Rekontruksi Dakwah Politik Menuju Peradaban Indonesia Emas lagi Berkah 2045
—————
Ahmad Murjoko
Direktur Sekolah Politik Masyumi (SPM)
—-
Rekonstruksi dakwah politik di Indonesia Pasca keruntuhan Turkey Ustmani adalah sebagai proses membangun kembali atau memperbaiki sesuatu yang rusak atau tidak efektif dalam dunia politik di Indonesia pasca kejatuhan Turkey Ustmani melalui berbagai pendekatan berupa Reorientasi, Transformasi, Reposisi, Reformasi, Revolusi, hingga Rekonstruksi.
Dalam konteks Kejatuhan Turkey Ustmani maka makna Rekonstruksi adalah tentang perlunya perbaikan atas rusaknya atau tidak efektinya dakwah politik berupa perspektif, paradigma, kerangka, nilai, makna, pendekatan dan fokus perhatian, atas historisme, yuridis, filosofis dan peran-peran Kekhalifahan Turkey Ustmani selama ini yang berdampak pada negara-negara yang dalam pengaruhnya, khususnya Indonesia.
Aktifitas dakwah dan politik di Indonesia sudah banyak dilakukan oleh para ulama dan tokoh lain sebelumnya. Penulis ambilkan salah satunya adalah sosok tokoh Partai Masyumi dan sekaligus pendiri Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) yakni Mohammad Natsir yang menjelaskan tentang berdakwah melalui jalur politik maksudnya adalah menggunakan politik sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam dan memperjuangkan kepentingan umat Islam.
Ini berarti bahwa aktivitas politik bukan hanya sekedar memperebutkan kekuasaan, tetapi juga sebagai cara untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam dan kepentingan umat Islam.
Dalam salah satu tulisan di Majalah Tempo, Mohammad Natsir menyatakan bahwa : Politik Melalui Jalur Dakwah tertanggal 1989-12-02 / Halaman : 51 menuliskan tentang aktifitas dakwah dan politik secara bersamaan disampaikan oleh p natsir dengan manyatakan bahwa :
“Ada tiga guru yang mempengaruhi alam pikiran saya. Pertama, Tuan Hassan — pimpinan Persis (Persatuan Islam) Bandung — lalu Haji Agus Salim, dan Syech Akhmad Syoerkati — pendiri Al Irsyad itu.
Kalau ke rumah tuan Hassan, saya selalu menanyakan suatu persoalan. Lalu diskusi. Dari situ, saya dikasih buku-buku. Seperti buku Tafsir Al-Furqon, atau tafsir The Holy Quran karya Muhammad Ali. Saya juga aktif di JIB cabang Bandung. Di situ saya belajar politik, mengetahui bagaimana perjuangan kita, mengenal Prawoto Mangkusasmito, Haji Agus Salim, dan lain-lain. Budi Utomo yang berdiri pada 1908, PSI (Partai Syarikat Islam — sebelum akhirnya menjadi PSII) dan Muhammadiyah pada 1912, saya ikuti. Saya mulai terlibat dalam gerakan Islam di bidang politik.”
Narasi tulisan tempo tersebut menegaskan perjalanan hidup sosok Natsir yang berlatar belakang kental didikan agama harus bertemu dengan dunia politik yang berawal dari keluarga Muslim yang taat dengan tradisi suraunya di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, mendorongnya agar mendalami agama. Apalagi rumahnya dekat dengan masjid sehingga sejak kecil makanan saya sehari-hari mengaji.
Selanjutnya dorongan untuk belajar agama dari orangtua begitu kuat. Pagi sekolah umum, sore masuk sekolah agama (madrasah diniyah), dengan belajar bahasa Arab, dan malam hari mengaji. Dukungan guru agama yang memberikan pelajaran ekstra seperti ngaji kitab kuning, P Natsir juga lebih terarik pada pada dunia pendidikan dan agama dan aktif di Jong Islaminten Bond (JIB) daripada menjadi seorang meester in de rechten atau sarjana hukum ke Belanda. Walaupun sesungguhnya ia telah mendapatkan peluang beasiswa sekolah di Belanda namun lebih memilih sekolah di AMS Bandung walaupun bahasa Belandanya masih pas2an.
Namun justeru karena sekolah di AMS Bandung inilah menjadikan Natsir berubah dari seorang yang tidak hanya sekedar paham agama namun juga mahir tentang politik karena bertemu dan sekaligus berpolemik dengan tokoh-tokoh besar politik seperti Bung Karno yang terkenal dengan pidato-pidato politiknya.
Berikutnya adalah saat Natsir bergabung menjadi anggota partai PSII dan penulis majalah Pembela Islam yang oplahnya cukup besar dan tersebar meluas ke pondok-pondok dan umum lainnya. Maka makin kentalah tentang gagasan antara dakwah dan politik dari sosok Natsir tersebut. Hingga saat penjajahan jepang aktif Majelis Islam A’la Indonesia (MIA) yang kemudian menjadi Partai Politik Islam Indonesia Masyumi. Sebuah partai politik yang berdasarkan Islam yang mempunyai aktifitas dakwah di samping peran dan fungsi utamanya sebagai partai politik.
