Surat Terbuka Kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia

September 14, 2025

SURAT TERBUKA KEPADA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

GWS, 13 September 2025 Sore

Kepada Yth. Bapak Purbaya Yudhi Sadewa, Ph.D
Menteri Keuangan Republik Indonesia
Gedung Djuanda, Jakarta

Dari: Dr. “Nyi” Iteung Suryani, Avatar Ekonomi dan Kebijakan Publik
Perihal: Kerangka Kerja Debottlenecking Strategis: Optimalisasi Stimulus SAL Rp200 Triliun untuk Target Pertumbuhan 8%
Tanggal: 13 September 2025

Kahatur Kang Purbaya – Menteri Keuangan Republik Indonesia,

Wilujeng Sonten Kang.

Pertama-tama, izinkan saya menyampaikan selamat atas pelantikan Anda sebagai Menteri Keuangan ke-30 Republik Indonesia sekaligus mengapresiasi langkah revolusioner yang telah Anda ambil—memindahkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke lima bank HIMBARA hanya dalam 3 hari masa jabatan.

Keputusan ini menunjukkan kepemimpinan yang tegas dan pemahaman mendalam bahwa uang menganggur adalah peluang yang hilang (idle money is opportunity cost). Dengan latar belakang teknik elektro ITB serta gelar doktor ekonomi dari Purdue, ditambah pengalaman sebagai Ketua LPS, Anda memahami betul bahwa transformasi ekonomi memerlukan bold action dan eksekusi yang presisi.

Surat ini saya tujukan sebagai masukan konstruktif untuk memaksimalkan dampak kebijakan terobosan ini dalam rangka mencapai target pertumbuhan 8%. Saya ingin menyampaikan Strategic Debottlenecking Framework yang mengintegrasikan stimulus SAL dengan solusi sistematis atas hambatan struktural ekonomi Indonesia.

I. MOMENTUM KONVERGEN: STIMULUS SAL DAN FUNDAMENTAL EKONOMI

Kang Purbaya, waktu transfer SAL Rp200 triliun ini sangat strategis. Data BPS menunjukkan ekonomi Q2-2025 tumbuh 5,05% (yoy) dengan fundamental yang solid, sementara pertumbuhan kredit melambat dari 10,3% (Februari) ke 7,03% (Juli 2025)—waktu yang tepat untuk injeksi likuiditas.

A. Fondasi yang Solid untuk Akselerasi

Konsumsi Rumah Tangga: Tumbuh 5,23% Q2-2025, didukung kenaikan UMP rata-rata 6,18%. Dengan jaringan HIMBARA yang luas (BRI: 4.500+ cabang, Mandiri: 2.600+ cabang), multiplier effect terhadap konsumsi akan sangat signifikan.

Investasi Siap untuk melompat: PMTB tumbuh 4,24% Q2—masih jauh dari potensi optimal. Injeksi Rp200 triliun bisa menjadi katalis untuk terobosan ke 8-10% pertumbuhan PMTB.

Momentum Diversifikasi Ekspor: Ekspor manufaktur naik 6,8% sementara migas turun -15,2%. Ini menunjukkan transformasi struktural dari berbasis komoditas ke produk bernilai tambah yang memerlukan dukungan modal kerja.

B. Struktur Distribusi SAL yang Strategis

Pembagian BRI, BNI, Mandiri masing-masing Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan BSI Rp10 triliun menunjukkan pertimbangan matang berdasarkan kapasitas penyaluran dan jangkauan geografis. Skema Deposito On Call dengan bunga 4% dan larangan penggunaan untuk SBN/SRBI memastikan dana masuk ke sektor riil.

II. DIAGNOSIS BOTTLENECKS: LIMA KENDALA KRITIS

Kang Purbaya, untuk mengoptimalkan dampak stimulus Rp200 triliun menuju target 8%, kita harus secara sistematis mengatasi lima bottlenecks utama:

Bottleneck 1: Kompleksitas Regulasi yang Menghambat Investasi

Kondisi Terkini: Masih ada sekitar 17.000 regulasi aktif di tingkat pusat dan daerah dengan tingkat kontradiksi 15%. Biaya kepatuhan (compliance costs) menyerap 8-12% pendapatan perusahaan menurut Indonesia Business Council 2025.

