JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI ? (18)
Abdullah Hehamahua
Seri ini merupakan edisi terakhir dari artikel berjudul “Jokowi dapat Dihukum Mati.?” Ia merupakan rangkuman substansi dari ke-17 seri sebelumnya. Maknanya, seri ini, dikomunikasikan substansi ketiga jenis korupsi yang diduga dilakukan Jokowi, yakni korupsi material; korupsi politik; dan korupsi intelektual.
Penulis, dengan demikian mengkomunikasikan seri terakhir ini berupa rangkuman dari tiga jenis korupsi yang diduga dilakukan Jokowi, baik secara material, politik, maupun intelektual.
1. Korupsi Material
Korupsi material adalah kejahatan yang dilakukan seseorang di mana hasilnya berupa materi. Target materi tersebut bisa berupa jabatan, uang tunai, deposito, simpanan bank, saham, rumah, bangunan, tanah, perkebunan, maupun kenderaan bermotor.
Jokowi mencapai keseluruhannya. Sebab, selain menjadi presiden 10 tahu, juga menjadikan anaknya sebagai wakil presiden serta mantunya menjadi gubernur. Bahkan, anak bungsunya menjadi Ketum PSI.
Jokowi dalam 9 tahun menjadi presiden memiliki kekayaan yang tercatat dalam LHKPN, Rp. Rp. 95.8 miliar. Tidak tau, berapa kekayaan yang tidak tercantum dalam LHKPN. Satu hal yang pasti, kekayaannya meningkat 227 %. Berbeda dengan SBY yang hanya mengalami kenaikan kekayaan sebesar 100 % selama 10 tahun menjadi presiden.
Jokowi dengan pola koruptipnya maka kekayaan yang diperoleh dua orang anaknya (Gibran dan Kaesang), masing-masing Rp. 2.25 milyar dan Rp. 92.2 miliar. (Kekayaan Kaesang tersebut berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menginformasikan, Kaesang membeli saham senilai Rp 92.2 miliar. Maknanya, Jokowi mengumpulkan kekayaan keluarga sebesar Rp. 190.55 miliar.
Namun, kerugian keuangan/perekonomian negara secara material yang diakibatkan kepemimpinan Jokowi lebih dahsyat, antara lain:
(a) ICW menyebutkan, selama 2019 – 2024, kerugian keuangan negara sebesar Rp. 175 triliun karena korupsi di sektor infrastruktur. Bahkan, KPPU menyebutkan, 60% proyek besar selama 2019 – 2024 dikuasai oleh hanya tujuh grup usaha; (b) AI menyebutkan negara kehilangan Rp 33,8 triliun per tahun karena bebasnya royalty bagi eksportir batubara. Bahkan, Indonesia tekor Rp 32 triliun dari investasi smelter nikel asal China; (c) KPK menemukan, kerugian negara karena ekspor nikel illegal (2020 – 2022) sebesar Rp. 14,5 triliun; (d) BPS menyebutkan, selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi, utang negara bertambah sebesar 2250%, senilai Rp. Rp 5.843,15 triliun. Pembayaran bunga utang di era Jokowi, naik 289%, yakni sebesar Rp. 3.633,56 triliun.
2. Korupsi Politik Jokowi
Korupsi politik adalah kejahatan yang dilakukan melalui Pilpres, Pemilu, Pilkada, UU, PP, Keppres, Peraturan Menteri, Gubernur, Bupati, dan Walikota. Korupsi politik yang super dahsyat yang dilakukan Jokowi, menurut YLBHI, adalah pembajakan legislasi dengan mengesahkan aturan perundang-undangan yang otoriter dan kontra produktif dengan kebutuhan dan kehendak rakyat.
Pembajakan legislasi tersebut meliputi undang-undang: Minerba, KPK, MK, IKN, Cipta Kerja, KUHP, Kesehatan, Keppres tentang Tim Penyelesaian Non Yudisial kasus Pelanggaran HAM Berat masa lalu serta peraturan perundangan lainnya. Dampaknya, terjadi kerugian keuangan/perekonomian negara serta terlanggarnya hak-hak rakyat atau keadilan dan kesejahteraan.