Namun seiring dengan Partai Masyumi menyatakan membubarkan diri maka gagasan dakwah dan politik berubah makna tidak hanya sekedar menjelaskan tentang sejarah perjalanan panjang seorang pendakwah Natsir menjadi seorang politisi sekaligus. Namun bergeser menjadi penjelasan tentang dulu berdakwah melalui jalur politik yakni Partai Masyumi.
Karena Partai Masyumi membubarkan diri maka berubah menjadi berpolitik melalui jalur dakwah. Menurut Mohammad Noer salah satu Wakil Ketua Umum DDII dalam silaturahim DPP Partai Masyumi Pusat dengan DDII pada hari Rabu, 9 April 2025 menjelaskan, belum ditemukan secara pasti tentang kronologis peristiwa bagaimana lahirnya kata dakwah politik dan politik dakwah seperti tersebut di atas dan tenar di kalangan aktifis Dewan Dakwah ?
Menurutnya, setelah Masyumi membubarkan diri maka dibentuklah dua tim yakni satu tim untuk mempersiapkan Rehabilitasi Partai Masyumi dan kedua mempersiapkan tim dakwah jika Partai Masyumi tidak bisa direhabilitir. Sehingga kalimat yang sering muncul adalah “Dulu berdakwah melalui jalur Politik” dan “Sekarang berpolitik melalui jalur dakwah” ?
Dalam konteks ini, Mohammad Natsir percaya bahwa politik dapat menjadi sarana efektif untuk menyebarkan ajaran Islam dan memperjuangkan kepentingan umat Islam. Oleh karena itu, beliau aktif dalam kegiatan politik dan menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah politik Islam di Indonesia.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa pendapat Mohammad Natsir tentang berdakwah melalui jalur politik tidak berarti bahwa beliau mendukung penggunaan kekerasan atau cara-cara yang tidak etis dalam berpolitik. Sebaliknya, beliau percaya bahwa politik harus dilakukan dengan cara yang adil, jujur, dan transparan. Pendapat P. Natsir tentang berdakwah melalui jalur politik tersebut tertuang dalam buku berjudul “Politik Melalui Jalur Dakwah” yang ditulis oleh Mohammad Natsir sendiri. Buku ini diterbitkan oleh Media Dakwah pada tahun 2008.
Adapun arti berdakwah melalui jalur politik dan berpolitik melalui jalur dakwah adalah dua konsep yang terkait namun memiliki nuansa yang berbeda. Berdakwah melalui jalur politik berarti menggunakan politik sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam dan memperjuangkan kepentingan umat Islam. Ini berarti bahwa aktivitas politik diarahkan untuk mencapai tujuan dakwah, seperti menyebarkan nilai-nilai Islam, memperjuangkan hak-hak umat Islam, dan membangun masyarakat yang adil dan berkeadilan.
Sedangkan berpolitik melalui jalur dakwah berarti menggunakan dakwah sebagai landasan dan orientasi dalam berpolitik. Ini berarti bahwa aktivitas politik diarahkan untuk mencapai tujuan yang lebih luas, yaitu memperjuangkan kepentingan umat Islam dan membangun masyarakat yang adil dan berkeadilan, dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam kedua konsep tersebut, politik dan dakwah tidak dipisahkan, melainkan diintegrasikan untuk mencapai tujuan yang lebih luas.
Kenapa p Natsir mengajukan dua pendekatan tersebut ?
Pendekatan “Berdakwah Melalui Jalur Politik” dan “Berpolitik Melalui Jalur Dakwah” yang diajukan oleh Mohammad Natsir bertujuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan politik dan masyarakat. Mohammad Natsir percaya bahwa politik dan dakwah tidak dapat dipisahkan, karena keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat. Oleh karena itu, beliau mengajukan dua pendekatan tersebut untuk memperkuat peran Islam dalam kehidupan politik dan masyarakat.
Dengan demikian, Mohammad Natsir berharap bahwa umat Islam dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam kehidupan politik dan masyarakat, serta dapat memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Namun apakah berdakwah dan berpolitik harus bersamaan ?
Dalam konteks Islam, berdakwah dan berpolitik tidak harus selalu bersamaan, tetapi keduanya memiliki kaitan yang sangat erat. Berdakwah adalah proses penyampaian ajaran Islam dan nilai-nilai kebaikan kepada masyarakat, sedangkan berpolitik adalah proses pengambilan keputusan dan pengelolaan kekuasaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kaitan berdakwah dan berpolitik dalam Islam, berdakwah dan berpolitik memiliki kaitan yang sangat erat karena keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat. Berdakwah dapat membantu memperkuat nilai-nilai Islam dalam masyarakat, sedangkan berpolitik dapat membantu mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana peran pemuda, mahasiswa dan aktifis dakwah dan politisi muslim dalam melihat pasca kejatuhan Turkey Utsmani dapat tergambarkan dari pilihan diksi Tugas Akhir Semester (UAS) Mahasiswa STID M. NATSIR Pengambil Matakuliah Pengantar Ilmu Politik Islam tahun ajaran 2024-2025 tentang rekonstruksi dakwah politik di Indonesia Pasca keruntuhan Turkey Ustmani yakni perlunya melakukan hal-hal sebagai berikut : Reorientasi, Transformasi, Reposisi, Reformasi, Revolusi, hingga Rekonstruksi.
