Mohammad Natsir dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diantara Konstitusional dan Inkonstitusional ?

August 10, 2024

Mohammad Natsir dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diantara Konstitusional dan Inkonstitusional ?
—-
Ahmad Murjoko
Gerakan Peduli Masyarakat Untuk Menyelamatkan Indonesia (Gerakan Peduli Partai Masyumi)
***

Ketika menjadi pembicara dalam seminar memperingati Mosi Integral Natsir beberapa tahun lalu di Pusdai yang diadakan oleh DDII Propinsi Jawa Barat. Terdapat seorang penanya dari ADI Jawa Barat yang mempertanyakan tentang keterlibatan p Natsir dalam peristiwa PRRI sebagai tindakan inkonstitusional? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantah pernyataan saya yang mengatakan bahwa ciri khas pendekatan Natsir dalam memperjuangkan cita-cita politik nya selalu mengedepankan pendekatan konstitusional disamping ciri lainnya yakni anti kekerasan, demokratis dan diplomasi. Apalagi terdapat pernyataan resmi partai Masyumi yang menyatakan bahwa PRRI adalah gerakan inkonstitusional?

Maka dalam kesempatan menjawab pertanyaan tersebut diatas saya katakan bahwa keterlibatan p Natsir dalam peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tersebut sebagai tindakan konstitusional bahkan justeru ekstra konstitusional yang harus dilakukan oleh seorang Natsir.

Hal ini dilakukan untuk mencegah dari bahayanya disintegrasi bangsa terutama kemungkinan terjadi pemisahan diri pulau Sumatera dari Jakarta yang juga merembet pada ketidakpuasan daerah lainnya terutama lahirnya gerakan Permesta di Sulawesi. Disamping beberapa alasan lain terutama mencegah kemungkinan keterlibatan pihak asing dalam peristiwa PRRI. Atau tepatnya sebagai upaya melokalisir isu dalam negeri ke dalam isu dunia yang dapat beresiko menggangu kepercayaan internasional terhadap Indonesia. Di samping mengingatkan Soekarno yang tidak bergeming dari kedekatan dan pengaruh PKI.

Oleh karena itu dalam rangka menggali sejarah PRRI tersebut saya ulas kembali yang disarikan dari tulisan p Anwar Haryono, dalam buku : Indonesia Kita, Pemikiran Berwawasan Iman-Islam, tahun 1995.

Terdapat beberapa latar belakang peristiwa PRRI yang perlu dipahami agar tidak gagal paham dan salah menduga tentang keterlibatan P Natsir dalam PRRI tersebut. Bermula dari Dekrit presiden Soekarno yang mengeluarkan Dekrit 1957 tentang pembubaran Konstituante atau DPR hasil pemilu tahun 1955 yang membuat situasi dalam negeri kacau dan memanas. Saat itu posisi P Natsir sudah tidak lagi sebagai anggota Konstituante yang mewakili Partai Masyumi.

Berikutnya banyak bermunculan ketidakpuasan daerah terhadap Pemerintah Pusat. Di mana pada tanggal 7 dan 8 September 1957 sejumlah perwira militer berkumpul di Palembang salah satu propinsi di Sumatera dan melahirkan suatu pernyataan politik antara lain segera dipulihkannya Dwi Tunggal Soekarno-Hatta dimana sebelumnya antara Presiden Soekarno pisah jalan dg Wakil Presiden Hatta karena perbedaan sikap Hatta yg menolak kedekatannya Soekarno dengan PKI. Di samping tuntut lainnya seperti diberlakukannya desentralisasi dan dilarangnya ajaran Komunis.

Saat itu sudah bermunculan ancaman dari pemuda Komunis terhadap Natsir dan keluarganya. Hal ini karena mereka mendalilkan bahwa Natsir telah ikut campur tangan mengecam kebijakan pemerintah atas pengusiran seluruh warga negara Belanda di Indonesia. Sehingga Natsir menjadi bulan-bulanan mereka setiap hari.

Selanjutnya banyak terjadi ancaman terhadap keselamatan pribadi dan keluarganya dari PKI berupa penelepon gelap, surat kaleng, pengepungan rumah oleh pemuda komunis dari berbagai penjuru. Sementara aparat kepolisian dan kejaksaan yang diminta perlindungan namun sama sekali tidak berbuat apa2.

