KEWAJIBAN KONSTITUSIONAL PRESIDEN (12)
Abdullah Hehamahua
Seri 11 kemarin, dikomunikasikan tiga kebutuhan dasar warga negara, yakni: makan – minum, pakaian, dan perumahan. Tiga kebutuhan dasar lainnya adalah: pendidikan, pekerjaan, dan berumah tangga. Namun, seri ini, dikomunikasikan kebutuhan dasar kelima, yakni, lapangan kerja.
Presiden mendatang, dalam kontek lapangan kerja, jangan meniru kejahatan Jokowi yang mengijinkan puluhan ribu buruh kasar dari China. Padahal, banyak warga pribumi yang menganggur. Bahkan, BPS menyebutkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Februari 2024 sebesar 4,82 persen. Maknanya, ada 7.194.862 penganggur dari 142.179.046 orang angkatan kerja.
Presiden dan Lapangan Kerja
Presiden mendatang dengan mudah bisa menciptakan ratusan juta lapangan kerja. Dampak positifnya, hanya dalam waktu relative singkat (lima tahun), tidak ada lagi angkatan kerja yang menganggur. Aplikasinya, presiden fokus terhadap pengembangan industri dasar dan menengah berdasarkan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Indonesia.
Indonesia, sesuai dengan alinea ketiga Mukadimah UUD 45, “atas rahmat berkah Allah Yang Maha Kuasa,” mempunyai tiga SDA utama: hutan, laut, dan tambang.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan, Indonesia menjadi negara kedelapan yang memiliki hutan terluas di dunia. Bahkan, hutan tropis Indonesia adalah yang terbesar ketiga setelah Brazil dan Kongo. Apalagi, 59% daratan di Indonesia merupakan hutan tropis yang merupakan 10% dari total luas hutan di dunia, sekitar 126 juta hektar.
Hutan seluas itu menyediakan ratusan jenis lapangan kerja yang secara operasional dikategorikan dalam tiga rumpun, yakni: Pengolahan Hasil Hutan; Pertanian dan Perkebunan; dan Industri Agrobisnis.
Presiden dan Pengolahan Hasil Hutan
Hutan Indonesia dapat menyediakan jutaan lapangan kerja yang digolongkan menjadi dua jenis industri dasar: Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).
Kayu merupakan hasil hutan yang paling dominan. Sebab, kayu digunakan di berbagai industri seperti bahan bangunan, pembuatan kertas, perabot rumah, dan kegunaan lainnya. Namun, usaha tersebut tidak boleh merusak lingkungan. Ia juga tidak mengurangi fungsi pokok hutan, baik berupa pengambilan hasil hutan kayu maupun tanaman. Konsekwensi logisnya, Presiden mendatang, tidak boleh lagi ekspor kayu gelondongan atau stengah jadi. Pemerintah melalui BUMN/BUMD harus mengekspor “bahan jadi.”
Presiden dan Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
HHBK adalah hasil hutan hayati, baik nabati maupun hewani. Ia juga meliputi produk turunan dan budidaya kayu yang berasal dari hutan.
Operasionalisasinya, HHBK meliputi rotan, bambu, getah, daun, kulit, buah, madu, sagu; rotan, damar, kapur barus, kemenyan, gambir, kopal, gondorekum, terpentin, bambu, sutra alam, minyak kayu putih, dan tengkawang. Aneka ragam jenis hasil hutan bukan kayu, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Hutan Indonesia yang begitu luas juga diharapkan mampu menyerap emisi karbon dari masalah iklim global. Hutan juga menyediakan oksigen dan mencegah terjadinya berbagai bencana, seperti banjir, longsor, erosi, dan kekeringan.
Menteri Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, menyebutkan, 25% dari semua obat-obatan di negara maju, berasal dari nabati. Bahkan, menurutnya, di negara berkembang, kontribusinya mencapai 80 persen. Beliau tambahkan, hutan Indonesia berkontribusi sebagai sumber pangan bagi 48,8 juta orang yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Ditegaskan, 71,06% dari 31.957 desa di seluruh Indonesia, menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Tidak heran, PBB menyebutkan, hutan Indonesia menyediakan 86 juta “green jobs.”
Presiden dan Potensi Laut
Presiden mendatang dapat menciptakan lapangan kerja bagi puluhan juta rakyat dengan memfungsikan potensi laut. Sebab, hasil Konvensi Hukum Laut Internasional, 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica, menetapkan, luas wilayah laut Indonesia, 3.257.357 km². Bahkan, Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia sesudah Kanada, 99.083 km.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), memerkirakan, potensi ekonomi laut bisa mencapai Rp 20 rbu triliun per tahun. Namun, BPS menyebutkan, kontribusi sektor kelautan hanya 6% dari PDB.
Keanekaragaman hayati yang ada juga menjadi bahan baku obat-obatan, kosmetika, dan pangan. Laut juga menyimpan energi terbarukan maupun tidak terbarukan, seperti panas air laut, gelombang laut, dan arus laut. Sumber Daya Energi tidak terbarukan terdapat di dasar laut, seperti minyak dan gas bumi.
Potensi ekonomi maritim Indonesia tersebar di beberapa sektor utama, mulai dari perikanan, pariwisata, pertambangan, energi, hingga transportasi laut. Apalagi, 62% wilayah Indonesia adalah laut dan perairan. Ia mampu menciptakan lebih dari 45 juta lapangan kerja baru.
Presiden dan Hasil Tambang
Presiden mendatang jangan mengikuti kejahatan Jokowi yang memberikan keleluasaan bagi pengusaha swasta, dalam dan luar negeri yang mengeksplorasi tambang Indonesia. Padahal, pasal 33 UUD 45 menetapkan, bumi, air dan sumber daya alam di dalamnya dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesa-besar kemakmuran rakyat. Maknanya, SDA Indonesia, baik hutan, laut, maupun tambang harus dilola BUMN/BUMD.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, Indonesia punya tambang, mineral, dan batu bara. Ada 17 jenis tambang di Indoesia. Nilainya bisa mencapai Rp 62.500T. Bahkan, mantan Ketua KPK, Abraham Samad mengatakan, hasil kajian KPK menemukan, jika 17 tambang tersebut dilola tanpa KKN, setiap warga menerima Rp. 20 juta setiap bulan, tanpa kerja.
Simpulannya, presiden mendatang, jangan mengulangi kejahatan Jokowi yang memberi karpet merah ke oligarki dan tenaga kerja China sehingga penduduk pribumi menganggur atau menjadi budak mereka. Aplikasinya, presiden fokus terhadap eksplorasi hasil hutan, laut, dan tambang yang ada melalui BUMN/BUMD sehingga tidak ada warga negara yang menganggur.
Tindak lanjutnya, presiden harus menerbitkan Perppu yang membatalkan sejumlah undang-undang, khususnya mengenai Minerba, KPK, Cipta Kerja, Kesehatan, dan KUHP. Hanya dengan cara itu, presiden terelak dari proses pemakzulan. Sebab, beliau melaksanakan kewajiban konstitusionalnya. In syaa Allah !!! (Pahang, Malaysia, 1 Oktober 2024).