Secara harfiah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Reorientasi adalah peninjauan kembali wawasan. Reorientasi dapat dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sikap dan sebagainya. Reorientasi dapat diartikan sebagai proses mengubah arah atau fokus dari sesuatu. Dalam konteks Kejatuhan Turkey Ustmani makna reorientasi adalah perlunya peninjauan kembali tentang persspektif, pendekatan dan fokus perhatian atas historisme, yuridis, filosofis dan peran-peran Kehalifahan Turkey Ustmani selama ini yang berdampak pada negara-negara dalam pengaruhnya.
Berikutnya, Transformasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah berarti perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya). Secara umum, transformasi merujuk pada proses perubahan yang menyebabkan sesuatu menjadi berbeda dari wujud asalnya. Transformasi dapat diartikan sebagai proses perubahan yang mendalam dan signifikan dalam suatu sistem, struktur, atau institusi. Dalam konteks Kejatuhan Turkey Ustmani makna transformasi adalah perlunya perubahan rupa tentang perspektif, paradigma, nilai, pendekatan dan fokus perhatian, paradigma atas historisme, yuridis, filosofis dan peran-peran Kekhalifahan Turkey Ustmani selama ini yang berdampak pada negara-negara yang dalam pengaruhnya.
Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Reposisi berarti penempatan kembali ke posisi semula atau penataan kembali posisi yang ada, atau penempatan ke posisi yang berbeda atau baru. Lebih detailnya, reposisi bisa diartikan sebagai: Penempatan kembali ke posisi semula. Misalnya, setelah sebuah benda atau objek dipindahkan, reposisi berarti menempatkannya kembali ke posisi asalnya. Penataan kembali posisi yang ada ini bisa merujuk pada pengaturan ulang posisi objek atau elemen dalam suatu sistem atau struktur. Penempatan ke posisi yang berbeda atau baru. Dalam konteks Kejatuhan Turkey Ustmani makna Reposisi adalah perlunya perubahan rupa tentang perspektif, paradigma, kerangka, nilai, makna, pendekatan dan fokus perhatian, atas historisme, yuridis, filosofis dan peran-peran Kekhalifahan Turkey Ustmani selama ini yang berdampak pada negara-negara yang dalam pengaruhnya.
Sedangkan arti reformasi menurut KBBI adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Reformasi berarti sebagai sebuah roses perubahan atau perbaikan tentang suatu sistem, struktur atau institusi yang bertujuan untuk membuat sistem, struktur, atau institusi lebih baik, lebih efektif, atau lebih adil. Reformasi dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Dalam konteks Kejatuhan Turkey Ustmani makna Reformasi adalah perlunya perubahan rupa tentang perspektif, paradigma, kerangka, nilai, makna, pendekatan dan fokus perhatian, atas historisme, yuridis, filosofis, sistem pemerintahan, kebijakan, dan peran-peran Kekhalifahan Turkey Ustmani selama ini yang berdampak pada negara-negara yang dalam pengaruhnya.
Selanjutnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), evolusi berarti perubahan baik pertumbuhan maupun perkembangan secara berangsur-angsur dan perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit. Evolusi juga dapat diartikan sebagai perkembangan yang terjadi secara bertahap dalam jangka waktu yang lama. Evolusi adalah proses perubahan yang terjadi secara bertahap dan berkelanjutan dalam suatu sistem, struktur, atau organisme. Dalam konteks biologi, evolusi merujuk pada perubahan genetik dalam suatu populasi organisme yang terjadi melalui proses seleksi alam, mutasi, dan drift genetik. Dalam konteks Kejatuhan Turkey Ustmani makna Evolusi adalah perlunya perubahan rupa tentang perspektif, paradigma, kerangka, nilai, makna, pendekatan dan fokus perhatian, atas historisme, yuridis, filosofis dan peran-peran Kekhalifahan Turkey Ustmani selama ini yang berdampak pada negara-negara yang dalam pengaruhnya.
Berikutnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), revolusi berarti perubahan ketatanegaraan atau pemerintahan atau keadaan sosial yang dilakukan dengan kekerasan, seperti dengan perlawanan bersenjata. Revolusi juga dapat berarti perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. Selain itu, revolusi juga merujuk pada peredaran bumi dan planet-planet lain dalam mengelilingi matahari. Revolusi adalah perubahan besar dan cepat dalam suatu sistem, struktur, atau institusi yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Revolusi dapat terjadi dalam berbagai bidang politik, sosial, ilmiah, dll. Dalam konteks Kejatuhan Turkey Ustmani makna Revolusi adalah perlunya perubahan rupa tentang perspektif, paradigma, kerangka, nilai, makna, pendekatan dan fokus perhatian, atas historisme, yuridis, filosofis dan peran-peran Kekhalifahan Turkey Ustmani selama ini yang berdampak pada negara-negara yang dalam pengaruhnya.
