Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Hampir 15 abad yang lalu Nabi Muhammad SAW sudah mengingatkan kepada umat manusia dimuka bumi ini dengan peringatan, “bila sebuah urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya”. Dan ternyata saat ini sabda Rosululloh SAW itu terbukti. Lihat saja yang terjadi di PLN saat ini. PLN dikelola oleh person person yang hanya bermodalkan backing politik atau kekuasaan saja. Terlihat saat ini semua jabatan dianggap jabatan politis. Mereka berteori bahwa semua urusan teknis dibawah kendali instansi Pemerintah ataupun BUMN dapat diselesaikan dengan komando politis. Namun faktanya untuk PLN semakin amburadul bila di ukur dari performance keuangan. Dimana saat dikomando oleh person yang memiliki “hard competency” atau kompetensi teknis sesuai bidang usaha kelistrikan (elektro/mesin/sipil) dalam arti keahlian maupun ketaatan jalur professi sebelumnya, maka ukuran subsidi maksimal hanya Rp 50T – Rp 60T pertahun. Tetapi ketika dipimpin oleh person yang hanya mengandalkan pengalaman bisnis dan jalur Politik/Kekuasaan/Pemerintahan, maka subsidi langsung melejit diatas Rp 100T bahkan terakhir antara Rp 133,33T – Rp 200,8T yang terjadi antara 2020 – 2022.
STRATEGI “PAT GULIPAT” !
Terakhir terungkap dalam “Zoom Meeting” (Januari 2023) , ketika seorang Anggota DPR RI Komisi VII/PKS, DR. Mulyanto Manan, yang mengatakan bahwa Kementerian ESDM “menyelundupkan” pasal pasal “Power Wheeling System” (PWS) dalam pembahasan RUU EBT (Energi Baru Terbarukan).
Pertanyaannya, mengapa untuk menggoalkan sebuah pasal/aturan/kesepakatan PWS saja harus dilakukan melalui cara2 konyol “penyelundupan” ?
Jawabnya, karena pasal2 PWS tersebut akan mengakibatkan melejitnya tarip listrik ! Sementara saat ini, sebelum adanya UU PWS tersebut, melejitnya tarip listrik akibat kompetisi penuh (MBMS) yang terjadi mulai 2010 (saat DIRUT PLN menjual seluruh jaringan ritail Jawa-Bali ke Taipan 9 Naga) di tanggung sendiri oleh Pemerintah dengan subsidi ratusan trilyun seperti diatas. Dan terakhir2 terlihat bahwa Pemerintah sudah mulai “kuwalahan” dalam menanggung subsidi diatas, karena menggunakan dana dari hutang LN (sementara hutang LN sendiri makin “menggunung”). Sehingga di “selundupkan” lah pasal2 PWS itu lewat RUU EBT. Agar setelah lolos menjadi UU (apapun), subsidi listrik bisa dicabut secara total !
Namun ada pertanyaan lanjut, mengapa harus “sembunyi”2 dalam menerapkan PWS tersebut ? Jawabnya, karena PWS merupakan kebijakan lanjut dari “Unbundling” dan MBMS yang melanggar putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan putusan MK No. 111/PUU-XIII/2016 !
KESIMPULAN :
Intinya saat ini, akibat pengelolaan kelistrikan yang tidak professional sebagai akibat di pimpin oleh person yang asal2an (pedagang,politisi dst) mulai akhir 2009, maka subsidi listrik makin tidak terkendali. Dan Pemerintah dengan segala usaha akan mencabut seluruh subsidi listrik melalui tahapan2 HSH, IPO ,penerapan “Power Wheeling” , penerapan MBMS , dan terakhir penyerahan operasional PLN kawasan Jawa-Bali ke Kartel Listrik Swasta, sehingga subsidi ratusan triliun rupiah yang mestinya ditanggung Pemerintah akan diserahkan ke konsumen/rakyat secara langsung untuk ber urusan dengan “pedagang” listrik Jawa-Bali bernama Kartel Liswas . Dan sesuai analisa Sidang MK tahun 2003-2004 terkait JR UU No 20/2002 ttg Ketenagalistrikan, tarip listrik akan naik minimal 5x lipat saat pertama dilepas ke Kartel !
Dan karena tidak hadirnya Negara ditengah rakyat, maka Hukum KAPITALIS (yang diikuti juga kekuatan KOMUNIS seperti Senhua, Huadian, Chengda, CNEEC, Siniomach dsb) akan berlaku ditengah konsumen listrik/rakyat Indonesia ! Sehingga seperti Philipina, Kamerun, Srilangka dll, rakyat yang tidak mampu terpaksa memakai lilin, teplok, gembreng, upet, dan semacamnya .
SUPER KESIMPULAN :
Inilah akibat Pengelolaan PLN yang diserahkan bukan kepada Ahlinya !
Innalillahi wa Inna ilaihi roojiuun !!
MAGELANG, 27 PEBRUARI 2023.