Mencapai Konfederasi Partai Islam

December 7, 2024

Mencapai Konfederasi Partai Islam

Oleh Dr. Ahmad Yani
Ketua Umum Partai Masyumi

Saya secara pribadi bersyukur kepada Allah SWT, atas karunia yang cukup besar pada hari ini. Bagi saya pertemuan ini bukan pertemuan biasa, ini pertemuan penting dan stategis serta mendesak bagi ummat Islam, dalam menghadapi dinamika politik kebangsaan yang berkembang.

Karena itu, terima kasih yang tidak terhinga kepada partai-partai Islam yang hadir, wabil khusus kepada Partai Umat sebagai penyelenggara kegiatan ini.

Semoga rahmat Allah selalu tercurahlan kepada Umat Islam, dan kepada Bangsa Indonesia. Semoga Allah memberkati kita semua.

Pertemuan antar partai Islam hari ini semoga bukan hanya untuk silaturrahim biasa, atau hanya diskusi rutinitas. Besar harapan, pertemuan Partai Islam ini melahirkan penyatuan konsepsi menuju Persatuan dan kebangkitan partai Islam.

Sejarah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan umat Islam, dan sejarah politik Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah Politik Islam. Ini adalah realitas yang tidak bisa dimanipulasi oleh siapapun.

Jejak perjuangan dan pergerakan umat dalam berjuang dan mempertahankan republik Indonesia, baik dalam bidang pertahanan, keamanan, ideologi, politik, budaya dan lain-lain telah menjadi catatan yang abadi bagi bangsa ini.

perjuangan umat Islam Indonesia dan perjuangan para tokoh-tokoh dan pejuang Islam jauh sebelum Indonesia Merdeka, hingga negara ini mencapai kemerdekaan. dan perjuangan tersebut masih berlanjut sampai hari ini. Umat Islam senantiasa menjadi benteng pertahanan republik, mempertahankan wibawa republik, dan menjaga republik dari segala ancaman perpecahan dan ancaman lainnya.

Sebagai asset republik, ummat menjadi tumpuan harapan yang harus tetap ada. Ummat ini bukan sekedar sebagai pelengkap, ummat adalah pelaku yang menjadi bagian penting sejarah perjalanan bangsa ini. Dan karena itu kewajiban kita sebagai ummah adalah saling menjaga dan menghormati agar menjadi sumber kearifan dan keteladanan bagi ummat yang akan datang.

Tetapi keberadaan ummat akan menjadi sia-sia dan tidak menjadi sumber kearifan, kalau umat ini berpecah, berselisih dan bertikai satu dengan yang lain. Justru akan memperlemah perjuangan kita sebagai entitas yang besar ini.

Dalam politik seringkali kita menghadapi situasi yang diwarnai perbedaan antara elit-elit politik Islam, antara entitas-entitas politik, bahkan ormas-ormas Islam. perbedaan-perebadaan ini telah memperkecil konsolidasi ummat dan telah membuat ummat kehilangan tokoh sentral sebagai teladan.

Ummat Islam boleh bangga memiliki ormas-ormas yang hebat dan kaya. Warga Muhammadiyah boleh berbangga dengan Muhammadiyah, Warga NU boleh berbangga dengan NU nya, begitu juga ormas-ormas lain. Tapi jangan lupa, Muhammadiyah, NU dan ormas lainnya hanyalah entitas sosial ummat, bukan entitas politik yang representative dalam arti demokrasi konstitusional.

Ormas-ormas Islam adalah penjaga kesucian ummat, yang menjaga agar ummat memiliki afiliasi secara sosial dalam pergaulannya. Namun yang lebih penting adalah, ummat harus dijaga kepentingannya agar segala cita-cita dan harapanya sebagai sebuah entitas dalam negara dapat terwujud.

Untuk menjaga kepentingan ummat dalam bidang kenegaraan adalah dengan partai politik yang beridiologi Islam. Hanya dengan partai politiklah semua kepentingan dapat diperjuangkan. Tidak dengan cara lain. Karena setiap kebijakan yang menyangkut hajat hidup rakyat selalu diambil lewat keputusan politik, maka keputusan politik itu hanya dapat dimenangkan dengan cara memenangkan partai-partai Islam.

Namun partai Islam sebagai harapan bagi penyalur aspirasi umat juga mengalami kemandekan yang cukup serius. Sehingga suara umat banyak yang berlabuh ke partai-partai yang berhaluan nasionalis sekuler. Sementara partai nasionalis Islam semakin mengalami penurunan electoral yang luar biasa.