Adapun pengertian rekonstruksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata konstruksi yang artinya pembangunan yang kemudian ditambah imbuhan re menjadi rekonstruksi. Hal itu berati, rekonstruksi artinya pengembalian seperti semula atau penyusunan (penggambaran) kembali. Rekonstruksi dapat diartikan sebagai proses membangun kembali atau memperbaiki sesuatu yang rusak atau tidak efektif. Dalam konteks Kejatuhan Turkey Ustmani makna Rekonstruksi adalah perlunya perubahan rupa tentang perspektif, paradigma, kerangka, nilai, makna, pendekatan dan fokus perhatian, atas historisme, yuridis, filosofis dan peran-peran Kekhalifahan Turkey Ustmani selama ini yang berdampak pada negara-negara yang dalam pengaruhnya.
Menurut penulis terdapat 2 hal besar rekonstruksi yang bisa dilakukan dalam dakwah politik pasca kejatuhan Turkey Utsmani di Indonesia adalah sebagai berikut :
I. Rekonstruksi Internal melalui Partai Politik Islam
Studi literatur tentang kajian sejarah mengapa peradaban besar dunia bisa bertahan jatuh dan bangun hingga ratusan ribu tahun ? Dan bahkan bisa hidup dan berkembang sepanjang zaman perlu menjadi perhatian serius bagi para arsitek peradaban berikutnya terutama yang peduli terhadap nasib peradaban Indonesia. Hal ini karena peradaban besar dunia tersebut seperti peradaban Romawi, Persia, Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, serta peradaban lokal lainnya di seluruh dunia termasuk di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terimplementasikan dalam sejarah peradaban Jawa, Sunda, Melayu Sumatera dan Kalimantan, Banten, Buton, Bugis, Makasar, Maluku dan Papua, dll terjadi bukan karena faktor kebetulan semata.
Tetapi sesungguhnya peradaban tersebut adalah produk “by desain” yang telah ‘diarsiteki” dan dirancang secara apik oleh para perekayasa peradaban masing-masing.
Menurut penulis, terdapat 4 (empat) fase rekayasa peradaban dunia yang dilakukan secara berurutan dan konsisten satu sama lainnya. Artinya bahwa fase awal harus disiapkan terlebih dahulu secara matang dan pasti sebelum fase kedua berikutnya. Begitu juga fase ketiga adalah melanjutkan dan mendukung atas fase kedua seblumnya. Dan yang terakhir fase keempat adalah penjabaran dan mobilisaai atas tiga fase sebelumnya.
Adapun 4 (empat) fase rekayasa peradaban tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fase Perumusan nilai-nilai atau idiologisasi.
2. Fase pelembagaan nilai kedalam institusi atau lembaga dan pelembagaan nilai-nilai kedalam seluruh aktifitas peradaban atau fase institusionalisasi.
3. Fase dukungan keteraturan dan pengkondisian ketertiban administrasi atau fase instrumentalisasi.
4. Fase realisasi dan mobilisasi atau fase implementasi dan mobilisasi.
Berdasarkan fase-fase rekayasa peradaban tersebut di atas maka kemudian lambat laun di adopsi oleh para arsitek peradaban berikutnya menjadi rekayasa sosial, rekayasa engineering sains dan teknologi, rekayasa misionaris dan dakwah hingga rekayasa budaya, ekonomi dan politik.
Partai Masyumi sebagai salah satu partai politik Islam di Indonesia dapat pula melakukan rekayasa peradaban Indonesia melalui pendekatan kekuasaan dalam negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 yakni menjadi masyarakat dan bangsa yang adil dan makmur serta unggul, maju dan mampu bersaing dengan bangsa lain serta dapat menyelesaikan masalah-masalah yang mendasar di tanah air pada Indonesia 2045 sesuai dengan tujuan Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 45 yaitu :
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Partai Masyumi melalui tokoh-tokoh nya sudah berpengalaman dan ahli dalam melakukan rekayasa politik di Indonesia seperti mengarsiteki memberikan tawaran Islam sebagai dasar negara Indonesia merdeka dengan nama Piagam Jakarta, mengarsiteki NKRI melalui Mosi Integral Natsir, mengarsiteki inisiatif pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia melalui Presiden PDRI, dll.
Berdasarkan kajian peradaban besar dunia tersebut diatas maka Partai Masyumi merasa perlu menyiapkan diri terlebih dahulu sebelum melakukan rekayasa politik atas peradaban Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai puncak dari peradaban daerah seluruh Indonesia, melalui 4 (empat) fase sebagai berikut :
A. Fase Perumusan nilai-nilai atau idiologisasi.
Sebelum membahas fase idiologisasi dalam mempersiapkan Partai Masyumi menjadi institusi yang bisa mewujudkan peradaban besar Indonesia sebagai perwujudan puncak peradaban daerah seluruh Indonesia melalui rekayasa politik.