.YLBHI dalam rilisnya mendukung putusan OCCRP yang menetapkan Jokowi sebagai koruptor kelas dua dunia, tahun 2024. Sebab, YLBHI mencatat, ada 10 faktor, Jokowi layak disebut sebagai koruptor, yakni:
(a) Pelemahan KPK secara sistematis; (b) Revisi UU Minerba (2020); (c) Cipta Kerja; (d) Rezim Nihil Meritokrasi di mana Jokowi mengangkat setidaknya 13 relawannya menjadi komisaris BUMN. (e) Menghidupkan kembali Dwifungsi Militer melalui .pengesahan UU No. 20/2023 tentang ASN. Jokowi lalu menempatkan 29 anggota TNI aktif menjabat secara ilegal di luar ketentuan UU TNI. (f) BUMN menjadi Badan Usaha Milik Relawan; (g) Intelijen untuk kepentingan politik di mana Jokowi mengangkat Diaz Hendropriyono dan Gories Mere (relawannya dalam Pilpres) sebagai staf khusus intelijen istana. Padahal, Diaz ketika itu juga merupakan komisaris PT Telkomsel dan komisaris PT M Cash Integrasi Tbk. Dampaknya, Jokowi mengacak-acak partai politik.
(h) Represi dan kriminalisasi melalui kebijakan tidak demokratis, serta politik bagi-bagi jabatan. Bahkan, rezim Jokowi membentengi ruang demokrasi rakyat dengan represi. Dampaknya, penangkapan 22 buruh, 1 mahasiswa, 2 pengabdi bantuan hukum LBH Jakarta, .49 orang dikriminalisasi setelah mencoba mengungkap kasus korupsi Budi Gunawan (2015). Tahun 2019, LBH-YLBHI mencatat, 6.128 masyarakat sipil yang menjadi korban pelanggaran kebebasan berpendapat di muka umum.
Gerakan di Papua dan Papua Barat yang menentang rasisme aparat kepolisian dan tentara terhadap rakyat Papua di Surabaya direspon dengan pengerahan 6.500 personel Brimob dan tentara. Tragisnya, 1.013 orang ditangkap dan 61 orang tewas. Pada tahun selanjutnya, gerakan Anti-Omnibus Law direspon dengan represi sistematis setidaknya terdapat 5.918 orang ditangkap secara sewenang-wenang dan 480 orang dikriminalisasi.
YLBHI dan jaringannya mencatat, 333 massa aksi yang menjadi korban dengan berbagai macam bentuk serangan dari polisi, aparat berbaju bebas, dan tentara. Serangan tersebut berupa doxing, perampasan aset, penganiayaan, perburuan, penangkapan sewenang-wenang, kriminalisasi, penghilangan paksa dalam waktu singkat, hingga penghalang-halangan pendampingan hukum;
(i) Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merampas ruang hidup rakyat melalui PP No. 15/2015 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, PP No. 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN serta Perpres No. 4/2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Kebijakan ini dalam banyak praktek bisnis, dijadikan sebagai stempel untuk memuluskan proses pembebasan lahan. Rempang Eco City, Wadas, dan Pulau Komodo adalah contohnya. Bahkan, Majelis Rakyat Luar Biasa 2024, mencatat, Jokowi melegitimasi deforestasi 2 juta hektar hutan untuk proyek PSN ketahanan pangan.
(j) Nepotisme kekuasaan di mana Jokowi mencoba segala cara dengan memobilisasi polisi, menteri, dan para relawannya, serta menggunakan fasilitas negara (bansos) untuk mengamankan posisi anaknya memenangkan kursi Wakil Presiden dalam Pilpres 2024. Bahkan, Jokowi juga mensponsori menantu, dan anaknya maju dalam Pilkada dengan mencoba merevisi UU Pilkada.
2. Korupsi Intelektual
Korupsi inetelektual yang dilakakun Jokowi selama 10 tahun, selain menjadikan Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama terlibat korupsi, juga menurunkan kualitas manusia Indonesia. Sebab, “Human Development Index” (HDI) Indonesia berada di rangking kelima Asia Tenggara. Indonesia berada di belakang Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand.
Kejahatan Jokowi yang super dahyat adalah menghancurkan reputasi UGM sebagai salah satu universitas unggulan di Indonesia. Sebab, UGM dilibatkan dalam rekayasa status kemahasiswaan dan ijazah S1 Jokowi.
Simpulannya, berdasarkan temuan YLBHI, ICW, aktifis anti korupsi, dan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Jokowi memenuhi unsur-unsur pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang diancam hukuman mati. Semoga !!! (Tamat) (Depok 28 April 2025).