SHAUM DAN IBADAH RAMADHAN RASULULLAH SAW (9):
AL-QUR’AN SEBAGAI BACAAN
Abdullah Hehamahua
Alhamdulillah, segala pula dan puji hanya milik Allah SWT. Sebab, hanya atas inayah dan iradah-Nya, kita masih memiliki nikmat iman, Islam, kesehatan, dan kesempatan. Dampak positifnya, kita bisa jumpa lagi dalam rubrik ini: Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW, seri ke – 9.
Penulis berharap, subuh tadi sampai malam ini, orientasi berpikir kita sudah mulai berubah dari western oriented ke Qur’an oriented. Konsekwensi logisnya, pola pikir, sikap jiwa, ucapan, tindakan, dan perilaku pada malam kesembilan ramadhan ini, betul-betul meneladani Rasulullah SAW.
Nabi Muhammad SAW, selama ramadhan, fokus terhadap lima amalan, yakni: Bershaum pada siang hari; Shalat tarawih pada malam hari; Tadarus Al-Qur’an; Ittikaf di masjid pada 10 hari terakhir; dan Mengeluarkan zakat fitrah.
Penulis, mengingat pentingnya kedudukan Al-Qur’an dalam Islam, mengkomunikasikan seri ke-9 ini dengan subtema: Al-Qur’an Sebagai Bacaan.
Arti Al-Qur’an
Data-data empiris, sejak Adam AS sampai sekarang, tidak ada kitab yang dibaca milyaran orang setiap hari, sepanjang masa, seperti Al-Qur’an. Bahkan, jutaan orang di dunia menghafal seluruh isi Al-Quran. Sebab, Al-Qur’an, secara etimologi, berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang.” Namun, perkataan “Al-Qur’an” adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja “qara’a” yang artinya “membaca.”
Konsekwensi logisnya, keislaman seseorang sepatutnya identik dengan kegiatan membaca Al-Qur’an. Namun, penelitian Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta yang dilakukan di 25 provinsi dengan 3.111 responden, menemukan, 72,25% umat Islam masih buta aksara Al-Qur`an.
Pahala Membaca Al-Qur’an
Tidak ada kitab di dunia ini, yang kalau cuma dibaca, mengerti atau tidak, pembacanya langsung mendapat pahala. Namun, Al-Qur’an, setiap perkataannya dibaca, pembacanya mendapat pahala. Maknanya, jika seayat, sesurah atau satu juz yang dibaca, tentu pahalanya lebih banyak. Apalagi kalau dibaca seluruhnya.
Rasulullah SAW dalam kontek ini menyampaikan beberapa manfaat membaca Al-Qur’an, antara lain: “Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, tetapi aliif itu satu huruf, laam itu satu huruf, dan miim itu satu huruf.” (HR. Tirmidzi).
“Sebaik-baiknya ibadah umatku adalah membaca Al-Qur’an.” (HR. al-Baihaqi).
Allah berfirman, “Siapa saja yang disibukkan oleh membaca Al-Qur’an, hingga tak sempat dzikir yang lain kepada-Ku dan meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya balasan terbaik orang-orang yang meminta. Ingatlah, keutamaan Al-Qur’an atas kalimat-kalimat yang lain seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya,” (HR. Al-Baihaqi).
Dari Aisyah RA, beliau berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan dia mahir membacanya, maka dia bersama para malaikat yang mulia dan berbakti. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan merasa kesulitan dalam membacanya, maka baginya dua pahala.”
Sejarah Islam mencatat, dalam setiap bulan Ramadhan, Malaikat Jibril turun ke bumi untuk menyaksikan dan mengoreksi hafalan Rasulullah SAW. Olehnya, Rasulullah SAW mengatakan, para hafidz (penghafal Al-Qur’an), menempati kompleks syuhada di syurga. Dua sebab, mengapa hafidz Qur’an menempati posisi terhormat di syurga:
a. Kecintaan Luar Biasa ke Allah SWT
Seorang hafidz merasakan Al-Qur’an adalah personifikasi Allah SWT. Sebab, memang ia adalah wahyu-Nya. Hal itu dimanifestasikan dengan cara, selain shalat, dia akan membaca Al-Qur’an.
b. Memelihara Wahyu Allah
Pada jaman Rasulullah SAW, ayat Al-Qur’an ditulis di atas tulang dan daun tamar. Namun, ayat-ayat Al-Qur’an tersebut disimpan pula di kepala para sahabat dalam bentuk hafalan.