Maka alangkah baiknya kita angkat pendapat M. Natsir tentang nilai dan kekuasaan :
…”Al-Qur’an hanyalah merupakan benda mati saja sehingga untuk dapat menegakan aturan tersebut perlu ada suatu kekuatan atau kekuasaan berupa negara”… Dengan demikian maka negara juga membutuhkan nilai-nilai agama dan begitu pula sebaliknya.
Berkaitan perlunya kekuatan berupa negara dalam menegakkan aturan tersebut,
Mohammad Natsir berkata :
“… Untuk menjaga supaya aturan-aturan dan patokan-patokan itu dapat berlaku dan berjalan sebagaimana mestinya maka tidak boleh tidak, harus ada suatu kekuatan dalam pergaulan hidup berupa kekuasaan dalam negara, sebagaimana telah diperingatkan oleh Rasulullah dalam hadist nya yang berbunyi sbb : .. Sesungguhnya Allah memegang dengan kekuasaan penguasa, yang tidak dapat dipelihara dan dipegang oleh Qur’an tersebut (H.R Ibnu Katsir).
Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka jika Partai Masyumi ingin menjadi institusi kelembagaan partai politik yang mampu menciptakan peradaban Indonesia. Maka secara internal Partai Masyumi juga perlu menyiapkan seperangkat nilai yang menjadi pedoman bagi seluruh pengurus dan kader partai dalam aktivitas nya sebagai berikut :
1. Menjadikan Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijma Ulama, Qiyas dan Ijtihad serta Fatwa Majelis Syura menjadi pedoman utama dan identitas Partai Masyumi
2. Menyiapkan profil Masyarakat Madhani yang dicita-citakannya
3. AD/ART Partai Masyumi
4. Kode Etik Partai Masyumi
5. Tafsir Asas Partai Masyumi
6. Visi dan dan misi Partai Masyumi
7. Platform Partai Masyumi
8. Rencana Strategis Partai Masyumi
9. Penyusunan profil dan kader Partai Masyumi.
10. Naskah dan sumpah setia pelantikan Partai Masyumi
11. Kurikulum tentang nilai identitas dan karakter kader Partai Masyumi
12. Arti lambang dan makna logo Partai Masyumi
13. Semangat perjuangan dan pengorbanan Mars Partai Masyumi
14. Dll
B. Fase pelembagaan nilai ke dalam institusi atau lembaga dan pelembagaan nilai-nilai kedalam seluruh aktifitas peradaban atau fase institusionalisasi.
Selanjutnya peradaban besar dunia bisa eksis dalam keadaan zaman dan tempat dalam kurun waktu yang tak terhingga . Hal itu dikarenakan antara nilai-nilai yang telah ditetapkan dan pelaksanaan nya bagaikan dua sisi dari satu mata uang yang sama yakni bicara peradaban maka harus pula berbicara tentang nilai-nilai yang diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara baik dalam bentuk institusi maupun dalam amal perbuatan nyata lainnya. Hal ini sesuai dengan sebutan orang yang beriman adalah diyakini dalam hati dan diucapkan oleh lisan serta dibuktikan dengan amal perbuatan nyata. Jika 3 (tiga) syarat tersebut tidak ada salah satunya maka gugurlah kategori sebagai seorang yang beriman.
Oleh karena itu maka fase pelembagaan nilai dengan fase sebelumnya yakni perumusan nilai-nilai dalam mewujudkan suatu peradaban mulia saling terkait satu sama lainnya. Partai Masyumi apabila menghendaki menjadi salah satu arsistek peradaban politik di Indonesia maka perlu melakukan pelembagaan nilai tersebut dalam struktur partai dan aktifitas politik yang mendasarkan pada nilai-nilai Ke-Islaman. Seperti yang dilakukan oleh komunitas peduli gerakan Masyarakat Untuk menyelamatkan Indonesia (Peduli Gerakan Masyumi) dan gerakan membeli Indonesia kembali, dll
Adapun pelembagaan nilai-nilai tersebut di bawah ini bisa menjadi dasar pembentukan Partai Masyumi menjadi arsitek penciptaan peradaban Indonesia Baru sebagai berikut :
B.1. Kelembagaan/institusi sebagai berikut :
1. Nama struktur dan Bagan Organisasi beserta kewenangan nya yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang universal baik eksekutif maupun majelis syura dan lembaga otonom maupun khusus lainnya
2. Terbentuknya Struktur Partai dari Pusat hingga Ranting dengan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai dengan nilai-nilai Islam
3. Terbangunnya sistem nilai dan budaya kerja profesional dalam struktur dan organisasi partai sesuai Islam
4. Pembagian Tugas sesuai dengan ajaran islam yang tetap mendasarkan pada tupoksi dan kemungkinan beda karena persoalan perbedaan alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan.
