetap dipelajari oleh semua orang ?
Dialektika Marx sebagai misal, menggemukan bahwa perkembangan masyarakat feodalisme ke masyarakat borjuasi atau kapitalisme dan seterusnya ke masyarakat sosialisme menuju masyarakat komunisme merupakan suatu kelanjutan yang tidak dapat dielakkan. Tetapi ini tidak berarti
bahwa manusia berdiam diri saja dengan menanti perkembangan itu berjalan sebagaimana maunya. Kelas-kelas itu sendiri adalah kelas-kelas yang berjuang untuk kelasnya, manusia yang dilihat Karl Marx adalah manusia yang berbuat. Bukankah telah kita ketahui bahwa bagi Karl Marx masalah pokok bukanlah memahami sejarah atau dunia ini, melainkan bagaimana mengubahnya, manusia membuat sejarahnya sendiri.
Marx pun melihat bahwa menciutnya kekuasaan golongan feodal adalah perjuangan, revolusi, yang dilakukan oleh golongan borjuasi. Kehancuran feodalisme memang tidak dapat dihindarkan, tetapi tidaklah ini terjadi tanpa renggutan nyawa yang dilakukan golongan Borjuis tersebut. Berhubungan dengan itu maka masa selanjutnya yaitu masa sistem produksi sosialisme, dimana kelas pekerja yang berkuasa, bukan merupakan hadiah kelas pekerja tersebut. Masa itu tidak akan datang tanpa renggutan yang dilakukan oleh pekerja itu sendiri. Masa itu memang pasti datang, tetapi pekerja itu sendiri pun haruslah orang-orang yang berbuat.
Oleh sebab itu, maka revolusi digambarkan oleh Marx itu sendiri dari 2 (dua) tahap. Tahap pertama, adalah revolusi yang dipelopori oleh golongan borjuasi yang hendak menghancurkan golongan feodal. Tahap kedua, revolusi yang dilakukan oleh kelas pekerja dalam usaha penghancuran golongan borjuasi.
Dan kemudian apa peranan yang dilakukan oleh kelas pekerja pada revolusi tahap pertama ? Kita harus bayangkan bahwa dalam revolusi yang dilakukan oleh golongan borjuasi tersebut, kelas pekerja pun telah ada juga. Hal ini dikarenakan pada perusahaan dan industrinya yang kian maju pasti menumbuhkan kelas pekerja.
Dan sesuai dengan perkembangan sistem produksi, maka masa bagi perebutan kekuasaan oleh kelas pekerja bersesuaian dengan masa kapitalisme yang setinggi-tingginya. Artinya bahwa kemajuan teknik akan berada di tingkat yang sedemikian rupa sehingga akan memberikan kemudahan bagi orang dalam mengusahakan produksi. Tinggallah usaha kelas pekerja yang telah berhasil merebut kekuasaan itu dari golongan borjuasi untuk menghancurkan sisa-sisa dari golongan maupun sifat borjuasi tersebut. Pada akhirnya, oleh karena kemudahan dalam berproduksi serta lenyapnya kelas borjuasi itu, maka fungsi-fungsi pemerintah tidak lagi mempunyai sifat-sifat politik. Kelas pekerja yang memegang kekuasaan itupun tidak lagi merupakan kelas, tidak pula ada kelas yang yang perlu ditindas, dan kalau demikian negara pun akan lenyap ?
Bagaimana ini ? Masing-masing orang akan melakukan kewajiban nya sesuai dengan kesanggupannya. Bekerja merupakan sumber dari segalanya, sumber kegembiraan dan sumber kebahagiaan. Orang bekerja bukan karena ingin mencukupi nafkah, tetapi karena tuntutan atau panggilan hati sendiri. Oleh karena tiap orang akan memberikan sumbangan sesuai dengan kesanggupannya, dan tingkat produksi pun sudah sedemikian rupa sehingga segala yang diperlukan berlimpah-limpah, maka bagian yang diperdapat yakni pendapatan, bukanlah lagi bergantung pada kerja yang sudah diberikan, pendapatan tidak lagi berupa upah, melainkan bergantung pada keperluan manusia bersangkutan sendiri. Karena tiap orang akan memberikan sumbangannya sesuai dengan kesanggupannya, tiap orang akan mendapat sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam masyarakat yang sedemikian rupa itu, menurut Marx, orang-orang pun mudah pindah-pindah kerja, segalanya gampang dilakukan, orang tidak perlu belajar khusus berlama-lama untuk mempelajari sesuatu. Kemajuan pengetahuan dan mesin akan memungkinkan kemudahan ini. Dengan demikian maka tidak lagi ada perbedaan antara kerja otak dengan kerja tangan. Dan oleh sebab itu pulalah pembagian pun tidak berdasar pada jenis kerja yang dilakukan, melainkan pada keperluan hidup atau kebutuhan orang seorang.
