GIBRAN CAWAPRES ILEGAL
Oleh:
Teguh Satya Bhakti
Dosen FH UNKRIS
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melalui Putusan MKMK
Nomor 02/MKMK/L/11/2023 memutuskan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar
Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta
Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan
Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Alhasil.
MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
Menariknya salah satu majelis MKMK Bintan R. Saragih menyatakan pendapat
berbeda (dissenting opinion) terkait pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua MK
Anwar Usaman. Bintan menegaskan bahwa Anwar Usman telah terbukti melakukan
pelanggaran berat, dan seharusnya sanksi yang diberikan kepada Anwar adalah
pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan
Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Selain Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023, MKMK juga mengeluarkan
putusan lainnya terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim
Konstitusi atas Terlapor: Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan sanksi teguran lisan
secara kolektif terhadap Hakim Terlapor (Putusan MKMK Nomor
03/MKMK/L/11/2023), Terlapor Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan sanksi teguran
tertulis (Putusan MKMK Nomor 04/MKMK/L/11/2023), terlapor Hakim Konstitusi
Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Daniel
Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah (Para Hakim Konstitusi) dengan sanksi
teguran lisan secara kolektif terhadap Hakim Terlapor (Putusan MKMK Nomor
05/MKMK/L/10/2023).
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kedudukan hukum Putusan MK
Nomor 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023, pasca Putusan MKMK di atas?
Dalam konteks pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman oleh Mahkamah Agung
dan Badan Peradilan dibawahnya, jika Badan Peradilan tingkat pertama
mengeluarkan putusan, dan kemudian putusan itu dianggap tidak sesuai hukum dan
tidak mencerminkan keadilan, maka mekanisme untuk melakukan pembetulan
terhadap putusan tersebut adalah melalui lembaga Banding oleh Pengadilan Tinggi,
serta melalui lembaga Kasasi dan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung.
Sementara pemeriksaan dan peninjauan ulang terhadap Putusan MK secara normatif
tidak ada karena putusannya menurut UUD adalah final dan mengikat. Namun dalam
praktek peradilannya, MK pernah memeriksa dan menijau ulang putusannya sendiri
sepanjang batu uji/dasar pengujian yang digunakan dalam permohonan terhadap
pasal yang sama, berbeda dengan batu uji/dasar pengujian permohonan sebelumnya.
Apalagi jika ternyata putusan MK sebelumnya terbukti ada pelanggaran terhadap
Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama) dan bermasalah dari
segi konflik kepentingan, seperti yang terjadi dalam Putusan MK 90.
Saat ini MK sedang menangani upaya pemohonan kembali kedua terhadap
syarat usia capres dan cawapres dalam UU Pemilu dalam Putusan MK 90 melalui
perkara Nomor AP3: 141/PUU/PAN.MK/AP3/10/2023. Lalu bagaimana legalitas
kedudukan hukum Gibran selaku Cawapres Prabowo?
Sebagaimana kita ketahui bakal cawapres pasangan Prabowo yaitu Gibran
Rakabuming Raka belum berusia 40 (empat puluh) tahun pada hari Rabu tanggal 25
Oktober 2023 tatkala yang bersangkutan melakukan Pendaftaran Bakal Pasangan
Calon Presiden dan Wakil Presiden di KPU RI. Namun uniknya, KPU RI menerima
saja pendaftaran tersebut, padahal Gibran nyata-nyata tidak memenuhi syarat
sebagai cawapres menurut Ketentuan Pasal 169 huruf q UU No. 7/2017 dan Pasal 13
ayat 1 huruf q PKPU No. 19/ 2023. Boleh jadi, pada saat itu KPU RI mendasarkan
penerimaan pendaftaran tersebut dengan mengacu pada Putusan MK 90, yang
membolehkan capres/cawapres itu berusia paling rendah 40 (empat
puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan
umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Akan tetapi persoalannya adalah, KPU RI pada tanggal 25 Oktober 2023 belum
merubah Pasal 13 ayat 1 huruf q PKPU No. 19/ 2023 (aturan yang dibuatnya sendiri
pada tanggal 9 Oktober 2023), yang mengatur tentang Pencalonan Peserta Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang mensyaratkan usia capres/cawapres
harus berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun. Artinya pendaftaran gibran
sebagai cawapres prabowo sejak semula tidak memenuhi syarat menurut PKPU No.
19/ 2023.
PKPU No. 19/ 2023 baru diubah KPU pada tanggal 3 November 2023 dengan
konsideran menimbang mengacu pada Putusan MK 90 dengan menyisipkan Pasal 13
ayat 1 huruf q yang berbunyi: Syarat untuk menjadi calon Presiden dan calon Wakil
Presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang
menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah.
Kemudian ayat 3-nya menyatakan Syarat calon Presiden dan Wakil Presiden berusia
paling rendah 40 (empat puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q
terhitung sejak penetapan Pasangan Calon oleh KPU.
Persoalan yang muncul kemudian adalah, bagaimana kedudukan Pasal 13
ayat 1 huruf q dalam perubahan PKPU No. 19/ 2023 tanggal 3 November 2023, pasca
Majelis Putusan Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) berupa Putusan MKMK
Nomor 02/MKMK/L/11/2023, Putusan MKMK Nomor 03/MKMK/L/11/2023, Putusan
MKMK Nomor 04/MKMK/L/11/2023 dan Putusan MKMK Nomor 05/MKMK/L/10/2023,
yang secara tegas menyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik dan
Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama) yang dilakukan oleh Ketua MK, Wakil
Ketua MK dan Para Hakim Konstitusi lainnya?
Jika melihat rentetan uraian peristiwa yang terjadi, maka dapat dipahami bahwa
Putusan MK 90 adalah Putusan yang bermasalah dari segi etika dan dan bermasalah
dari segi konflik kepentingan. Konsekuensinya adalah demi hukum, maka perubahan
PKPU No. 19/ 2023 tanggal 3 November 2023 juga bermasalah dari segi etika dan
dan bermasalah pula dari segi konflik kepentingan. Dan pada akhirnya
berkonsekuensi pula pada pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo.
Walaupun secara legitimasi politik, pasangan capres dan cawapres Prabowo
Gibran telah memenuhi syarat presidential threshold, yaitu persentase raihan suara
gabungan partai politik yang mencalonkannya sebagai pasangan capres dan
cawapres, namun secara legalitas pasangan cawapres Gibran tidak memenuhi
kualifikasi sebagai Cawapres prabowo secara hukum, serta bermasalah dari segi etika
dan bermasalah dari segi konflik kepentingan. Oleh karenanya, diharapkan Gibran
memiliki memiliki jiwa, perasaan, keinsyafan dan keyakinannya
sebagai seorang negarawan untuk memikirkan kembali pencalonannya sebagai
cawapres Prabowo guna kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar di masa
depan, dengan memberikan kesempatan kepada gabungan partai politik yang
mendukungnya untuk mencari sosok yang memenuhi syarat secara hukum,
mengingat permainan sudah akan dimulai terhitung sejak penetapan Pasangan Calon
oleh KPU

Gawat!!!Koruptor Dapat Rehabilitasi Abolisi dan Amnesti
GAWAT !!!. KORUPTOR DAPAT REHABILITASI, AMNESTI, DAN ABOLISI Abdullah Hehamahua Selama 80 tahun usia Indonesia,
