Indonesiamu, Indonesiaku, Indonesia Kita (6)

January 13, 2025

INDONESIAMU, INDONESIAKU, INDONESIA KITA (6)
Abdullah Hehamahua

Artikel seri ke-5 kemarin, menginformasikan, bagaimana memfungsikan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada agar bisa menyejahterakan rakyat.

Seri keenam ini, Penulis komunikasikan, pentingnya kayu sebagai salah satu kandungan hutan bagi kesejahteraan rakyat. Sebab, kayu, tidak hanya bermanfaat bagi manusia, tapi juga berperan dalam memelihara eksistensi alam itu sendiri.

Kayu Menurut Anda

Anda menganggap, pohon tumbuh dengan sendirinya sehingga tiada pihak mana pun yang berhak menguasainya. Bahkan, menurutmu, pemerintah pun tidak berwenang.
Namun, anda lupa bahwa, “founding fathers” kita menetapkan pasal 33 UUD 45 di mana SDA yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara. Untuk apa.? Ya, untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemaslahatan rakyat.

Konsekwensi logisnya, anda tidak boleh sesuka hati menebang pohon. Bahkan, anda pun tidak bisa sesuka hati menebang pohon yang berada di pekarangan atau kebun milikmu. Sebab, fakta membuktikan, banyak musibah yang terjadi akibat penebangaan pohon secara bebas.

Provinsi Riau misalnya, terjadi penggundulan hutan seluas 8,2 hektar per menit. Bahkan, dua dari tiga gubernur Riau yang ditangkap KPK karena terlibat kasus suap mengenai ijin penebangan hutan.

Anda pun tidak peduli atas musibah yang melanda daerah Wasior, Papua Barat karena penebangan pohon secara liar. Dampak negatifnya, banjir bandang (2010) menewaskan 158 penduduk. Bahkan, 145 orang dinyatakan hilang, terbawa banjir.

Kuakui, anda memanfaatkan sebagian pohon untuk bangunan rumah dan industri tekstil. Namun, anda mengekspor kayu dalam bentuk gelondongan yang sangat merugikan negara. Spatutnya, kayu diekspor dalam bentuk olahan. Tragisnya, anda, tahun 2013, mengimpor kayu dan furniture sebesar Rp. 33 triliun.

Kayu Menurut Saya

Kayu, di kampungku tempo dulu, merupakan bahan bakar utama untuk memasak. Kayu juga digunakan ayahku sebagai bahan bakar dalam menempa besi menjadi parang, pisau, pedang, tombak, dan perlatan rumah tangga lainnya. Sebab, ayahku seorang pandai besi. Namun, ayah mengingatkan, agar jangan menebang pohon secara membabi buta.

Ternyata, Nabi Muhammad SAW bersabda, “jangan menebang pohon kecuali diperlukan.” Bahkan, ada larangan keras bagi penduduk Makkah, termasuk jamaah haji. Mereka yang menebang pohon besar, dendanya seekor unta. Menebang pohon kecil, dendanya seekor kambing.

Rumah di kampungku, seluruhnya dibuat dari hasil di hutan, khususnya kayu. Tiang, pintu, jendela, dan paku berasal dari kayu.
Dinding rumah terbuat dari gaba-gaba, yakni pelepah pohon rumbia (sagu). Rangka atap dibuat dari bambu. Atap rumah terbuat dari daun pohon sagu. Tali untuk mengikat atau menjahit atap berasal dari bambu. Bahkan, loteng rumah juga terbuat dari gaba-gaba.

Orang kampungku biasa buat sampan sendiri dari sebatang pohon, berukuran sedang. Pohon itu cukup untuk sampan yang bisa menampung tiga orang penumpang.
Dayung juga dibuat dari kayu. Gayung dibuat dari batok kelapa atau buah hutan sebesar buah kelapa tua. Sampan ini lazimnya digunakan untuk menangkap cumi-cumi, ikan kakap merah, dan tongkol. Sampan digerakkan oleh tenaga manusia.

Orang kampungku juga biasa gotong royong membuat arombai (sampan berukuran besar). Bahan baku, seluruhnya kayu. Arombai ini digunakan untuk dua kegiatan:
Pertama, lomba balapan di sungai atau laut pada hari hari besar nasional seperti 17 Agustus. Kedua, arombai digunakan oleh anggota Koperasi Nelayan (11 orang) untuk menangkap ikan di tempat yang jauh dari daratan. Mereka menggunakan jaring yang panjang sampai puluhan meter untuk menangkap ikan. Arombai ini juga digerakkan oleh tenaga manusia

Orang kampung di Aselulu, pulau Ambon, membuat “boat.” Seluruh bahan bakunya dari hutan, baik kayu, tali, paku, maupun peralatan lainnya. “Boat” ini digerakkan oleh mesin yang menggunakan bahan bakar solar.

“Boat” biasa digunakan untuk mengantar penumpang dari satu pulau ke pulau lain yang bisa memerlukan waktu, 2 sampai 10 jam. “Boat” ini digerakkan oleh mesin yang menggunakan minyak solar. Ia bisa menampung maksimal 50 penumpang.

Eksplorasi Kayu Kita

UU No. 18/2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pasal 18 ayat (1) menetapkan pidana penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar bagi pelaku pembalakan kayu secara illegal.

Pasal 78 ayat (5), UU Kehutanan menetapkan, “Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan tersebut, maka diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.5 miliar.”

Faktanya, penggundulan hutan masih terus berjalan. Hal ini dibuktikan dengan seringnya tanah longsor di hampir seluruh Indonesia, setiap ada hujan lebat. Penyebabnya, penegakkan hukum belum berjalan sebagaimana mestinya.

Namun demikian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tahun 2022 menyetor ke rekening kas umum negara sebesar Rp. 6,38 triliun. Bahkan, pada triwulan III 2022, sumbangan sektor lingkungan hidup dan kehutanan terhadap PDB sebesar Rp.87,56 triliun. Sayang, tidak disebutkan secara spesifik, berapa sumbangan eksplorasi kayu Indonesia terhadap APBN/APBD.

Simpulannya, kayu merupakan salah satu sumber pemasukan APBN/APBD yang signifikan sehingga negara tidak perlu berutang. Bahkan, rakyat tidak perlu bayar pajak. Kiatnya, beberapa langkah perlu dilakukan, antara lain:

1. Pengawasan ketat terhadap hutan lindung. Sebab, Indonesia memiliki hutan lindung terluas kedua di dunia.

2. Eksplorasi kayu, baik untuk keperluan domestik maupun ekspor harus dalam bentuk olahan berupa satu set rumah. Ia terdiri dari: tiang dinding, pintu, jendela, loteng, lantai, tempat tidur, kursi, meja, lemari pakaian, lemari dapur.serta peralatan dapur lainnya.

3. Koperasi Petani, bekerja sama dengan kementerian terkait, melakukan gerakan menanam pohon secara nasional.

4. Presiden melalui KLHK menetapkan ketentuan, setiap orang yang menebang sebatang pohon miliknya, wajib menanam dua pohon sebagai pengganti. Semoga !!! [Bersambung) (Shah Alam, 12 Januari 2025)