Pulau Sumatera khususnya Palembang dan Sumatera Barat adalah basis yang sangat kuat anti idiologi Komunis. Sehingga wajar Palembang pernah menjadi tuan rumah Muktamar Alim Ulama yang menolak ajaran Komunis tahun 1957.

Terdapat beberapa tokoh partai lain yang selama ini telah menjadi mitra koalisnya dengan Partai Masyumi yakni Sosialis dan Kristen juga menyelinap bersama-bersama p Natsir tanpa ada kesepakatan sebelumnya.

Saat itu juga sudah berdiri sebelumnya sebuah Organisasi Pemerintah Revolusioner Indonesia (PRRI) yang menuntut agar presiden Soekarno mematuhi UUD 45

Banyak tuduhan dan dugaan motif dibalik keterlibatan Natsir dalam PRRI perlu dikaji kembali. Namun kita tidak bisa buru2 memberikan penilaian negatif terhadap beliau yang sudah tidak cinta tanah air kembali atau masih mencurigai kesetiaan nya pada NKRI? Padahal orang tahu bahwa lewat Natsir lah niat jahat Belanda memecah belah RI menjadi RIS sebagai negara boneka Belanda bisa disatukan kembali lewat Mosi Integralnya tahun 1950. Bahkan banyak kesaksian dari para mantan PRRI yang menceritakan saat mereka terdesak dan p Natsir dianjurkan untuk mengungsi ke luar negeri guna melanjutkan perjuangan menentang Soekarno. Namun dengan tegas Natsir menolaknya dengan keras. Baginya, apapun yang akan mereka lakukan terhadap dirinya, bagaimanapun resiko yang akan dia dapatkan, perjuangan menegakan demokrasi di Indonesia haruslah tetap dilakukan di tanah air sendiri. Dan bukan di negeri orang.

Secara tegas seorang Indonesianis seperti George Mc Kahin, dalam : Panitia Buku peringatan Mohammad Natsir/Roem, 70 tahun, halaman 335 memberikan data bahwa keterlibatan Natsir dalam PRRI adalah dalam rangka mencegah dan menghalang-halangi pulau Sumatera untuk memerdekan sendiri dari Indonesia menjadi negara tersendiri seperti yang disampaikan di bawah ini :

“Dengan di sokong oleh Sjafruddin dan Burhanuddin Harahap, ia telah melakukan suatu perjuangan yang pada akhirnya berhasil dikalangan PRRI untuk menghalang-halangi mereka yang lebih menyukai pemisahan Sumatera dari Indonesia dan menjadi satu negara tersendiri. Ia bersikeras terhadap jalan seperti itu walau dengan demikian berarti mengorbankan dukungan pihak luar yang amat berkuasa dan sangat potensial. Maka, untuk sebagian besar, karena Mohammad Natsir lah perjuangan PRRI telah dilakukan dalam batas-batas ikatan kesatuan Indonesia

Berdasarkan pendapat Kahin tersebut di atas, kita dapat membayangkan, betapa besar pengorbanan P Natsir untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau mengikhlaskan dirinya sepanjang hayat di cap sebagai pemberontak, atau setidak-tidaknya bekas pemberontak, asal negara ini tetap utuh dan tidak terpecah-pecah.

Dengan rendah hati P Natsir mengatakan : “Sebutlah gerakan itu (PRRI) pemberontakan, karena melepaskan diri dari pemerintah, tapi itu bukan untuk kepentingan sendiri. Kami ingin kembali ke UUD. Kita tunduk sama-sama. Apa itu pemberontak namanya? Sjafruddin sendiri sudah mengatakan, kalau pemerintah Jakarta mau kembali ke UUD yang dilanggat itu, kami ber sama-sama akan menyerahkan kembali semuanya pada pemerintah. Sebab kita memerlukan suatu budaya taat kepada UUD. Soekarno sudah melanggar, dan Komunis malah terus memasukkan paham mereka sehingga memperluas kekuasaan “.