Tren Perolehan Suara Partai Islam

Umat Islam sebagai entitas boleh (ummah) boleh berbangga disebut sebagai mayoritas. Dari 204.807.222 pemilih di Indonesia, Sekitar 80 persen adalah pemilih beragama Islam. Dibalik angka yang besar itu, justru partai-partai Islam mengalami tren penurunan. perolehan suara untuk partai-partai Islam di Indonesia dari waktu ke waktu sangat menyedihkan.

Kalau kita membaca statistic pemilu dari tahun 1955 sampai tahun 2024 kemarin, kita mendapati angka perolehan partai Islam belum mencapai 50 persen, atau setengah dari jumlah pemilih.

Tahun 1955 sebagai pemilu pertama yang diselenggarakan di Indonesia, partai-partai Islam legenderis seperti Masyumi dan NU memang berhasil cukup membanggakan sebagai kekuatan politik Islam yang berwibawa. Namun perolehan keseluruhan partai Islam pada waktu itu hanya sekitar 43.72 persen.

Perolehan yang cukup gemilang itu terhenti oleh karena tibanya otoritarianisme orde lama yang kemudian secara tidak langsung ingin menguburkan partai-partai Islam dalam kancah politik nasional.

Pada Pemilu orde baru dari tahun 1971 – 1997 partai-partai Islam tidak mampu mencapai angka 30 persen. Bahkan pada masa orde baru berada dipuncak kejayaannya partai PPP sebagai satu-satunya Partai Islam hanya memperoleh antara 15-17 persen suara.

Sedangkan pada Masa Reformasi, dari tahun 1999-2024 tren perolehan suara partai Islam masih berkutat diangka 30 an. Pada Pemilu 1999 Partai Islam secara keseluruhan hanya memperoleh suara sekitar 36.29 persen. Pada Pemilu 2004 Partai Islam hanya meraup suara sekitar 35.90 persen. Pemilu 2009 perolehan partai Islam sekitar 27.11%. Sedangkan pada tahun 2014 sekitar 31 persen, tahun 2019 30 persen, tahun 2024 perolehan partai Islam 31 persen.

Dari angka ini memperlihatkan bahwa partai-partai Islam mengalami stagnasi dalam 3 pemilu terakhir. Sementara jumlah pemilih beragama Islam semakin bertambah, namun jumlah perolehan suara partai Islam masih di angka 30 persen.

Dari semua kenyataan tersebut, maka perlu ada evaluasi terhadap kepartaian kita, khususnya partai-partai Islam, baik yang ada di parelemen maupun diluar parlemen. untuk itu perlu dilihat dari sudut pandang sejarah.

Bermula dari Federasi Ormas Islam

Sejarah partai politik Islam Indonesia adalah sejarah yang selalu diawali dengan pembentukan federasi oleh ormas-ormas Islam. Sebagaimana kita ketahui Sebelum masuknya Tentara Pendudukan Jepang, sebanyak 22 organisasi Islam membentuk Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tahun 1941. MIAI adalah merupakan federasi organisasi Islam.

Pada saat Jepang menduduki Indonesia tahun 1942, MIAI sebagai Federasi organisasi Islam kemudian berubah nama menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MAsyumi) pada tahun 1943. Pembentukan Masyumi ini sebagai akomodasi politik dari Pemerintah Pendudukan terhadap umat Islam. Masyumi masa Pendudukan Jepang adalah federasi ormas Islam

Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat Nomo X tahun 1945 sebagai anjuran agar mendirikan Partai Politik, golongan Islam merespon Maklumat itu.

Tokoh-tokoh Islam dari berbagai kalangan, dari organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU, Persatuan Islam, PUI, Al-Wasliyah, al-Irsyad dan lain-lain bersepakat untuk mendirikan Partai Politik Islam. Kesepakatan itu menghasilkan pertemuan besar (Kongres Umat Islam) pada tanggal 7-8 November 1945 di Gedung Muallimin Yogyakarta. Dalam kongres tersebut disepakati membentuk Partai Masyumi sebagai satu-satunya Partai yang mewakili aspirasi umat Islam dalam bidang politik. Partai Politik Islam Masyumi adalah federasi dari ormas-ormas Islam.

Dalam pembentukan partai Masyumi ini kita dapat belajar, bahwa memang dalam kalangan Islam sendiri banyak entitas-entitas kecil yang Bernama ormas, adalah yang sifatnya besar, ada yang sedang dan ada yang kecil. Namun hebatnya, tidak peduli sekecil apapun organisasi-organisasi itu, tidak ditinggalkan dalam urusan ummat, sehingga semua tidak ada yang merasa tertinggal atau ditinggali.

