KEWAJIBAN KONSTITUSIONAL PRESIDEN INDONESIA (14)
Abdullah Hehamahua
Tiga belas seri sebelumnya mengkomunikasikan tiga program raksasa presiden sesuai dengan amanat Mukadimah UUD 45, yakni: (a) Melindungi setiap warga negara Indonesia; (b) Memertahankan eksistensi NKRI yang aman dan damai; dan (c) Menciptakan kesejahteraan umum.
Seri ke-14 ini, Penulis mengkomunikasikan program raksasa keempat presiden yakni, “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Amanat Mukadimah UUD 45 ini, tidak memerintahkan presiden mencerdaskan dirinya, keluarganya, partainya, atau sukunya. Namun, tiga perkataan itu secara filosofi memerintahkan presiden untuk mencerdaskan kehidupan seluruh anak bangsa, mulai dari Sabang sampai Merauke yang berjumlah 285 juta orang tersebut.
Konsekwensi logisnya, presiden mendatang jangan meniru kejahatan Jokowi yang membodohi rakyat dengan memalsukan ijazahnya. Bahkan, beliau membodohi rakyat sehingga memilih anaknya menjadi Wakil Presiden dengan gelar sarjana yang ternyata hanya tamatan SMK.
Presiden dan Kecerdasan
Bangsa cerdas lahir dari warganegara yang cerdas. Cerdas menurut kriteria manusia dan Pancasila, khususnya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, berbeda. Minimal, cerdas tidak identik dengan sarjana. Sebab, 86% dari 1500-an koruptor yang ditangkap KPK, adalah sarjana. Ada S1, S2, S3. Bahkan ada pula yang bergelar profesor.
Cerdas menurut sila pertama Pancasila, setidaknya memiliki tujuh kualitas, yakni: (a) hubungan yang intensif di antara hamba dengan Rabb-Nya; (b) Peneliti yang enerjik, (c) Aktif dan dinamis; (d) Takut azab neraka; (e) Proaktif menyambut seruan Allah SWT; (f) Evaluator yang handal; dan (g) Senantiasa mengakui kesalahan
UU Pendidikan Nasional berdasarkan kualifikasi orang cerdas di atas maka tujuan pendidikan nasional adalah melahirkan anak didik yang beriman dan bertakwa. Beriman, maknanya setiap warganegara Indonesia harus beragama. Tidak boleh ada orang komunis dan ajaran komunisme di Indonesia.
Bertakwa maknanya, setiap warganegara wajib melaksanakan seluruh perintah agama dan meninggalkan segala larangan-Nya. Maknanya, warga negara muslim, rajin ke masjid, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, dan berhaji bagi yang mampu. Umat Nasrani, rajin ke gereja setiap hari Ahad. Umat Hindu dan Budha senantiasa ke tempat ibadah mereka.
Bertakwa juga bermakna, tidak boleh korupsi, menipu, mencuri, berbohong, berzina, apalagi merusak lingkungan. Bertakwa juga bermakna, pejabat publik tidak boleh menyalah-gunakan jabatan dan wewenang yang ada.
Bertakwa juga berarti, sesama warga negara, hidup rukun, saling menghormati, serta tolong menolong dalam kebaikan. Bukan, tolong menolong dalam kejahatan seperti yang dilakukan Jokowi dan rezimnya selama 10 tahun.
Presiden dan Anggaran Pendidikan
Sejatinya, anggaran pendidikan nasional, cukup memadai, yakni 20% dari APBN. Faktanya, “Human Developement Index” Indonesia hanya 77, rangking kelima di Asia Tenggara. Indonesia berada di belakang Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand.
Tragisnya, kemampuan literasi murid-murid Indonesia jauh tertinggal. Sebab, hasil “Programme for International Students Assessment,” (PISA) 2018, skor kompetensi siswa Indonesia dalam membaca, matematika, dan sains, menurun. Ini karena, rata-rata skor siswa Indonesia adalah 371 untuk membaca, matematika 379, dan sains 396. Skor tersebut di bawah rerata 79 negara peserta PISA, yakni 487 untuk kemampuan membaca, dan 489 untuk kemampuan matematika dan sains.
