Dirgahayu RI ke 80
Pandangan M. Natsir Terhadap Bung Karno dan Bung Hatta*
Disadur oleh Wildan Hasan
@theIntiqadCenter_
Tentang Bung Karno
– Bung Karno adalah salah seorang pemimpin besar bangsa Indonesia, di samping Bung Hatta.
– Polemik saya dengan Bung Karno (soal Islam dan Negara) berjalan seru. Tapi kami senantiasa objektif dan tidak saling melukai perasaan.
– Kami dari PERSIS (Persatuan Islam) yang paling awal menjenguk Soekarno ketika di penjara di Sukamiskin Bandung. Kami membawa oleh² dan buku².
– Pandangan hidup, pandangan politik, dan asas perjuangan saya dengan Bung Karno berbeda. Bung Karno berdasarkan kebangsaan, saya atas dasar Islam. Meskipun demikian, antara kami tidak pernah ada rasa benci atau dendam.
– Perbedaan faham tidak berarti permusuhan.
– Sesudah saya jadi Menteri Penerangan, hubungan saya baik sekali dengan Bung Karno.
– Apabila saya ke Jogjakarta, Bung Karno Selalu mengajak saya sarapan pagi di gedung Kepresidenan, sambil menyiapkan pidato² Presiden untuk 17 Agustus.
– Hubungan saya dengan Bung Karno setelah ditunjuk menjadi Perdana Menteri tidaklah sebaik hubungan saya sewaktu masih sebagai Menteri Penerangan di masa revolusi.
– Perbedaan saya dengan Bung Karno semakin kuat, apalagi setelah muncul gagasan Bung Karno dengan konsepsinya, kabinet Kaki-Empat. Gagasan Bung Karno itu saya tantang.
– Politik Bung Karno dengan NASAKOM-nya membuat hubungan saya dengan beliau semakin buruk.
– Walaupun pertentangan paham kami telah memuncak, pada tanggal 1 Januari 1958 saya bersama istri tetap diundang ke Istana Merdeka dan kami berjabatan tangan, sambil mengucapkan “selamat tahun baru”.
– Politik Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia semakin dekat dengan PKI. Hal ini mendorong timbulnya PRRI, Permesta, yang dilanjutkan oleh generasi 1966, yang melahirkan Orde Baru.
– Saya tegaskan bahwa sebagai pribadi dalam segala perbedaan atau pertentangan pendapat tidak pernah saya maupun Bung Karno menaruh rasa dendam satu sama lain.
– Mudah-mudahan sikap jiwa yang demikian ini dapat dihidupkan kembali dalam rangka pembinaan Bangsa di kalangan generasi penerus, demi tegaknya Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Tentang Bung Hatta
– “Ia lebih menghargai nilai daripada wadah”.
– Ketika terjadi perbedaan antara Bung Hatta dengan Bung Karno, Bung Hatta lebih suka meninggalkan jabatan Wakil Presiden daripada harus meninggalkan prinsip perjuangannya. Setelah beberapa kali usahanya gagal untuk mencapai titik pertemuan.
– Saya meminta kepada Hatta, apabila ia mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden hendaknya memberikan alasan politis. Ternyata Hatta hanya memberikan alasan karena masa jabatannya sudah habis.
– Tetapi, dalam buku Bung Hatta “Demokrasi Kita”, dapat diketahui alasan pengunduran dirinya sebagai Wakil Presiden.
*AMANAT NATSIR VIII, Pak Natsir Tentang Orang-orang Lain, LIPPM, 1407 H/ 1987 M