5. Dll
B. 2. Palembagaan Nilai-nilai Ke-Islaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui :
1. Tafsir Asas Partai Masyumi internal dan eksternal dalam bidang kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai Ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan
2. Gagasan idial Masyarakat Madhani yang dicita-citakan Partai Masyumi
2. Arah dan Kebijakan Majelis Syura Partai Masyumi
3. Arah kebijakan Ketua Umum Partai Masyumi
4. Rencana Induk dan rencana Strategis Partai Masyumi
5. Program Kerja Partai Masyumi
6. Kegiatan Partai Masyumi
7. Dll
C. Fase keteraturan dan dukungan ketertiban administrasi atau fase instrumentalisasi.
Pada fase ini para arsitek peradaban dunia termasuk Partai Masyumi harus sudah menyiapkan pedoman dan aturan teknis operasional. Jangan sampai aktifitas kegiatan Partai Masyumi tidak diketahui atau tidak berdasarkan aturan yang ada. Tertib administrasi dan tertib pelaksanaan menjadi ciri khas Partai Masyumi mendatang.
Beberapa hal aturan teknis yang dapat mendukung keteraturan dan dukungan ketertiban administrasi Partai Masyumi adalah sebagai berikut :
1. Pedoman Pembagian tugas struktur dan organisasi Partai Masyumi
2. Pedoman surat menyurat Partai Masyumi
3. Pedoman struktur kekuasaan Partai Masyumi
4. Pedoman persyaratan dan prosedur pembentukan kepengurusan Partai Masyumi
5. Pedoman persyaratan dan prosesur menjadi anggota Partai Masyumi
6. Pedoman pelantikan dan pembekalan pengurus baru Partai Masyumi
7. Pedoman pembuatan laporan keuangan Partai Masyumi
8. Pedoman koordinasi antar lembaga Partai Masyumi
9. Pedoman monitoring dan evaluasi kinerja Partai Masyumi
10. Pedoman keprotokoleran Partai Masyumi
11. Pedoman teknis operasional masing-masing kompartemen sesuai dengan kebutuhan nya masing-masing
12. Dll
D. Fase realisasi dan mobilisasi atau fase implementasi dan mobilisasi.
Pada fase ini sebuah peradaban besar dunia agar tetap eksis adalah dengan melaksanakan apa yang menjadi ketetapan dalam 3 (tiga) fase sebelumnya di atas. Begitu pula Partai Masyumi agar bisa menjadi lokomotif peradaban Indonesia mendatang perlu memiliki visi dan misi yang kongkrit sekaligus juga menyiapkan formulasi nya bagaimana cara wujudkan visi dan misi tersebut menjadi kenyataan. Hal itu berarti Partai Masyumi tidak hanya sekedar memiliki narasi tentang visi dan misi saja tapi juga bisa mewujudkannya. Atau visi menjadi aksi.
Dengan demikian maka para perancang peradaban politik Indonesia termasuk Partai Masyumi lambat laun telah mewujudkan tujuan nasional sedikit demi sedikit. Namun jika arah kebijakannya tidak sesuai dan melenceng jauh dari tujuan nasional tersebut di atas. Maka bangsa Indonesia tidak akan pernah menjadi bangsa yang unggul sepertinya yang dicita-citakan sebagi Indonesia Emas 2045 yakni masyarakat yang adil dan makmur.
Hal-hal tersebut di atas menunjukan bahwa Partai Masyumi memiliki Visi dan Misi yang jelas dan kongkrit.
Adapun fase implementasi dan mobilisasi Partai Masyumi dalam mewujudkan peradaban mulia bangsa Indonesia adalah memiliki visi dan misi strategis partai dan sekaligus juga menyiapkan formulasi bagaimana cara mewujudkan visi menjadi kenyataan tersebut. Artinya bahwa cara mewujudkan visi dan misi Partai Masyumi tersebut adalah dengan cara :
1. Menyiapkan arah kebijakan Partai Masyumi yang mendasarkan pada akar masalah bangsa Indonesia yang diambil dari tujuan nasional sesuai dengan pembukaan UUD 45 tersebut di atas. Menjadikan visi dan misi Partai Masyumi sebagai kebijakan resmi institusi terlebih dahulu. Sebab kalau tidak dijadikan kebijakan terlebih dahulu maka sulit sekali visi strategis Partai Masyumi bisa terwujud. Hal ini karena dengan adanya kebijakan tersebut maka itu berarti terdapat suatu keinginan yang kuat Pimpinan Partai Masyumi berkomitmen akan melaksanakan kebijakannya yang sudah ditetapkan. Termasuk di dalamnya jika terdapat kader Partai Masyumi yang di daulat menjadi kandidat Presiden, Gubernur Bupati dan Walikota dan posisi2 strategis lainnya di masyarakat perlu melakukan hal yang sama yakni memiliki visi dan misi beserta formulasi bagaimana cara mewujudkan nya.
2. Formulasi kedua berikutnya adalah dengan cara menyiapkan strategi bagaimana cara mewujudkan kebijakan tersebut diatas? Atau dengan kata lain kebijaksanaan tersebut kemudian dijabarkan kedalam strategi-strategi berikutnya. Adapun strategi nya tetap mengacu pada narasi kebijakan tersebut diatas yang mendasarkan kepada tujuan nasional bangsa Indonesia.