Dengan bersatunya kekuatan-kekuatan Islam itu, meskipun pada tahun 1952 NU keluar dari Masyumi, namun perolehan suara keduanya sangat signifikan. Kalau di jumlahkan, perolehan suara partai Islam hasil pemilu 1955 sekitar Jumlah 43.72 persen. Ini menunjukkan betapa kuatnya konsolidasi politik Islam masa itu. kalau seadainya demokrasi berjalan sebagaimana mestinya, mungkin pada pemilu berikutnya pada masa itu, partai Islam akan menang mutlak dalam pemilu.

Apa yang kita pelajari dari cara orang-orang dahulu itu? mereka mementingkan persatuan, mereka meninggalkan sikap superioritas dan selalu melibatkan semua tokoh-tokoh Islam dan ormas-ormas islam dalam semua urusan yang menyangkut hajat hidup umat Islam dalam kehidupan bangsa dan negara.

Berlanjut Ke Fusi Partai Islam

Setelah peristiwa Gerakan pemberontakan PKI 1965, tokoh-tokoh Islam ex Masyumi mempunyai keinginan untuk merehabilitasi Masyumi, namun gagal. Tetapi memberikan jalan bagi Partai baru yaitu Parmusi untuk ikut pada pemilu tahun 1971. Pada pemilu inilah perolehan suara partai Islam menurun drastic semenjak tahun 1955. Perolehan surat Partai Islam hanya sekitar 25.79 persen dari 4 tanda gambar Islam.

Upaya untuk menyatukan 4 partai Islam yang tersisa itu, yaitu Parmusi, NU, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Pergerakan Tarbiyah Islamiyah yang melahirkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Setelah fusi partai itu, suara partai Islam juga tidak kunjung menaik. Terlihat sepanjang pemilu yang dilakukan oleh orde baru perolehan suara partai Islam masih dibawah 30 persen. Data menunjukkan dari pemilu tahun 1977 perolehan PPP hanya 29.29%, dan semakin menurun pada pemilu 1982 hanya memperoleh 27.78%. tahun 1987 Suara PPP hanya 15.96%, tahun 1992 hanya 17.06%, dan 1997 hanya 21.85%.

Pada masa orde baru ini kita dapat maklum bahwa pemilu saat itu sangat terkontrol, dikendalikan penuh penguasa, sehingga perolehan suara partai Islam juga sangat ditentukan oleh belas-kasihan orde baru.

Pada masa orde baru, partai Islam tidak gagal dalam menjalankan visi dan misinya, tetapi kekuasaan sudah ditakdirkan tidak ramah dengan politik Islam. inilah yang menyebabkan partai Masyumi dipaksa membubarkan diri oleh Soekarno.

Pada masa orde baru pemilih Islam tidak sedikit, dan yang memilih partai Islam juga tidak sedikit, namun karena pemilu dihitung oleng penguasa maka hasilnya berdasarkan hitungan penguasa itu.

Mungkinkah membentuk Kofederasi Partai Islam?

Federasi Ormas Islam saat berdirinya Masyumi 7 November 1945 adalah sesuatu yang gemilang, tetapi sudah tidak mungkin untuk diulang Kembali peristiwa itu. fusi partai Islam seperti yang terjadi pada 5 Januari 1973, bisa saja terjadi, mungkin agak berat karena satu dan lain hal. Maka yang paling mungkin dilakukan adalah membentuk Kofederasi partai-partai Islam.

Partai-partai awal tetap memiliki kedaulatan penuh atas keanggotaannya, namun bekerja sama memenangkan pemilu. Pembentukan kofederasi lebih memberikan kemungkinan untuk menyatukan Kembali kekuatan partai-partai kecil dengan sumber daya yang ada.

Konsep kofederasi partai Islam ini sangat memungkinkan untuk membangkitkan semangat kader-kader partai Islam untuk Bersatu. Bagi saya kalau tokoh-tokoh partai dapat duduk Bersama membahas pembentukan kofederasi ini, maka tahun 2029 nanti partai Islam yang kecil-kecil ini akan memiliki perwakilan di parlemen.

Korupsi Ala Prabowo (5)

KORUPSI ALA PRABOWO (5) Abdullah Hehamahua Divisi Propam Polri mengamankan 18 anggota polisi. Mereka diduga