Upaya-Upaya Penyingkiran Islam Politik Di Pentas Politik

March 26, 2025

UPAYA-UPAYA PENYINGKIRAN ISLAM POLITIK DI PENTAS POLITIK

Dr. Ahmad Yani, SH.,MH
Ketua Umum Partai Masyumi

26 Ramadhan 1446 H/26 Maret 2025 M

POLITIK sering di anggap “bisnis” yang kotor, mencari politisi yang sungguh-sungguh jujur dan “sepi ing pamrih”. Di anggap sama dengan mau mencari perawan dilokasi pelacuran, itulah pendapat sinisme pragmatis. Sedangkan, strukturalisme eksterm berpendapat bahwa moralitas pribadi para politisi tidak relevan…, bahwa sebuah Negara hanya dapat maju apabila para politisi yang memimpinnya memiliki integritas dan kejujuran pribadi.

Dalam bab ini penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang upaya-upaya penyingkiran “Islam Politik“ yang dilakukan oleh para pakar-pakar politik, termasuk pakar politik Islam itu sendiri. Politik Islam itu adalah politik yang murni yang tidak pernah tersangkut oleh ideologi Barat sedikitpun, tapi oleh karena para politisi Islam sudah teralienasi oleh keadaan politik barat maka tidak ada lagi kebijakan itu diambil dari syariah Islam yang murni. Sehingga keadaan seperti inilah yang membuat politik Islam itu campur-aduk dengan ideologi Barat, bahkan telah didominasi oleh ideologi barat. Dan membuat politik Islam itu tersingkir jauh dari konteks politik yang sebenarnya. Kita memang tidak sadar kalau Islam sekarang mengalami Demoralisasi yang sangat dramastis, maka dari itu kita harus sadar sekarang dan kita harus bangkit dari kekungkungan dan kebodohan yang melanda para politisi Islam sekarang.
Terpinggirnya Islam bisa dipahami dari kedudukan “ Islam politik “ dan kuatnya posisi kelompok Abangan dan bukan Islam, bahkan adanya aktifitas kristenisasi juga merupakan petunjuk dari melemahnya peran Islam dalam berpolitik. Disisnilah kita harus bangkit untuk melawan upaya kristenisasi (khususnya generasi muda yang katanya dan menamakan diri generasi penerus bagi perubahan peradaban Islam masa depan dan memang itu lah yang diharapkan oleh umat sekarang, umat sekarang mengharapkan bangkitnya generasi penerus Islam dari upaya kritenisasi yang sedang melanda umat Islam sekarang) yang ingin menghancurkan Islam secara besar-besaran, bahkan ingin menyingkirkan Islam dari peredarannya.
Sekarang Barat sedang menyuguhkan teori filsafat yang membuat generasi Islam itu murtad dari Agama mereka masing-masing, penulis menyaksikan sendiri bagaimana proses kristenisasi itu melanda umat Islam, merenggut satu-persatu umat Islam khususnya generasi muda yang akan meneruskan perjuangan Rasulullah untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dibawah naungan Islam. Tapi kenyataan tidak demikian justru sekarang generasi muda Islamlah yang ingin memurtadkan umatnya sendiri, dasar generasi muda yang bodoh yang tidak pernah memikirkan keadaan umat yang begitu tertekan dan bahkan mereka selalu resah dengan generasi mereka.
Dan mereka sendiri tidak tahu apa sebenarnya arti dari filsafat itu sendiri, bahkan pakar filosofi zaman dulu tidak terlalu berani membawa teori filsafat. Karena mereka sadar, jika mereka membawa teori filsafat mereka takut mereka tidak mampu keluar dari keadaan tersebut dan mungkin akan ikut terbawa teori yang mengand reka sangat bertentangan dengan religius alkan pemikiran dan tidak pernah setuju dengan pendapat religius bahkan mereka sangat bertentangan dengan religius.
Sekarang Islam sudah dimarginalisasi dan mengalami eksistensi dan akhirnya menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya. Kemudian Islam akan menjadi sebuah peradaban yang dianggap sangat lemah dan sangat kecil dan gampang untuk dijajah dan dihancurkan. Setelah Islam dimarginalisasi dan mengalami eksistensi, maka para politisi Islam akan dengan mudah melakukan penyimpangan dan melakukan penghianatan terhadap umatnya sendiri tanpa merasa bersalah sedikitpun.
