Jika Putusan MK 90 Dimaknai Bersifat Prospektif

November 9, 2023

JIKA PUTUSAN MK 90 DIMAKNAI BERSIFAT PROSPEKTIF

Oleh:

Teguh Satya Bhakti

Dosen Hukum Tata Negara

FH Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta

Pada tanggal 9 Oktober 2023, KPU RI menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PKPU No. 19/ 2023). Sistematika PKPU ini meliputi Tahapan Pencalonan, Persyaratan Pencalonan Dan Syarat Calon, Penetapan Dan Pengundian Nomor Urut Pasangan Calon, Perpanjangan Pendaftaran, Penggantian Calon, Sistem Informasi Pencalonan, Penyelenggaraan Pencalonan Presiden Dan Wakil Presiden Dalam Keadaan Bencana, Pedoman Teknis, Dan Ketentuan Penutup.

Pada tanggal 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” adalah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”

Pada tanggal 25 Oktober 2023, pasangan bakal capres dan cawapres Prabowo dan Gibran yang dicalonkan oleh gabungan partai politik mendaftar di KPU RI sebagai Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Dari tiga peristiwa di atas, pertanyaannya, sejak kapan Putusan MK 90 mulai dinyatakan berlaku secara hukum?

Pasal 47 UU MK menyatakan:

“Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum”;

Pasal 56 Ayat (3) UU MK menyatakan:

“Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;

Pasal 57 Ayat (1) UU MK menyatakan:

“Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi, muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, materi muatan ayat, pasal, dan atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”;

Pasal 58 UU MK berbunyi:

“Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas, dapat disimpulkan bahwa akibat hukum putusan MK yang menyatakan undang-undang, bagian dari undang-undang, pasal, atau ayat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, adalah terhitung sejak putusan itu selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Artinya Putusan MK berlaku secara prospektif kedepan (ex nunc) dan tidak retrospektif kebelakang (ex tunc), dengan konsekuensi yuridisnya yaitu UU yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dianggap tidak ada dan tidak berlaku lagi, dan tidak melahirkan hak dan kewenangan serta tidak pula dapat membebankan kewajiban apapun.

Jika dikaitkan dengan daya laku Putusan MK 90 yang diputus pada tanggal 16 Oktober 2023, maka dapat dimaknai Putusan MK 90 berlaku sejak pada tanggal 16 Oktober 2023 ke depan. Pertanyaan hukum berikutnya adalah mengapa KPU RI menerima pendaftaran pasangan bakal capres dan cawapres Prabowo dan Gibran pada tanggal 25 Oktober 2023, padahal aturan main mengenai Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yaitu PKPU No. 19/ 2023 telah ditetapkan oleh KPU RI sebelum adanya Putusan MK 90 yaitu tanggal 9 Oktober 2023. Apakah sikap KPU RI yang demikian dapat dibenarkan secara hukum?

Pada tanggal 3 November 2023, sebagai pelaksanaan Putusan MK 90, KPU RI melakukan perubahan terhadap PKPU No. 19/ 2023, khususnya terhadap ketentuan pasal 13 yang mengatur tentang syarat untuk menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah penerapan pasal 13 dalam perubahan PKPU No. 19/ 2023 dapat diberlakukan secara surut (retroactive) terhadap pasangan bakal capres dan cawapres Prabowo dan Gibran yang mendaftar pada tanggal 25 Oktober 2023? Apakah Pasal 13 dalam perubahan PKPU No. 19/ 2023 dapat dilaksanakan pada saat tahapan Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sudah dan sedang berlangsung?

Jika dikaitkan dengan dengan asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, khususnya huruf d, yang berbunyi: Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: d. dapat dilaksanakan, yang dalam Penjelasannya disebutkan bahwa “asas dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis, dan juga dengan Pasal 6 ayat (1) UU 12 /2011, khususnya huruf i, yang berbunyi: Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: i. ketertiban dan kepastian hukum, yang dalam Penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum. Pertanyaannya adalah, apakah ketentuan Pasal 13 dalam perubahan PKPU No. 19/ 2023 dapat dilaksanakan? apakah ketentuan Pasal 13 dalam perubahan PKPU No. 19/ 2023 dapat menciptakan ketertiban dan menciptakan kepastian hukum?

Melihat perkembangan realitas yang terjadi, dimana terjadi suasana politik hukum yang begitu dinamis dan puncaknya adalah pada tanggal 7 November 2023, dengan dikeluarkannya 4 (empat) Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, dengan amar Putusan yang menyatakan dengan tegas bahwa terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama) yang dilakukan oleh Ketua MK, Wakil Ketua MK dan Para Hakim Konstitusi lainnya dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Pertanyaan akhirnya adalah apakah Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang seperti sekarang ini yang kita inginkan pada pemilu 2024 mendatang? Apakah dengan aturan pemilu yang seperti ini kita bisa melahirkan Presiden dan Wakil Presiden yang negarawan? Apakah kepentingan bangsa dan kepentingan rakyat bisa diwujudkan dengan dengan cara-cara politik hukum seperti ini saat ini? Itulah beberapa masukan pemikiran yang kiranya dapat dipertimbangkan oleh para supra struktur politik dan infra struktur politik dalam memecahkan persoalan-persoalan hukum demi menjamin konsistensi dan kepastian hukum serta pemilihan umum yang efektif dan efisien.

 

Korupsi Ala Prabowo (7)

KORUPSI ALA PRABOWO (7) Abdullah Hehamahua PSN berupa PIK 2, mengundang perhatian publik seluruh Indonesia.