“Sang Rajawali” Tak Terbang Lagi

January 4, 2024

“SANG RAJAWALI” TAK TERBANG LAGI

Obituari untuk Rizal Ramli

Telpon dari Darmadi Durianto, Selasa 2 Januari 2024, sekitar pukul 20.00, memotong konsentrasi saya yang sedang serius menyaksikan debat politik di salah satu stasiun televisi nasional. Darmadi mengabarkan Rizal Ramli meninggal dunia di RSCM, Jakarta Pusat. Saya tertegun beberapa saat, sebelum meminta Darmadi menjemput saya melayat ke rumah Rizal Ramli di Jalan Bangka IX, Jakarta Selatan.

Kenangan saya bersama Bung Rizal Ramli dimulai sejak 2002. Saat itu saya diminta menjadi salah satu anggota delegasi ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia), untuk mengikuti pertemuan tahunan ke-27 FAEA (Federation of ASEAN Economic Associations), di Hanoi, Vietnam (19-22 Desember 2002). Bung Rizal memimpin delegasi Indonesia, dan menyampaikan paparan tentang prospek perkembangan ekonomi ASEAN pasca krisis hebat 1997-1998 yang melanda ekonomi kawasan.

Pada paparan di hari kedua, saya mendapat giliran bicara. Pada sesi tersebut saya menyampaikan sebuah pernyataan yang provokatif, mengutip Josepth Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi 2001, bahwa apa yang baik untuk ekonomi Amerika Serikat belum tentu baik untuk ekonomi Vietnam (what is good for Washington is not necessarily good for Vietnam).  Begitu turun dari panggung, Bung Rizal mengatakan, “Pernyataan Mas Hen pasti akan jadi headline surat kabar di Vietnam”. Ternyata benar, keesokan harinya sejumlah surat kabar membuat pernyataan saya tersebut sebagai headline, dan Ketua Umum Asosiasi Ekonomi Vietnam, kembali mengutip pernyataan saya pada pidato penutupan pertemuan tahunan tersebut.

Pertemuan saya dengan Bung Rizal semakin sering setelah saya mengambil cuti panjang dari UKSW Salatiga dan pindah ke Jakarta. Saya saat itu diangkat sebagai Direktur Pascasarjana Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII), Jakarta. Bung Rizal mengenal baik Pak Kwik Kian Gie, salah satu pendiri IBII, dan merasa memiliki banyak kesamaan pandangan tentang politik ekonomi dan pengelolaan ekonomi makro Indonesia dengan Kwik Kian Gie, yang dipanggilnya dengan sebutan Mas Kwik.  Rizal Ramli menggantikan Kwik Kian Gie sebagai Menko Perekonomian dalam Kabinet Presiden Abdurrachman Wahid (Gus Dur).

Semasa Pak SBY menjadi Presiden, Bung Rizal mengorganisir sejumlah pemikir sosial, dan membentuk Tim Indonesia Bangkit (TIB). Tim ini secara rutin mengadakan diskusi dan menyampaikan berbagai kritik terhadap kebijakan ekonomi Kabinet SBY, yang dinilai mempraktikkan kebijakan ekonomi Neo-liberal. Dalam TIB bekumpul sejumlah pemikir seperti Revrisond Baswir, Iman Sugema, Fadhil Hasan, Hendri Saparini, Ichsanudin Noorsy, Aviliani, dan masih banyak lagi. Saya secara rutin ikut acara-acara yang diselenggarakan TIB.

Pada saat sejumlah tokoh politik nasional mendeklarasikan Komite Bangkit Indonesia (KBI), 31 Oktober 2007, saya mendapat kehormatan dari Bung Rizal, yang saat itu bertindak sebagai konvokator deklarasi, untuk berdiri di panggung bersama para tokoh nasional seperti Try Sutrisno, M. Taufiq Kiemas, Amien Rais, Wiranto, Akbar Tanjung, Pramono Anung, Yenny Wahid, Khofifah Indar Parawansa, Pramono Anung Wibowo, Moerdiono, Ahmad Syafii Maarif, Sabam Sirait, HS Dillon, dan masih banyak tokoh lagi. Dari sekian banyak tokoh, ada dua tokoh yang saya kenal sejak dari UKSW, Salatiga, yaitu Sudhamek Agung Waspodo (alumnus UKSW) dan tokoh PGI, Nathan Setiabudi.

