Peneliti USM Malaysia: Pemikiran Natsir relevan atasi konflik global
Pizaro Gozali Idrus, peneliti hubungan internasional sekaligus mahasiswa doktoral di Center for Policy Research Universiti Sains Malaysia, menyoroti pemikiran Natsir yang selama ini lebih dikenal sebagai tokoh domestik. Padahal, menurut Pizaro, Natsir memiliki gagasan besar yang berkontribusi pada perdamaian internasional, tercermin dalam peranannya di kancah dunia.
Pizaro menjelaskan bahwa gagasan politik bebas aktif yang digagas Natsir merupakan kajian khas dalam geopolitik, dan ini merupakan produk asli dari politik luar negeri Indonesia. Menurutnya, prinsip ini menjadi landasan Natsir dalam membangun perdamaian internasional.
“Pak Natsir memegang teguh prinsip politik bebas aktif dan menjadikannya dasar dalam menjalin hubungan internasional yang damai,” kata Pizaro yang juga pengajar di INSIP Pemalang itu.
Salah satu implementasi nyata dari gagasan ini, lanjut Pizaro, dapat dilihat dalam mosi Vietminh yang diajukan Natsir, yang tidak memihak kepada blok kiri atau pun blok AS.
Pizaro juga mengungkapkan lima gagasan perdamaian yang dikemukakan oleh Natsir, yang menjadi bagian penting dari kontribusinya terhadap perdamaian internasional. Kelima gagasan tersebut antara lain: pertama, politik bebas aktif yang menegaskan independensi geopolitik tanpa terikat pada blok manapun, baik AS maupun Uni Soviet; kedua, mewujudkan kemerdekaan negara-negara dari kolonialisme, seperti yang terjadi di Aljazair, Tunisia, dan Palestina.
Ketiga, membangun kembali hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara yang terpecah seperti Malaysia, Jepang, dan Arab Saudi; keempat, solidaritas dunia Islam, tercermin dalam peranannya di Afghanistan, Bosnia, dan Patani; dan kelima, persatuan nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Gagasan-gagasan ini menunjukkan bahwa Natsir tidak hanya berperan sebagai pemikir perdamaian domestik, tetapi juga memiliki kontribusi penting dalam kajian perdamaian global. Pemikiran beliau dapat menjadi dasar dalam pengembangan teori geopolitik Nusantara,” tambah Pizaro.
Pizaro menambahkan bahwa gagasan pemikiran Natsir sangat relevan dengan konteks zaman kini, di mana benturan konflik antarnegara besar terjadi di berbagai belahan dunia. Ia juga menilai bahwa gagasan Natsir dapat menjadi solusi dalam menangani masalah seperti konflik di Laut China Selatan, karena Natsir sangat menekankan pentingnya kedaulatan maritim Nusantara melalui mosi integral.
“Pemikiran Natsir dalam perdamaian internasional berangkat dari norma, etik, dan ide dalam hubungan internasional, yang sangat relevan untuk menjawab tantangan global saat ini,” pungkas Pizaro.
“Jika kita memandang hubungan internasional cenderung bersifat material dan kapitalistik, Natsir berangkat dari ide dan gagasan yang bernilai. Ia menenkankan Pembangunan dan invetasi tidak boleh berlangsung tanpa dilandasi moral,” tambah dia.
Nusantara School of Thought atau Mazhab Nusantara pada saat ini adalah hasil kolaborasi dari 4 institusi baik di Malaysia dan Indonesia yaitu Centre for Policy Research Universiti Sains Malaysia, Peneleh Research Institute, Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan Universiti Muhammadiyah Malaysia.
Profesor Madya Dr. Aji Dedi Mulawarman dari Penelet Research Institute, mengatakan kolaborasi ini sudah dimulai sejak Desember 2023.
“Sudah lebih dari 10 kali kami mengadakan diskusi, yang mencakup berbagai topik seperti sejarah arkeologi, antropologi, politik—baik itu tentang tokoh-tokoh maupun ekskavasi situs,” jelas dia.
Semua kegiatan ini, kata dia, mengarah pada keserumpunan sebagai bagian dari Nusantara.
“Kami berasal dari berbagai unit serta mengembangkan perspektif dari sisi keilmuan budaya, agama, filsafat, hukum, politik, dan sebagainya,” ujar dia.