Beberapa bukti lain yang menunjukkan betapa cinta nya P Natsir terhadap NKRI dapat disampaikan beberapa bukti lainnya seperti ; Andilnya menormalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia, memperlancar hubungan dengan Arab Saudi, meyakinkan pada pemerintah Jepang tentang perlunya memberi bantuan ekonomi kepada pemerintah Orde Baru, “memprovokasi ” Pemerintah Kuwait agar menanamkan modalnya di Indonesia, memperbesar dukungan dunia Islam terhadap kebijakan Indonesia di Timor Timur

Sekilas sejarah PRRI

Menurut Poesponegoro. Marwati Djoened, Notosusanto. Nugroho, (1992) dalam buku Sejarah nasional Indonesia: Jaman Jepang dan zaman Republik Indonesia, mengatakan bahwa
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa dikenal dengan nama PRRI) adalah merupakan gerakan oposisi pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dengan melahirkan pemerintah tandingan pada 15 Februari 1958. Gerakan ini dimulai dengan di keluarkannya sebuah ultimatum Piagam Perjuangan untuk Menyelamatkan Negara dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia.

PRRI berawal dari tuntutan tokoh militer dan sipil Sumatra Tengah mengenai otonomi daerah dan desentralisasi. Ahmad Husein mendeklarasikan PRRI pada 15 Februari 1958 setelah merasa pemerintah tidak proaktif menanggapi tuntutan tersebut. Pemerintah pusat melihat PRRI sebagai sebuah gerakan separatisme dan menumpasnya dengan pengerahan kekuatan militer terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah militer Indonesia. PRRI yang tidak bersiap untuk perang terpaksa menghadapi operasi militer tersebut.

Pasca-PRRI, menurut Freek., Colombijn, (2006). Paco-paco (kota) Padang : sejarah sebuah kota di Indonesia abad ke-20 mengatakn bahwa, orang Minang menerima pukulan kejiwaan yang keras; dulu berada di barisan terdepan dalam perjuangan kemerdekaan nasional tetapi kini dicap sebagai pemberontak separatis. PRRI menandai tamatnya riwayat Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia. Kedua partai tersebut dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena dianggap terlibat dalam PRRI. Sementara itu, pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) makin menguat di Sumatera Barat. Banyak pegawai negeri yang mendukung PRRI diganti dengan orang-orang komunis.

Bahkan menurut Abrar Yusra, (2011), Azwar Anas : Teladan dari ranah Minang. Penerbit Buku Kompas, mengatakan bahwa operasi militer untuk menumpas PRRI memakan banyak korban di pihak PRRI. Jumlah korban akibat konflik PRRI yang singkat jauh lebih besar daripada korban perang dengan Belanda pada zaman Revolusi Nasional Indonesia.

Selain itu, banyak yang tak terlibat PRRI dibunuh dan menjadi korban kekerasan seperti penyiksaan, perampokan, dan pemerkosaan.

Tindakan Ekstra Konstitusional

Dalam buku Ahmad Murjoko tentang Mosi Integral Natsir tahun 1950, mengatakan bahwa : salah satu ciri khas pendekatan Mohammad Natsir dalam memperjuangkan keyakinannya adalah dengan yang cara-cara konstitusional.
Pendekatan Konstitusional berarti suatu cara yang dilakukan oleh
seseorang dalam memperjuangkan cita-citanya melalui saluran konstitusi, aturan atau undang-undang yang berlaku baik baik
secara yuridis formal, sosiologis maupun politis. Kenapa harus
yuridis formal, sosiologis dan politis, maka mengutip pendapat Herman Heller, Mohammad Kusnardi menjelaskan bahwa pengertian
konstitusi tidak semata-mata Undang-Undang Dasar saja tapi
juga merupakan cerminan kehidupan politik dalam masyarakat
sebagai suatu kenyataan dan belum merupakan konstitusi dalam
arti hukum. Atau dengan perkataan lain bahwa konstitusi itu masih
merupakan pengertian sosiologis atau politis dan bukan merupakan
pengertian hukum.

Sedangkan Konstitusi menurut Carl Schmitt dibagi dalam 4
pengertian yaitu :

1. Konstitusi dalam arti Absolut yang berarti
bahwa (1) Konstitusi tersebut dianggap sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang mencakup semua bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada di dalam negara. (2) Konstitusi sebagai bentuk negara dalam arti keseluruhannya baik demokrasi maupun
monarchi. (3) Konstitusi sebagai faktor integrasi baik yang bersifat
abstrak maupun fungsional. Bersifat abstrak misalnya hubungan
antara bangsa dan negara dengan lagu kebangsaannya, bahasa
persatuannya, bendera sebagai lambang kesatuan dll.