KEBIJAKAN YANG DIAMBIL OLEH PEMERINTAH MAUPUN PARA POLITISI UNTUK MENYINGKIRKAN “ISLAM POLITIK” DI PENTAS POLITIK
Banyak sekali kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam untuk menyingkirkan Islam politik di konteks politik. Kita dapat melihat bagaimana politik Islam itu tersingkir jauh dari konteks politik pada masa berkuasanya Orde Baru, itu dikarenakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah Orde Baru, mereka mengambil kebijakan hanya sepintas pada politik sekuler dan mereka mengabaikan para politisi Islam. Orba membuat
Ada tiga sumber konflik yang dihadapi umat Islam yang pada akhirnya bisa mengurangi peran yang harus dimainkan sebagai kelompok yang mayoritas mutlak (87 persen dari seluruh jumlah penduduk). Pertama, sikap ABRI terhadap Islam yang sejak awal telah berniat untuk melakukan “ Depolitisasi ” Islam. Sehingga ruang kebebasan bagi para politisi Islam itu sempit.Kedua, Dilema Modernisasi yang belum dapat dihadapi dengan penuh keyakinan oleh umat Islam sendiri dan membuat politik Islam terhambat bahkan tersingkir jauh dari konteks politik dan membuat ideologi Barat mendominasi konteks politik dan sering diambil sebagai rujukan untuk mengambil kebijakan dalam sistem pemerintahan. Ketiga, ketidak seragaman pemahaman dikalangan elit, ulama, politisi, intelektual, dan aktivis Islam itu sendiri, keadaan seperti inilah yang paling membuat umat Islam itu pecah-belah bahkan bermusuhan antara pemahaman yang satu dengan yang lain sehingga sering ada bentrokan antara para intelektual yang tidak mau menerima pendapat maupun masukan dari luar itu karena keegoisan mereka. Dari ketiga keadaan diatas inilah yang membuat Islam pecah-belah bahkan gampang dihancurkan oleh peradaban lain dan memberikan peluang besar bagi Barat untuk mendominasi konteks politik. Bahakn sudah banyak para intelektual Islam itu yang sudah teralienasi oleh ideologi Barat yang menyuguhkan keindahan dunia semata dan tidak memikirkan akhiratnya nanti dan dapat merusak moral umat. Tetapi, justru karena adanya ideologi Barat ini yang membuat para pakar politik Islam tidak mau mengurus Islam bahkan sebenarnya mereka telah murtad dari agamanya tetapi mereka tidak sadar akan hal itu.
Dengan susunan rezim yang didominasi oleh mayoritas kelompok ABRI abangan dan teknokrat sosialis dan kristen selama dua dekade pertama Orde Baru, jelas tidak mungkin diharapkan Orde Baru memberi ruang yang luas bagi kelompok Muslim santri untuk memainkan peran politik secara bebas tanpa pengawasan ketat dari rezim Orba. Faktor lainnya adalah kesalahan strategi kelompok santri yang terlalu menonjolkan ideologi dan “ bendera “ Islam dan tidak segera merangkul tokoh terpenting Orde Baru. Inilah keadaan politik Islam pada masa itu. Sehingga kita merasakan betul, bagaimana sekarang itu politik Islam tersingkir jauh dari konteks politik yang sebenarnya dan keadaan seperti inilah yang membuat Islam jauh dari konteks politik pada saat itu. Islam baru muncul lagi dikonteks politik ketika pada periode kabinet pembangunan V dan IV, disitu banyak sekali Muslim santri yang begulat dipentas politik bahkan banyak diantara mereka yang diangkat menjadi anggota kabinet tersebut, para pemikir Islam itu sudah teralienasi oleh ideologi Barat dan banyak diantara mereka, yang ketika mengambil kebijakan itu selalu berpatokan pada ideologi Barat.