3. Formulasi berikutnya adalah menjabarkan strategi tersebut ke dalam program-program kerja yang telah diusulkan dan diputuskan bersama berdasarkan skala prioritas masing-masing kompartemen.
4. Selanjutnya formulasi mewujudkan visi menjadi aksi tersebut adalah menurunkan program kerja tersebut menjadi kegiatan-kegiatan sesuai dengan skala prioritas yang ada. Kegiatan tersebut menjadi dasar nomenklatur anggaran baik di APBN maupun APBD. Dengan demikan maka semua kegiatan dari program kerja nasional sudah tergambarkan alokasi perencanaan dan sumber anggarannya. Dalam formulasi ini memang perlu pengkajian secara mendalam agar tidak tumpang tindih mana yang menjadi program dan mana pula yang merupakan kegiatan sebagai penjabaran program kerja tersebut.
5. Selanjutnya formulasi terakhir adalah menguraikan secara mendetail kegiatan-kegiatan tersebut ke dalam proposal teknis yang detail dan terperinci baik dalam hal : sasaran penerima manfaat, waktu pelaksanaan, sumber anggaran, penanggungjawab, rencana tindak lanjut, dll
II. Rekonstruksi Eksternal Sistem Politik Indonesia
Menurut Penulis, rekonstruksi dakwah politik di Indonesia yang bisa dilakukan oleh seluruh kaum muslimin di Indonesia termasuk aktifis dakwah Islam, aktifis organisasi Islam, aktifis partai Islam, Ulama, Cendekiawan, Pemuda, Pelajar, Mahasiswa, dan aktifis perempuan Islam, dll adalah :
1. Dakwah Politik di Indonesia harus memperkuat sistem politik di Indonesia berlandaskan Islam dimana : Pertama, Dakwah politik harus memperkuat Nasionalisme modern Indonesia melalui gerakan penyatuan antara semangat ke-Islaman dan ke-Indonesia menjadi dwitunggal bagaikan dua sayap burung garuda yang dapat mewujudkan Indonesia Berkah dan Emas 2045. Kedua, Memperkuat sistem demokrasi di Indonesia yang bernuansa teistik demokrasi ala Mohammad Natsir. Ketiga, Memperkuat Sistem Pemerintahan Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan presidensial yang berbeda dengan sistem khilafah yang dianut oleh Utsmani namun tidak melupakan akar sejarah bangsa indonesia yang terkenal dengan musayawarah dan gotong royong dan religius. Keempat, Dakwah politik yang dapat mendukung Sistem politik di Indonesia yang berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan, yang bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Kelima, Dakwah politik yang dapat meningkatkan angka partisipasi politik pasca Kejatuhan Turkey Utsmani yang menunjukan rendahnya partisipasi politik saatini menjadi meningkat dan menumbuhkan kesadaran politik dan partisipasi masyarakat dalam proses politik. Keenam, Melakukan dakwah politik yang dapat mendukung kestabilan sistem demokrasi di Indonesia melalui kestabilan politik, meskipun terdapat dinamika politik yang kompleks. Keenam, Kejatuhan Melakukan dakwah politik di kancah internasional melalui kerja sama internasional Indonesia dengam seluruh negara di dunia, dimana Indonesia lebih fokus pada kerja sama regional dan internasional yang berbasis pada kepentingan nasional. Ketujuh, Melakukan dakwah politik yang dapat menempatkan Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam politik global, dengan menjadi salah satu negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
2. Melakukan dakwah politik yang dapat menumbuhkan semakin kentalnya identitas dan pemikiran politik ala pribumi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dapat mewujudkan cinta tanah dan tidak berkeinginan memisahkan dari negara Republik Indonesia. Serta melakukan dakwah politik yang dapat menumbuhkan gerakan pemikiran Islam di Indonesia yang modern dan reformis.
3. Melakukan dakwah politik berupa terobosan politik yang dapat menumbuhkan pandangan agar partai-partai Islam mempunyai platform dan kebijakan yang fokus pada nasionalisme dan demokratisasi Indonesia, dan dapat menyeimbangkan antara cita-cita Islamisme dan nasionalisme. Serta meningkatnya partisipasi dalam pemilu dan proses demokrasiyang dapat mempengaruhi kebijakan publik dan memperjuangkan kepentingan umat Islam.
4. Melakukan dakwah politik yang dapat mencegah kegagalan Islam politik dari beberapa aspek seperti : Pertama, Kejatuhan Turkey Utsmani dapat dilihat sebagai kegagalan sistem khilafah dalam mempertahankan kekuasaan dan kestabilan politik. Kedua, Kegagalan Turkey Utsmani dapat menjadi pelajaran bagi gerakan Islam lainnya untuk memperbaiki strategi dan taktik politik mereka. Ketiga, Kejatuhan Utsmani memicu perdebatan dan reformasi pemikiran Islam, terutama terkait dengan peran agama dalam politik dan negara. Keempat, Munculnya pandangan Baru antitesis atas kekhalifaha Turkey Ustmani mendatang.