Sedangkan
bersifat fungsional karena konstitusi tersebut berfungsi mempersatukan bangsa melalui pemilihan umum, referendum, pembentukan kabinet, suatu diskusi atau debat dalam politik pada negaranegara federal, mosi yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
baik yang sifatnya menuduh atau tidak percaya dan sebagainya. (4) Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma-norma hukum yang tertinggi dalam suatu negara. Artinya bahwa norma tersebut merupakan norma dasar yang merupakan sumber dari norma-norma
lainnya yang berlaku dalam negara.

2. Konstitusi dalam arti relatif yang berarti bahwa konstitusi tersebut berhubungan dengan kepentingan suatu golongan tertentu dalam masyarakat. Baik tuntutan dari kalangan borjuis liberal agar hak-haknya dijamin tidak dilanggar oleh penguasa. Atau konstitusi tersebut adalah merupakan
konstitusi tertulis
secara formal.

3. Konstitusi dalam arti positif diartikan sebagai keputusan politik yang tertinggi berhubungan dengan Undang- Undang Dasar.

Teori ini diambil
oleh Carl Schmitt
dari teori ajaran
“Dezisionismus”
atau teori tentang
Keputusan.

4. Konstitusi dalam arti idial karena konstitusi tersebut adalah merupakan idaman kaum borjuis liberal yang menginginkan agar
penguasa tidak
berbuat
sewenang
-wenang
terhadap rakyat.

Berkaitan dengan pembentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) maka Mohammad Natsir memang telah melakukannya secara konstitusional, ;
1. Mohammad Natsir telah melakukan suatu “Mosi” di DPR RIS pada tanggal 3 April 1950. Mosi tersebut kemudian lebih dikenal dengan Mosi Integral Natsir (MIN). Sebab dengan Mosi tersebut berarti konstitusional karena hal itu sesuai dengan penertian konstitusi sebagai faktor integrasi yang bersifat fungsional yang mempunyai fungsi mempersatukan bangsa melalui salah satunya adalah dengan “mosi”.
2. Dengan diambil alihnya persoalan penyatuan Negara Indonesia oleh Pemerintah sebagai akibat adanya Mosi Integral Natsir maka diadakanlah perjanjian antara delegasi RI dan RIS pada tanggal 19 Mei 1950 untuk membentuk Negara Kesatuan. Dalam perjanjian tersebut terdapat kesepakatan diantaranya adalah untuk merubah konstitusi RIS menjadi Konstitusi Negara Kesatuan. Dengan demikian maka kesepakatan perubahan konstitusi tersebut adalah merupakan tindakan konstitusional. Hal ini karena disebabkan adanya mosi integral yang disampaikan oleh Mohammad Natsir tersebut.
3. Alasan berikutnya disebut konstitusional karena Mosi yang diajukan oleh Mohammad Natsir tersebut sesuai dengan peraturan Tata Tertib Konstituante Indonesia yang berlaku saat itu terutama pada Bab VII pasal 80 ayat 1 s/d 3204 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal (1) Sekurang-kurangnya 5 orang anggota dapat mengusulkan sesuatu pernyataan di Konstituante, baik yang berhubungan dengan
persoalan yang sedang dibicarakan maupun
yang mempunyai maksud tersendiri.

Pasal (2)
Rancangan pernyataan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) harus disampaikan pada Sekretaris Jenderal dengan atau tidak disertai keterangan tertulis; rancangan pernyataan dengan secepat-cepatnya diperbanyak dan dibagikan kepada anggota-anggota.

Pasal (3) Ketua
menentukan bagaimana dan bilamana usul
semacam itu akan dibicarakan dan keputusan
itu diberikan olehnya kepada sidang konstituante, konstituante berhak mengadakan perubahan dalam keputusan ketua.

Langkah konstitusional tersebut adalah dalam rangka menegakkan suatu proses demokrasi yang menjadi cita-cita
para pendiri bangsa.
Dalam hal ini Mohammad Natsir mengatakan bahwa: “Kita perjuangkan ini dengan melalui jalan yang sah, sebagaimana yang terbuka jalannya dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar kepada kedaulatan rakyat, melalui salurannya yang
lazim dalam Negara demokrasi.

Bagaimana dengan kasus keterlibatan Mohammad Natsir
dalam peristiwa PRRI apakah masih dalam kerangka pendekatan konstitusional ?