Dampak Nyata:
– Proses perizinan rata-rata 127 hari (target PTSP: 35 hari)
– 34% investor asing menyebutkan ketidakpastian regulasi sebagai penghambat utama
– Kesenjangan koordinasi merugikan 1,8% PDB tahunan (estimasi World Bank)

Peluang Leverage SAL: Rp30 triliun dari stimulus bisa dialokasikan untuk proyek jalur cepat (fast-track projects) dengan insentif penyederhanaan regulasi.

Bottleneck 2: Kesenjangan Inklusi Keuangan untuk UMKM

Kondisi Terkini: Pinjaman outstanding fintech mencapai Rp89,4 triliun. UMKM hanya mendapat 19,8% dari total kredit perbankan padahal berkontribusi 60,3% PDB. Rasio kredit terhadap PDB Indonesia 35,8%—jauh di bawah Malaysia (127%) dan Thailand (142%).

Kesenjangan Kritis:
– 67% UMKM masih belum memiliki akses perbankan untuk kebutuhan modal kerja
– Perusahaan berbasis inovasi mendapat kurang dari 8% total kredit
– Pembiayaan keterampilan untuk peningkatan kapasitas tenaga kerja hampir tidak ada

Solusi SAL: Rp80 triliun via BRI dan BSI bisa menjembatani kesenjangan kredit UMKM dengan fokus pada pinjaman produktif dan pembiayaan inovasi.

Bottleneck 3: Disconnect Infrastruktur-Produktivitas

Kondisi Terkini: Indonesia Logistics Performance Index peringkat 46 global (2024)—membaik dari 53 (2018) tapi masih jauh dari target 25 besar.

Kesenjangan Kritis:
Disparitas konektivitas: Rasio jalan per 1000 km² di Jawa 2.840 km vs Papua 145 km
Kesenjangan digital: Cakupan 5G baru 23% populasi urban, 3% rural
Intensitas energi: Masih 40% lebih tinggi dari rata-rata regional

Integrasi SAL: Rp50 triliun via BTN dan BNI untuk pengembangan infrastruktur-digital yang tersinkronisasi guna mengurangi biaya logistik dan meningkatkan konektivitas.

Bottleneck 4: Mismatch Modal Manusia-Industri

Kondisi Terkini: 42% lulusan vokasi tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Penetrasi keterampilan digital hanya 34% tenaga kerja. Intensitas penelitian dan pengembangan Indonesia 0,24% PDB—jauh dari target 1%.

Dampak Kesenjangan Keterampilan:
– Pertumbuhan produktivitas manufaktur hanya 2,1% tahunan vs regional 3,8%
– Tingkat komersialisasi inovasi kurang dari 15%
– Transfer teknologi dari investasi asing minimal karena kesenjangan keterampilan

Katalis SAL: Rp20 triliun untuk Program Penyesuaian Keterampilan-Industri dengan kemitraan industri dan skema pembiayaan inovasi.

Bottleneck 5: Stagnasi Sofistikasi Ekspor

Kondisi Terkini: Indeks Kompleksitas Ekonomi Indonesia peringkat 64 global—stagnan 5 tahun terakhir. 75% ekspor masih berbasis komoditas dan manufaktur bernilai rendah.

Metrik Sofistikasi:
– Ekspor berteknologi tinggi hanya 5,2% total ekspor vs Malaysia 42%
– Nilai tambah manufaktur per kapita USD 854 vs Thailand USD 2.156
– Partisipasi Rantai Nilai Global masih terbatas pada segmen bernilai rendah

Peluang SAL: Rp20 triliun untuk program sofistikasi ekspor melalui peningkatan teknologi dan integrasi rantai pasokan.