Setidaknya ada lima faktor yang menyebabkan makin menguatnya peran negara dan berimplikasi bagi melemahnya peran partai yang bukan dari kalangan pemerintahan. Pertama, orientasi pembangunan yang terlalu mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang memerlukan stabilitas politik, pembangunan yang seperti inilah yang sangat berpengaruh terhadap peran politik dinegeri kita pinjam istilahnya para intelektual yang menyebutnya dengan negeri “antah-berantah”partai dianggap sebagai ancaman yang dapat mengganggu stabilitas tersebut sehingga banyak sekali partai yang dibubarkan khususnya pada masa Orde Baru seperti pembubaran partai Masyumi, dari sini dibuatlah berbagai aturan yang dapat membatasi pengaruhnya didalam masyarakat dan tidak memberikan ruang kebebasan baginya. Kedua, menguatnya peran sosio-politik ABRI, jelas mengurangi “ruang gerak “ bagi partai politik, karena kalau yang menguasai konteks politik itu adalah dari kalangan militer maka disitu tidak ada harapan bagi partai-partai untuk diberikan ruang kebebasan dalam menjalankan perannya sebagai pemeran dibidang politik. Ketiga, pemerintah terlalu berpihak kepada partai politik mereka sendiri, bahkan semua komponen pemerintahan juga digerakkan untuk memenangkan partai pemerintah dalam pemilihan umum (pemilu), jika komponen pemeritah ini tidak mau mendukung partai politik pemerintah maka mereka tidak akan diberi kewenangan dalam kabinet selanjutnya dan inilah yang sangat ditakuti oleh para birokrasi yang tidak bermental seperti yang dikatakan Prof. Dr. M. Amin Rais dalam bukunya yang bejudul: ”Agenda-agenda Mendesak Bangsa; Selamatkan Indonesia!” bahwa para birokrasi kita di Indonesia sekarang adalah kumpulan dari manusia-manusia yang bermental Inlander (bermental budak) bisa kita bayangkan bagaimana mentalnya seorang budak. Disini kita harus sadar bahwa kita sudah mengalami ekspansi.
Keempat, terlalu banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR yang diangkat tanpa melalui pemilihan umum (pemilu), disini bisa pula kita lihat bagaimana peran DPR-MPR yang menamakan diri sebagai wakil rakyat yang tidak pernah memperjuangkan hak-hak rakyat, malah mereka inilah yang merampas hak-hak rakyat dari tangannya. Kelima, kemerosotan peran partai Islam disebabkan faktor internal dan eksternal, dari kebijakan pemeritah inilah yang membuat politik Islam itu tidak terarah dan mengalami kemunduran yang begitu signifikan, sehaingga sangat berakibat buruk bagi masa depan politik.
Banyak yang bisa kita lihat sekarang, banyak diantara para politisi Indonesia yang tidak menginginkan politik Islam itu berada dipentas politik. Karena, jika politik Islam itu mendominasi konteks politik maka sangat berakibat fatal bagi mereka dan membuat mereka tidak bisa melakukan pelanggaran dipentas politik. Sehingga sekarang itu sudah banyak sekali pelanggaran yang dilakukan dipentas politik seperti adanya acara penyuapan, korupsi yang merajalela yang dilakukan oleh agen yang menamakan diri sebagai wakil dari rakyat dan berjanji akan memperjuangkan hak-hak rakyat, penggelapan/pencucian uang dan lain-lain masih banyakn lagi pelanggaran yang dilakukan oleh para pejabat penting negara yang tidak mau memikirkan rakyat dan orang-orang seperti inilah yang dinamakan sebagai orang-orang yang tidak memiliki jiwa pemimpin saya harap kepada seluruh masyarakat apabila kita sudah tahu sifat pemeritah seperti yang saya sebut ini supaya jangan dipilih untuk yang kedua kalinya karena kita sudah tahu bahwa mereka ini adalah orang-orang bejat. Dan inilah yang terjadi saat sekarang, moralitasnya pemerintah kita itu seperti yang saya sebut diatas bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki jiwa pemimpin sedikitpun.