Setelah saya masuk menjadi anggota DPR, Oktober 2009, hubungan kami terus semakin dekat, Pada saat saya menjadi anggota Pansus Angket Bank Century, Bung Rizal banyak memberi masukan yang sangat berharga. Cukup sering Bung Rizal langsung menelpon saya dan menyampaikan sejumlah temuan penting terkait skandal  tersebut.

Tak terhitung komunikasi yang saya jalin dengan Bung Rizal. Dua pertemuan fisik yang saya ingat dengan baik adalah saat Bung Rizal menghadiri acara pernikahan anak saya di Balai Kartini (23/8/2015) dan Pemberian Gelar Doktor Honoris Causa dari UKSW untuk Sudhamek (25/1/2016).  Yang saya ingat, paling kurang dalam tiga kali pertemuan, Bung Rizal meminta saya untuk menyemir rambut agar kelihatan hitam dan muda. Sampai sekarang saya belum memenuhi sarannya.

Pertemuan terakhir adalah diskusi tentang situasi politik terkini di The Café Hotel Mulia, Jakarta (1/3/23). Kami bertiga, dengan Darmadi Durianto, membicarakan manuver partai politik dalam proses penentuan pasangan calon dalam Pemilu Presiden (Pilpres) yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Kami melihat Bung Rizal sangat antusias untuk ikut terlibat dalam proses penting ini karena melihat banyak aspek kehidupan negara bangsa yang mendesak untuk dibenahi.

28 November 2023, saya mendengar Bung Rizal sakit dari rekan Anthony Budiawan, managing director PEPS (Political Economy and Policy Studies). Belakangan Bung Rizal sering menyebut nama Anthony sebagai salah satu pemikir yang kritik-kritiknya sangat tajam, dan didukung data kuat. Mendengar kabar dari Anthony, saya segera sadar, bahwa memang sudah beberapa bulan Bung Rizal tidak terlihat menyampaikan kritik tajamnya, seperti yang biasa dilakukannya, melalui podcast dan media sosial. Saya buka WhatsApp, kiriman berita terakhir yang saya terima dari Bung Rizal tertanggal 16 November 2023.

Sesekali, saat saya bertelpon dengan Pak Kwik Kian Gie, kami menyinggung analisis dan kritik Rizal Ramli terhadap dinamika demokrasi di Indonesia. Kritik Rizal Ramli selalu menarik, karena disampaikan dengan bahasa yang jelas dan tegas, menggunakan analogi yang mudah dipahami, dan disertai argumentasi kuat.

Kita kehilangan seorang senior yang konsisten dalam menyampaikan kritik terhadap berbagai kebijakan penyelenggaraan negara. Kita kehilangan tokoh sekaligus mentor aktivis yang gigih menyampaikan pgagasan-gagasannya melalui ceramah dan tulisan-tulisan yang diterbitkan dalam banyak buku. Kita kehilangan seorang ekonom senior yang lantang menolak pendekatan fundamentalisme pasar (market fundamentalism) dalam memecahkan persoalan-persoalan ekonomi dan sosial di negara berkembang.

Tokoh yang mendapat julukan “Rajawali Ngepret” ini, berpulang setelah menderita penyakit gula cukup lama, disusul kanker pankreas seperti yang banyak diberitakan.  Para penikmat demokrasi tak akan lagi mendengar getar suaranya yang khas, seperti suara parau menahan geram.

Selamat jalan menuju kosmos keabadian, Bung Rizal. Husnul khotimah. Vita brevis dignitas longa. (Hendrawan Supratikno, Jakarta, 3 Januari 2024).