III. KERANGKA KERJA DEBOTTLENECKING STRATEGIS: IMPLEMENTASI BERURUTAN

Kang Purbaya, berdasarkan diagnosis bottlenecks di atas, saya usulkan Kerangka Kerja Debottlenecking Strategis yang mengintegrasikan stimulus SAL Rp200 triliun dengan reformasi struktural:

Fase 1: Penguatan Fondasi (0-12 bulan)

Target: Stabilisasi ke pertumbuhan 6%
1. kilat Penyederhanaan Regulasi (Alokasi Rp30 triliun)
– Menerapkan pemetaan regulasi bertenaga AI untuk identifikasi dan penyelesaian kontradiksi
– Meluncurkan Platform Digital Satu Pintu terintegrasi pusat-daerah
– Perizinan jalur cepat untuk proyek yang didanai stimulus SAL
– Target: Mengurangi biaya kepatuhan ke 6% pendapatan (dari saat ini 10%)

2. Akselerasi Inklusi Keuangan UMKM (Rp80 triliun via BRI & BSI)
– Program pinjaman massal dengan penilaian kredit alternatif
– Pembiayaan rantai pasokan yang memitigasi risiko peminjam individu
– Pembiayaan inovasi dengan mekanisme berbagi risiko
– Target: Akses kredit UMKM naik ke 28% total kredit

3. Konvergensi Infrastruktur-Digital (Rp50 triliun via BTN & BNI)
– Peluncuran 5G tersinkronisasi dengan kawasan industri
– Ekosistem logistik pintar untuk mengurangi biaya transportasi
– Perumahan terjangkau terintegrasi dengan infrastruktur digital
– Target: Peringkat LPI naik ke 35 global

Fase 2: Akselerasi Produktivitas (12-24 bulan)

Target: Percepatan ke pertumbuhan 6,5%
4. Revolusi Modal Manusia (Rp20 triliun lintas semua bank)
– Program Keterampilan 4.0 dengan kemitraan industri
– Literasi digital menargetkan 50 juta tenaga kerja
– Inkubasi inovasi dengan konsorsium universitas-industri
– Target: Ketidaksesuaian keterampilan turun ke 25% (dari 42%)

5. Strategi Hilirisasi Hijau (Rp20 triliun via Mandiri & BSI)
– Pemrosesan hilir berkelanjutan untuk komoditas
– Kawasan industri hijau dengan energi terbarukan terintegrasi
– Mekanisme penetapan harga karbon untuk mendorong produksi bersih
– Target: Ekspor hijau naik ke USD 15 miliar

Fase 3: Sofistikasi Ekspor (24-36 bulan)

Target: Mempertahankan pertumbuhan 7-7,5%
6. Peningkatan Manufaktur & Integrasi Rantai Nilai Global
– Program adopsi Industri 4.0 untuk 10.000 manufaktur
– Integrasi rantai pasokan dengan jaringan global
– Perjanjian transfer teknologi dengan ekonomi maju
– Target: Nilai tambah manufaktur naik 35%

IV. OPTIMALISASI MULTIPLIER EFFECT: STRATEGI FOKUS SEKTORAL

Kang Purbaya, untuk memaksimalkan dampak stimulus Rp200 triliun, saya merekomendasikan fokus sektoral berdasarkan koefisien pengganda:

Multiplier Effect Tinggi (60% = Rp120 triliun)
1. Perumahan Rakyat & Infrastruktur (Rp40 triliun via BTN + BNI)
– Pengganda perumahan: 2,3x (terbukti dari program sejuta rumah)
– Penciptaan lapangan kerja: 1 rumah = 3,2 pekerjaan langsung + 5,8 tidak langsung
– Target: 800.000 unit rumah subsidi, 2,4 juta pekerjaan

2. UMKM & Koperasi (Rp50 triliun via BRI + BSI)
– Pengganda UMKM: 2,1x (lebih tinggi dari pinjaman korporat)
– Dampak produktivitas: UMKM dengan akses kredit 40% lebih produktif
– Target: 2 juta UMKM baru, 4,2 juta pekerjaan