Negara kita negara Indonesia yang mayoritas Muslim, perilakunya lebih buruk dari orang-orang Barat yang merupakan musuh besar Islam. Indonesia sekarang ini menjadi negara terkorup nomor 6 sedunia dan nomor pertama di Asia sehingga banyak warga masyarakatnya yang melarat dan sangat miskin serta banyak warganya yang menjadi tenaga kerja di negara-negara asing, menurut infomasi dari media massa maupun media cetak mengatakan bahwa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada dinegara asing itu diperlakukan seperti budak, bukan saja dinegara asing warga Indonesia diperbudak tetapi juga di negaranya sendiri. Kenapa bisa demikian? Sedangkan Indonesia adalah negara yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu melimpah ruah, itu karena Indonesia tidak mampu menggali Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada pada diri masing-masing dan pemerintah atau rezim yang berkuasa selalu menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya untuk dapat memenuhi kebutuhan materiilnya karena masyarakat tidak sadar akan hal itu, mungkin mereka tidak sadar atau pura-pura tidak sadar, sebenarnya sebuah negara itu semakin lama semakin berkembang dan akhirnya menjadi negara maju, tetapi Indonesia lain makin lama Indonesia semakin bloon dan tolol (sorry)
Ada beberapa kebijakan yang dibuat oleh rezim politik semasa Orde Baru untuk menyingkirkan Islam politik dan menyempitkan ruang gerak bagi politisi Islam dipentas politik, diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, menghancurkan anggota politik Masyumi supaya tidak ada lagi penghalang bagi mereka untuk melakukan pelanggaran dalam berpolitik. Kedua, penyederhanaan struktur partai dengan cara menggabungkan partai-partai Islam kedalam satu partai, karena jika partai Islam itu banyak otomatis akan ada peluang bagi orang Islam untuk menang dan itulah yang mereka khawatirkan, sehingga memicu mereka untuk mengambil kebijakan-kebijakan konyol. Ketiga, mendorong perkembangan institusi-institusi Agama melalui perbaikan Departemen Agama (DEPAG). Rezim Orde Baru hanya membantu institusi-instiutsi Agama yang tidak mempunyai tujuan untuk merebut kekuasaan politik, seperti mengambil alih Organisasi Haji dan dimonopoli oleh negara, membentuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ternyata majelis menjadi aparatus ideologi Negara, karenanya, fatwa politik MUI sebagai aparatus ideologi negara mendorong rakyat untuk memilih partai menurut penilaian perfomance dari fatwa MUI yang menyesatkan.
Disamping itu, ada juga kebijakan politik yang dibuat dan bertentangan dengan aspirasi dan kepentingan umat Islam, diantaranya:
Pengumuman rancangan Undang-Undang Perkawinan pada tahun 1973, yang menimbulkan protes sangat dahsyat dari hampir semua Organisasi Islam, karena rancangan yang dibuat oleh Golkar benar-benar mengabaikan ajaran Islam dan sangat bertentangan dengan Islam, menurut Mukti Ali yang ketika itu memegang jabatan sebagai Menteri Agama, bahwa rancangan ini tidak dibuat oleh Departemen Agama melainkan dibuat oleh Ali Murtopo dan kawan-kawannya dengan berlindung dibalik Golkar.
Pembangunan yang bersikap sangat pragmatik seperti membangun tempat-tempat perjudian, “lokalisasi” pelacuran yang biasa disebut dengan Wanita Tuna Susila (WTS), melegalisasikan tempat perjudian “terselubung” melalui pungutan uang lotre olah raga yang biasa disebut dengan Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). SDSB ini walaupun terus-menerus ditentang oleh umat Islam tetapi bisa bertahan sampai 15 tahun. Dikoordinasikan oleh Menteri Pemuda dan Olah Raga, yang kebetulan dipimpin oleh dua alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yaitu Abdul Gafur dan Akbar Tanjung, keputusan ini dilarang pada tahun 1993, setelah terjadi tindakan protes umat Islam yang begitu hebat, termasuk ratusan ulama mengadakan unjuk rasa digedung Parlemen. Pada tahun 1970-an kehidupan masyarakat banyak yang menyimpang dari ajaran Agama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1976 terdorong mengeluarkan fatwa mengenai kepeloporan pemimpin dalam menjalankan ibadah (kumpulan, 1976: 7-13)
Larangan memakai “jilbab” (baju Muslimah) disekolah menengah, banyak sekali yang menentang kebijakan ini karena ingin menjauhkan masyarakat dari ajaran Islam.
Program Keluarga Berencana (KB) yang tidak memperhatikan ajaran Islam, kebijakan ini semulanya sangat ditentang oleh umat Islam, dan pada akhirnya kaum Agamawan mulai dilibatkan didalam perumusan metode-metode Kelurga Berencana, khusus mengenai Kelurga Berencana ini menurut Vatikiotis (1996: 146) merupakan suatu kesepakatan orang-orang kristen untuk mengurangi umat Islam.
Maraknya penjualan Minuman Keras (MIRAS, Arak), dan diberi ijin secara bebas oleh pemerintah untuk membangun kilang-kilang arak dan memberikan ijin untuk memproduksi bahan haram itu.