5. Melakukan dakwah politik melalui ide-ide pemurnian kembali terhadap ajaran dan hukum Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilakukan secara objektif, komprehensif dan integralistik untuk menyadarkan umat islam dari penyimpangan ajarannya. Namun menjadikan non Muslim tetap merasa terlindungi dan dihormati. Dimana Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah cukup memenuhi syarat menjadi jembatan emas bagi terlaksananya ajaran dan hukum Islam mendatang”. sebagai upaya pencegahan penilaian buruk atas dampak kejatuhan Kekhalifahan Turki Utsmani terhadap konsep negara Islam dalam hal: Pertama, Kejatuhan Utsmani memicu kritik terhadap sistem khilafah dan mempertanyakan efektivitasnya dalam menghadapi tantangan modern. Kedua, Kejatuhan Utsmani mendorong pencarian model pemerintahan baru yang lebih adaptif dan kontekstual. Ketiga, Kejatuhan Utsmani memicu reformasi pemikiran Islam, terutama terkait dengan peran agama dalam politik dan negara. Keempat, Beberapa pihak mungkin melihat kejatuhan Utsmani sebagai kesempatan untuk mengembangkan pandangan baru tentang konsep negara Islam sesuai dengan kondisi sosial politik di Indonesia.
6. Melakukan dakwah politik yang dapat mendukung sistem demokrasi yang dapat memperkuat lembaga negara dan pemisahan kekuasaan secara efektif dan efisien terutama lembaga parlemen yang independen dan efektif dalam menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan.
7. Melakukan dakwah politik atas sistem politik di Indonesia yang sudah terpengaruh oleh kekhalifahan Turkey Utsmani berupa gerakan nasionalisme Indonesia untuk mengisi kemerdekan dan pembentukan identitas nasional semakin kuat sereta mampu melahirkan partai Islam modern dan meningkatnya kesadaran politik umat Islam.
8. Melakukan dakwah politik yang dapat memperkuat nasionalisme yang fokus pada pembentukan negara bangsa yang modern daripada cita-cita pan-Islamisme melalui Islam politik Indonesia tetap kuat, terutama melalui partai-partai politik Islam dan organisasi keagamaan.
9. Melakukan dakwah politik atas penilaian buruk atas ketidakefektifan sistem Kekhalifahan Turki Utsmani dan konsep negara Islam dalam menghadapi tantangan modern dan mendorong pencarian model pemerintahan baru yang lebih adaptif dan kontekstual serta memicu reformasi pemikiran Islam, terutama terkait dengan peran agama dalam politik dan negara. Berikutnya adalah dapat memberi peluang atas kejatuhan Kekhalifahan Turkey Utsmani sebagai kesempatan untuk mengembangkan pandangan baru tentang negara Islam.
10. Melakukan dakwah politik atas dampak buruk kejatuhan Turkey Utsmani berupa pandangan negatif Barat terhadap Islam sangat kompleks dan beragam sepanjang sejarah. Berikut beberapa aspek penting: Pertama, Pada abad ke-16 hingga ke-19, Barat melihat Utsmani sebagai kekuatan besar yang mengancam Eropa, terutama setelah penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453. Kedua, Perang Salib dan konflik lainnya antara Barat dan Utsmani memperburuk pandangan Barat terhadap Utsmani, dengan Barat melihat Utsmani sebagai musuh agama dan politik. Ketiga, Barat melihat Utsmani sebagai kekuatan politik yang signifikan, dengan pengaruh besar di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa Timur. Keempat, Barat melihat kekhilafahan Islam sebagai kekuatan besar yang mengancam Eropa, terutama setelah penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453. Kelima, Perang Salib dan konflik lainnya antara Barat dan kekhilafahan Islam memperburuk pandangan Barat terhadap Islam, dengan Barat melihat Islam sebagai musuh agama dan politik. Keenam, Barat melihat kekhilafahan Islam sebagai kekuatan politik yang signifikan, dengan pengaruh besar di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa Timur.
KESIMPULAN
Rekonstruksi dakwah politik di Indonesia Pasca keruntuhan Turkey Ustmani adalah sebagai proses membangun kembali atau memperbaiki sesuatu yang rusak atau tidak efektif dalam dunia politik di Indonesia pasca kejatuhan Turkey Ustmani melalui berbagai pendekatan berupa Reorientasi, Transformasi, Reposisi, Reformasi, Revolusi, hingga Rekonstruksi.
Dalam konteks Kejatuhan Turkey Ustmani maka makna Rekonstruksi adalah tentang perlunya perbaikan atas rusaknya atau tidak efektifnya dakwah politik berupa perspektif, paradigma, kerangka, nilai, makna, pendekatan dan fokus perhatian, atas historisme, yuridis, filosofis dan peran-peran Kekhalifahan Turkey Ustmani selama ini yang berdampak pada negara-negara yang dalam pengaruhnya, khususnya Indonesia.
Jakarta, 4 Mei 2025
Ahmad Murjoko
Waketum Kompartemen Pendidikan, Kesehatan dan Tamaddun Islam DPP Partai Masyumi