Penyebabnya, dua hal. Pertama, korupsi yang dilakukan pejabat, mulai dari presiden, kementerian, pemda sampai dengan pendidik dan tenaga kependidikan.
Kedua, anggaran pendidikan sebesar 20% tersebut juga digunakan oleh lembaga pendidikan yang diselenggarakan Kementerian dan Lembaga Negara (K/L).
Konsekuensi logisnya, Presiden mendatang harus membubarkan sekolah-sekolah K/L tsb. Bagi kepentingan kualitas ASN di K/L, dilakukan melalui program Diklat dengan menggunakan Pagu Anggaran Sekjen masing-masing K/L.
Aplikasinya, kualitas ASN ditentukan melalui seleksi penerimaan yang super ketat. Proses seleksi pegawai KPK sebelum kepemimpinan Jokowi, boleh ditiru. Sebab, pada pemerintahan sebelumnya, KPK betul-betul merupakan lembaga negara yang independen sehingga proses seleksi pegawai KPK sangat ketat.
Tragisnya, ketika KPK dirampok Jokowi dengan menjadikannya lembaga ASN, maka puluhan pegawai KPK, melanggar Kode Etik. Bahkan, ada pula yang melakukan perbuatan pidana. Apalagi, Ketua KPK adalah agen Jokowi, Firli Bahuri yang tidak hanya melanggar Kode Etik, tapi justru memeras Menteri.
Presiden dan Restorasi Meji
Jepang pada masa kaisar Meji, terjadi restorasi di bidang pendidikan dengan dua pola: pisik dan nonpisik.
Pembangunan pisik dilakukan dengan tiga menu: susu, taico, dan taiso. Susu untuk perkembangan tubuh, taico bagi kecerdasan otak, dan taiso (senam) guna kebugaran tubuh. Pembangunan nonpisik dilakukan melalui persaingan sesama peserta didik dengan tiga metode: bersaing dalam belajar, mencipta, dan nasionalisme.
Kaisar Meji, berkaitan dengan “bersaing dalam belajar” memerintahkan para menterinya menerjemahkan semua disiplin ilmu yang ada Eropa dan AS ke dalam bahasa Jepang. Mahasiswanya yang belajar di AS dan Eropa Barat diwajibkan “mencuri” teknologi di tempat mereka kuliah untuk diterapkan di Jepang.
Kaisar Meji dalam metode kedua, memicu rakyatnya berkreasi di pelbagai sektor. Hasilnya konkrit. Jepang dalam waktu relatif singkat, menghasilkan pelbagai jenis kendaraan. Ada motor honda, yamaha, dan zuzuki. Ada mobil merek honda, toyota, zuzuki, Mitsubishi, dan avanza.
Kaisar Meji dalam melahirkan nasionalisme, rakyatnya ditanamkan jiwa “bushido.” Operasionalisasinya, Kaisar ditetapkan sebagai simbol nasionalisme.
Aplikasinya, warga Jepang siap sedia melakukan “bushido,” yaitu bunuh diri demi menjalankan perintah kaisar. Bentuknya seperti dalam Perang Dunia kedua, pilot menerbangkan pesawatnya masuk ke dalam cerobong kapal pasukan Sekutu. Pilot tersebut mati tapi kapal musuh, hancur.
Presiden Indonesia mendatang dapat meniru kaisar Meji dalam memicu warganegaranya mati demi Pancasila dan UUD45 (asli). Syaratnya, semua Peraturan Perundang-undangan, menerapkan Al Qur’an dan As Sunnah. Sebab, hal tersebut diwajibkan negara melalui pasal 29, ayat 1 dan 2 UUD 45.
Konsekuensi logisnya, sistem pendidikan nasional, baik silabi, kurikulum, materi terurai, metode, maupun target pendidikan, mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah. Dampak postifnya, Indonesia Berkah 2045, dapat terwujud. In syaa Allah !!! (Shah Alam, Malaysia, 3 Oktober 2024).