Cerita Abdullah Hehamahua Adu “Tepat Waktu” dengan Abah Natsir

January 8, 2022

Waktu ibarat pedang bermata dua, namun jarang disadari oleh kebanyakan orang. Jika bisa memanfaatkan waktu, maka ia akan memberikanmu banyak keuntungan, namun jika kamu yang dimanfaatkan waktu maka kamu akan menderita kerugian, sama ibarat pedang, bisa digunakan untuk membela diri, dan bisa juga digunakan untuk membunuh dan berbuat aniaya, tergantung kita menggunakannya seperti apa.

Sudah menjadi “budaya negatif” bagi masyarakat Indonesia, bahkan sampai ada istilahnya entah itu jam karet atau WIB (Waktu Indonesia Bergeser), masyarakat kita suka sekali ngaret atau tidak tepat waktu ketika menghadiri sebuah agenda.

“Budaya ngaret” ini sangat merugikan berbagai pihak. Bayangkan misalnya agenda pertemuan direncanakan jam delapan pagi, kemudian para peserta malah datang jam sepuluh, dengan berbagai alasan, bisa macetlah, bangun kesiangan, angkot sering berhenti, dan sebagainya, yang semestinya alasan-alasan tersebut bukanlah sebuah pemakluman untuk ngaret.

Dalam case di atas sesungguhnya peserta pertemuan telah rugi dua jam yang produktif, karena dalam dua jam seharusnya banyak hal yang memiliki nilai yang bisa dilakukan, terutama bagi mereka yang anti ngaret. Mereka yang sangat menghargai waktu tentu merasa jemu, bosan, bahkan dirugikan ketika peserta yang lain datang ngaret, karena dalam rentang waktu kosong tersebut seharusnya ada kegiatan yang bisa mereka lakukan.

Taklim Bulanan DPD Masyumi Depok Abdullah Hehamahua 2

Inspirasi Budaya Tepat Waktu Bang Dullah

Salah satunya adalah Ketua Majelis Syura Partai Masyumi Abdullah Hehamahua. Pria kelahiran Ternate ini dikenal sebagai sosok yang berintegritas tinggi dan sangat berusaha maksimal untuk tidak ngaret ketika ada pertemuan. Bang Dullah (sapaan akrab Abdullah Hehamahua) biasanya akan hadir maksimal lima belas menit sebelum pertemuan dimulai.

Hal ini selalu dijaga untuk menghargai waktu, dan menghargai peserta pertemuan. Bang Dullah menyampaikan bahwa budaya ontime atau tepat waktu alias tidak ngaret ia adopsi dari Ketua Umum Partai Masyumi pada tahun ’50 KH Mohammad Natsir. Ia bercerita bahwa Abah Natsir (sapaan Bang Dullah untuk Perdana Menteri Indonesia kala itu) orang yang selalu tepat waktu.

Hingga pada suatu ketika, Bang Dullah sempat bertaruh adu cepat datang ke kantor, kalau tidak salah kantor Dewan Dakwah, dengan Abah Natsir. Pagi itu Bang Dullah datang pagi sekali kurang lebih waktunya berbarengan dengan jam kerja office boy untuk membuka kantor.

Bang Dullah Terkecoh

Bang Dullah merasa senang, karena menurutnya waktu itu, datang bersamaan dengan office boy adalah kedatangan yang pertama di kantor pagi itu. Bagaimana tidak, kunci kantor memang dipegang oleh staf tersebut dan bertugas membuat kantor setiap paginya.

Lantas Bang Dullah pergi ke sebuah ruangan, dari ruangan samping Bang Dullah mendengar ada suara krasak krusuk, ia pun bertanya pada staf office boy, “Di ruangan sebelah itu siapa?” tanya Bang Dullah waktu itu. “Abah,” jawab si office boy singkat. Bang Dullah kaget, dan ternyata ketika dilihat memang Abah Natsir sudah ada di ruangan kerjanya dan sudah mulai beraktifitas. Bang Dullah pun akhirnya merasa kalah oleh Abah Natsir dalam hal budaya ontime. Hal ini yang menjadi inspirasi Bang Dullah hingga berusia sepuh saat ini pun masih memegang teguh budaya tepat waktu ketika ada agenda pertemuan baik itu dengan masyarakat, organisasi, maupun pertemuan lainnya.

Taklim Bulanan DPD Masyumi Depok Abdullah Hehamahua 3

Budaya Tepat Waktu Harus Dimulai

Jika mereka-mereka yang sudah teruji integritasnya begitu menjaga budaya tepat waktu, mengapa kita tidak mulai mengubah pola pertemuan kita dari yang semulanya mengadopsi idiom WIB (Waktu Indonesia Bergeser) menjadi masyarakat yang anti ngaret?

Cerita ini disampaikan Abdullah Hehamahua pada taklim bulanan Partai Masyumi DPD Kota Depok, di Mushola Pemuda, Jumat (8/1). Taklim yang berlanjut pada rapat kordinasi antara pengurus DPD dengan pengurus DPC itu turut dihadiri sekitar dua puluhan fungsionaris dan kader Partai Masyumi Kota Depok.

Penulis Rilis: Ananda Puja (Sekretaris Partai Masyumi DPC Tapos)

Taklim Bulanan DPD Masyumi Depok Abdullah Hehamahua 4
Atap Langit Koffie – lokasi strategis untuk meeting sambil ngopi, tempatnya berada di atas kantor Partai Masyumi DPD Kota Depok