Apabila kita mampu keluar dari krisis peradaban sekarang, maka insya Allah kita akan menang melawan apapun bentuk penghianatan itu. Islam adalah sebuah peradaban yang sedah sangat komplit dengan berbagai pemikiran dan kitab sucinya Islam adalah kitab suci yang menjadi patokan bagi semua umat manusia, dimana setiap peradaban selalu mengambil dan bahkan wajib bagi mereka untuk mempelajari kitab suci umat Islam, sebab kitab suci umat Islam adalah kitab yang sangat komplit dengan berbagai ajukan dan berbagai penemuan baru. Sehingga selalu relevan bagi setiap zaman, karena sangat universal, dia tidak membahas secara misalnya teknologi itu secara detail, akan tetapi dia mengajukan teori itu secara universal dan akan selalu relevan untuk setiap zaman. Akan tetapi yang oleh umat Islam sendiri, kitab tersebut tidak pernah menjadi patokan entah dalam kebijakan lebih-lebih dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan tidak pernah disentuh, kitab itu hanyalah menjadi sebuah simbol yang disimpan di rumah supaya orang mengetahui kalau dia adalah manusia Islam.
Strategi baru yang diambil pemerintah untuk menyingkirkan Islam politik. Ditahun-tahun mendatang umat akan menghadapi kenyataan-kenyataan baru yang memerlukan strategi baru pula. Marginalisasi sudah selesai, karantina politik tidak ada lagi, Islamo-phobia sudah mundur dari pentas. Diantara kenyataan baru itu ialah semakin intensnya keterlibatan umat dalam urusan kebangsaan dan kenegaraan. Sumbangan Islam akan sangat menentukan wujud dari civil society (masyarakat madani) yang akan dibentuk bersama seluruh bangsa. Karenanya perlu ada perubahan dalam cara memandang kenyataan-kenyataan yang mungkin terjadi. Perubahan itu adalah (1) digantunya conspiration theory dengan factual analysis dan (2) digantinya jihad psyche dan falah psyche.
Pertama, digantinya conspiration theory (teori persekongkolan) yang berasal dari pengalaman semasa periode marjinalisasi (1970-1990), karenanya umat tidak bisa dipersalahkan. Ketika sebuah peraturan baru keluar, pernyataan pers oleh pejabat, dan tuduhan subversi dilontarkan, yang diingat umat ialah sejumlah pertanyaan yang memenuhi hidupnya: “siapa yang berada dibelakangnya?”, “siapa yang dituju?”, “arahnya kemana?” “sekarang ini, besok pasti itu!” kecurigaan yang mewarnai cara berpikirnya umat, katakanlah nanah itu bernama “luka Islamo-phobia”. Sekarang ada keperluan mendesak supaya umat segera sembuh dari luka-luka. Untungnya umat itu pemaaf, selalu bersyukur dan mudah melupakan kesalahan orang lain. Baru-baru ini seorang yang sangat garang pada umat waktu menjabat menyatakan tobat, masuk Islam kembali, dan keluar-masuk pesantren. Dia diterima dengan tangan terbuka oleh para ulama, pemimpin dan umat. Kerena itu, tidak berlebihan kalau umat diminta meninggalkan teori persekongkolan (satu bentuk dari suuzhann) dan menggantikannya dengan analisis faktual (satu bentuk dari husnuzhzhann). Dengan analisis faktual yang dimaksud ialah supaya semua bukti-bukti dikkumpulkan, dianalisis, baru diambil kesimpulan. Jadi, kesimpulan itu adalah hasil dari pengamatan rasional atas bukti-bukti, tidak berdasarkan emosi kecurigaan semata-mata.
Kedua, digantikannya jihad psyche (semangat jihad) dengan falah psyche (semangat kesejahteraan). Kata jihad (jihad fisik) sebgai kebajikan disebutkan dalam Al-Quran, As-Sunnah dan Tarikh sehingga menjadi mujahid (pejuang) adalah cita-cita umat. Secara empiris umat belajar jihad fisik dari masa kolonial, revolusi fisik, peristiwa G-30-S/PKI, dan masa marjinalisasi umat. Pada waktu-waktu itul semangat jihad bangkit untuk kepentingan survival umat, self-defense mechanism. Andaikata menghadapi banyak konflik fisik umat tidak punya semangat jihad, pastilah lumpuh seluruh bangsa. Namun semangat jihad fisik itu sekarang harus ditinggalkan sebab tidak lagi relevan. Semangat jihad harus diganti dengan semangat kesejahteraan (falah psyche). Kalau falah yang selalu diserukan lewat azan berarti kejayaan, sukses, keselamatan dan kesejahteraan. Kata ini berasal dari kata kerja falaha yang artinya membajak, mengolah tanah, dan menanam.karenanya, semangat kesejateraan adalah semangat kerja keras, persis seperti petani yang sedang membajak sawahnya. Gambaran baru mengenai umat ialah petani sedang bekerja diladang, bukan seperti prajurit yang sedang berjuang dimedan perang.