Inilah gambaran masyarakat komunisme. Tentram, aman, tenang, tiada berkelas, manusia dengan disiplin diri dan pandangan terhadap kerja sebagai sumber kegembiraan, lepas dari perlu tidaknya kerja ini dipandang dari segi keuntungan dan kepentingan diri. Apakah manusia bisa bersikap demikian ? Transisi dari kapitalisme ke tingkat masyarakat komunisme tadi dilakukan oleh kelas pekerja dengan mempergunakan sistem yang disebut diktator proletariat. Diktator ini diperlukan untuk menghancurkan sisa-sisa borjuasi tadi. Kelas pekerja yang memegang kendali sistem pemerintahan ini tidak memikirkan diri atau kelasnya melainkan kata Karl Marx, keseluruhan masyarakat.
Dalam rangka keseluruhan masyarakat inilah juga yang dikecam oleh Marx bila golongan yang disebutkannya borjuasi itu mengemukakan bahwa mereka juga bekerja untuk masyarakat seluruhnya. Dan disinilah, bagi orang yang tidak menerima pikiran Marx sebagai suatu dogma atau kepercayaan, timbul keraguan dan tanda tanya apakah benar-benar kelas pekerja yang berkuasa itu akan bekerja untuk segenap masyarakat. Keraguan ini bertambah dengan pernyataan Marx sendiri, bahwa yang dapat mewakili kelas pekerja itu adalah kaum komunis.
Dengan kata lain, yang akan memerintah di dalam diktator proletariat itu adalah kaum komunis. Apakah jaminannya bahwa kaum ini tidak akan mementingkan diri dan golongan mereka pula, sebagai yang dituduhkan Marx terhadap golongan borjuasi.
Kesangsian ini bertambah dengan adanya pendapat Engels yang mengatakan tidak akan segan-segan menjalankan teror guna mencapai suatu maksud. Kekuasaan menurutnya adalah sama dengan paksaan kemauan orang lain terhadap kita dan sebaliknya orang yang dipaksa akan terpaksa tunduk.
Dengan kata lain, penguasa dalam revolusi dapat berbuat apa saja, dan akan memandang setiap lawan atau yang tidak setuju dengannya sebagai reaksioner atau kontra revolusioner. Kalau demikian, Marx dan Engels tidak mempergunakan ukuran yang sama terhadap golongannya sendiri. Teorinya tentang sejarah, yaitu dialektika yang dikandung oleh materialisme sejarah, tidak dilanjutkannya bila ia sampai kepada mas diktator proletariat yang dapat merupakan tesis, dan sebab itu bisa menimbulkan antitesis, dan selanjutnya memunculkan sintesis baru. Ia telah muncul saja dengan gambaran satu masyarakat yang tidak berkelas, masyarakat yang statis tidak lagi berkembang sesuai dengan garis historis materialisme itu.
C. Kesimpulan
1. Pemikiran Karl Marx dalam ajaran-ajarannya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh besar lainnya.
2. Gambaran idial masyarakat yang dicita-citakan yang berupa masyarakat komunisme yang sebenarnya belum ada. Walaupun sudah dilewatinya dengan melalui revolusi-revolusi tertentu (proletariat)
3. Pemikiran Karl Marx banyak dipelajari oleh masyarakat dunia, termasuk di Indonesia pengaruhnya sangat besar dan menjadi basis idiologi suatu pergerakan tertentu seperti :
a. Marxisme + Leninisme : Komunisme, dianut oleh PKI
b. Marxisme + Soekarnoisme : Marhaenisme, dulu dianut oleh PNI
c. Marxisme + Trotzkiisme : Sosialisme, dianut oleh PSI
d. Marxisme + Tan Malakaisme : Murbaisme, dianut Murba
Wallahu A’lam
Ahmad Murjoko
Penulis Buku Mosi Integral Natsir 1950, Dosen ilmu politik Islam STID M. NATSIR dan STAI HAS CIKARANG