Menurut Natsir bahwa munculnya gerakan PRRI tersebut adalah karena pemerintah Soekarno yang sentralistis tanpa adanya otonomi daerah. Sehingga pemerintahan
yang sentralistis tersebut menimbulkan banyak ketidakpuasan
daerah-daerah terutama Aceh, Maluku dan Sumatera Barat yang
merasa dieksploitir oleh pusat namun untuk kepentingan politik
mercusuar dan kesenangan Presiden Soekarno untuk kepentingan sendiri. Kami ingin kembali ke
UUD. Kita tunduk sama-sama. Apa itu pemberontakan namanya ? Syafruddin sendiri sudah mengatakan, kalau pemerintah Jakarta mau kembali
ke UUD yang dilanggar itu, kami bersama-sama
akan menyerahkan kembali semuanya kepada pemerintah. Sebab kita memerlukan suatu budaya
taat kepada UUD. Soekarno sudah melanggar, dan
komunis malah terus memasukan paham mereka sehingga memperoleh kekuasaan.

Adapun sikap Partai Masyumi terhadap PRRI yang berkedudukan di Bukit Tinggi dapat dilihat dalam pernyataan resmi Partai Masyumi, (SU Bayasut dan Lukman Hakiem, Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito, 138) bernomor : 1130/Sek-PP/I/M.VIII/1958 :
1. Mengembalikan kedudukan UUD 1945
2. Bahwa pembentukan PRRI adalah inkonstitusional dan begitu pula pembentukan Kabinet Karya dan Dewan Nasional adalah adalah Inkonstitusional juga
3. Jalan yang harus ditempuh bukan saling mencari kesalahan antara pusat dan daerah-daerah
4. Dalam negara kita tetap memerlukan UUD walaupun UUD Sementara sebelum memiliki konstitusi UUD tetap.
5. Betapapun sulitnya keadaan ini adalah masalah internal sehingga menolak segala campur tangan pihak luar.
6. Penyelesaian nya tanpa menggunakan kekerasan dan pulihnya dwitunggal Soekarno-Hatta merupakan syarat mutlak
7. Memberikan apresiasi pada Soekarno yang memberikan sambutan atas kedatangan Hatta yang memberikan harapan yang baik tentang penyelesaian kesulitan yang dihadapi oleh negara secara bijaksana
8.

Maka dengan melihat alasan Mohammad Natsir tersebut di atas
maka penulis berkeyakinan bahwa apa yang dilakukan oleh Mohammad Natsir masih dalam koridor Konstitusional, dan tepatnya mungkin
adalah pendekatan konstitusi yang ekstra konstitusional. Karena apa yang dilakukan oleh Mohammad Natsir masih memenuhi 2 kriteria
tentang konstitusi yakni : (1) Masih dalam kategori konstitusi sebagai
sebuah bentuk negara secara keseluruhannya termasuk bagian dari
proses demokratisasi maupun sistim monarchi. (2) Masih termasuk
dalam konstitusi dalam arti relatif karena berkaitan dengan kepentingan golongan masyarakat tertentu.
Langkah konstitusional tersebut adalah dalam rangka menegakkan suatu proses demokrasi yang menjadi cita-cita para pendiri
bangsa.

Dalam hal ini Mohammad Natsir mengatakan bahwa: “Kita perjuangkan ini dengan melalui jalan yang sah, Sebagaimana yang terbuka jalannya dalam Negara
Republik Indonesia yang berdasar kepada kedaulatan rakyat, melalui salurannya yang lazim dalam Negara demokrasi.

Walaupun Partai Masyumi menyatakan bahwa PRRI adalah inkonstitusional tidak dialamatkan pada Kader Partai Masyumi yang tergabung dengan PRRI dengan maksud mulia seperti tersebut di atas. Bahkan penyematan kata inkonstitusional itu juga ditujukan pada Soekarno atas Pembentukan Kabinet Dwikarya dan Dewan Nasional sebagai penilaian yang adil. Disamping juga alasan kenapa Partai Masyumi memberikan kepercayaan penuh atas sikap dan pendirian serta keyakinan para kadernya di manapun berada. Seperti yang diungkapkan oleh P Prawoto sebagai berikut : lihat adu jotos PKI

Semoga bermanfaat dan mencerahkan. Aamiin

Bogor, 30 Juli 2024

Ahmad Murjoko