Para nalaris berpendapat, tidak perlu susah-susah menghafal. Sebab, ada teknologi komputer untuk bisa menyimpan naskah Al-Qur’an tersebut. Pendapat ini keliru. Sebab, ternyata Taurat dan Injil dimanipulasi isinya oleh para rahib dan pendeta. Ini karena tidak ada yang menghafal taurat dan Injil seperti para sahabat menghafadz Al-Qur’an.
Dampak positif dari perilaku para sahabat tersebut, jutaan kali usaha mengubah, menambah, mengurangi atau menyisipkan sesuatu ke dalam ayat-ayat al-Qur’an, gagal. Usaha-usaha jahat tersebut gagal karena selalu bisa dideteksi ketika Al-Qur’an dibaca oleh seorang hafidz. Begitulah cara Allah merealisasikan janji-Nya sendiri bahwa. ”Al-Qur’an itu Kami yang menurunkan dan Kami yang memeliharanya.”
c. Memelihara Keaslian Makna Ayat-Ayat Al-Qur’an
Pernah heboh, seorang ustadz shalat dengan menggunakan dua bahasa: Al-Qur’an dan bahasa Indonesia. Mengapa tindakan ustaz tersebut diprotes umat Islam.? Ada dua alasan:
Pertama, kaidah fiqh Islam: ”segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah ubudiah, tidak boleh kecuali yang diperintah.” Artinya, kalau shalat subuh itu, dua rakaat, maka tidak boleh ditambah rakaatnya, dengan alasan: makin banyak shalat, makin banyak pahala.
Namun, dalam masalah muamalah, kaidahnya: ”semua boleh, kecuali yang dilarang.” Misalnya, kita bisa makan dan minum apa saja, kecuali terhadap apa yang sudah ditetapkan sebagai haram dimakan/diminum
Kedua, tidak semua bahasa Al-Qur’an bisa diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun. Sebab, ketika salah satu perkataan Al-Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia misalnya, akan menimbulkan perbedaan makna. Contohnya, dalam surah Al-Fatihah, ayat 1: alhamdulillahir Rabbil ’aalamiin, dibaca dalam bahasa Indonesia sebagai ”segala puji bagi tuhan sekalian alam.”
Di sinilah terjadi perubahan makna yang luar biasa. Sebab, tuhan dalam bahasa Arab adalah Ilah. Padahal, Rabb mengandung makna fungsional dari salah satu kekuasaan Allah, yaitu ”memelihara dan mengurus.”
Simpulan:
1. Al-Qur’an sebagai bacaan, hendaknya menjadi menu utama literasi kita sehari-hari. Sebab, selain mendapat pahala, Al-Qur’an juga berfungsi sebagai sumber hukum, hulunya ilmu pengetahuan, dan kurikulum kehidupan manusia.
Konsekwensi logisnya, Al-Qur’an harus dibaca setiap waktu, minimal sesudah selesaikan menegakkan shalat wajib, lima sekali, sehari semalam.
2. Bacaan pertama yang harus dibaca seorang anak sejak bayi adalah Al-Qur’an. Konsekwensi logisnya, pelajaran pertama dan utama bagi seorang anak adalah Al-Qur’an. Dampak positifnya, pola pikir, sikap jiwa, ucapan, tindakan, dan perilaku setiap anak, Qur’ani.
Marilah, mulai malam ini, setiap Muslim/Muslimah menjadikan Al-Qur’an sebagai bacaan rutin. Dampak positifnya, mulai malam ini, tambahkan bacaan Al-Qur’an kita. Dampak positif lanjutannya, bertambah pula jumlah hafalan kita. Minimal, dengarlah bacaan Al-Qur’an, baik melalui tv, radio, masjid, mushallah, maupun penghuni rumah. Sebab, Allah SWT berfirman: “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS Al A’raf: 204).
Akhirnya, piala taqwa bisa kita raih pada 1 Syawan nanti. In syaa Allah. !!! (Depok, 8 Maret 2025).