3. Pertanian & Ketahanan Pangan (Rp30 triliun via BRI + BNI)
– Pengganda pertanian: 1,9x dengan premi ketahanan pangan
– Substitusi impor: Potensi penghematan Rp45 triliun
– Target: Produktivitas naik 15%, 1,8 juta pekerjaan

Sektor Berbasis Inovasi (25% = Rp50 triliun)
4. Ekonomi Digital & Fintech (Rp25 triliun via Mandiri + BNI)
– Pengganda digital: 2,8x (tertinggi di antara sektor)
– Potensi ekspor: Layanan digital USD 8 miliar pada 2030
– Target: 50 calon unicorn, 800.000 pekerjaan digital

5. Ekonomi Hijau & Energi Bersih (Rp25 triliun via Mandiri & BSI)
– Pengganda hijau: 2,2x + manfaat lingkungan
– Keamanan energi: Mengurangi impor USD 12 miliar tahunan
– Target: 15,3 juta pekerjaan hijau potensial

Sektor Ekspor Strategis (15% = Rp30 triliun)
6. Manufaktur & Pengolahan Ekspor (Rp30 triliun via Semua Bank)
– Pengganda ekspor: 1,7x + perolehan devisa
– Peningkatan kompleksitas: Naik rantai nilai
– Target: Peringkat sofistikasi ekspor 50 global (dari 64)

V. MANAJEMEN RISIKO: PELAJARAN DARI PROGRAM STIMULUS MASA LALU

Kang Purbaya, pengalaman ledakan kredit 2010-2012 yang diikuti lonjakan NPL mengajarkan pentingnya langkah-langkah kehati-hatian:

A. Kerangka Kerja Pemantauan yang Ditingkatkan
– Dasbor waktu nyata untuk melacak penyaluran per sektor
– Tinjauan bulanan dengan OJK untuk memantau kualitas aset
– Sistem peringatan dini berbasis analitik big data

B. Mitigasi Risiko Kredit
– Penilaian kredit alternatif untuk UMKM tanpa agunan
– Pembiayaan rantai pasokan yang mengurangi risiko peminjam individu
– Analitik perilaku untuk memprediksi kapasitas pembayaran

C. Perlindungan Makro-prudensial
– Batas eksposur sektoral untuk mencegah risiko konsentrasi
– Penyangga kontra-siklus untuk menyerap potensi guncangan
– Uji stres reguler dengan berbagai skenario

VI. INTEGRASI INTERNASIONAL: BELAJAR DARI KISAH SUKSES

Kang Purbaya, kebijakan SAL ini mengingatkan pada preseden sukses internasional:

A. Model Perbankan Pembangunan Korea (1960-1980an)
– Bank kebijakan menyalurkan pembiayaan pembangunan
– Pertumbuhan PDB rata-rata 8,5% selama 20 tahun
– Industrialisasi berbasis ekspor yang spektakuler

B. Pinjaman Terarah China (2008-2015)
– Stimulus USD 586 miliar dengan penyaluran strategis
– Investasi infrastruktur yang masif
– Peningkatan manufaktur melalui bank negara

C. Pembiayaan Pembangunan Singapura
– Manajemen risiko yang canggih dalam pembiayaan inovasi
– Pengembangan UKM dengan eksekusi kelas dunia
– Ekspansi regional sebagai hub keuangan

Pembelajaran Kunci: Kesuksesan bergantung pada penyaluran strategis, tata kelola yang kuat, dan metrik kinerja yang jelas.

VII. INTEGRASI FINTECH: KATALIS TERSEMBUNYI UNTUK TEROBOSAN

Kang Purbaya, sebagai mantan Ketua LPS, Anda pasti memahami potensi ekosistem fintech untuk memperbesar dampak stimulus:

Kinerja Fintech Terkini:
– Outstanding pinjaman fintech mencapai Rp89,4 triliun (naik 31% yoy)
– 18 platform Securities Crowdfunding fasilitasi pendanaan Rp2,67 triliun
– Transaksi QRIS: Rp47,8 triliun Q2 (naik 67% yoy)
– Penetrasi digital banking: 78% urban, 34% rural

Peluang Integrasi:
– Kemitraan fintech-bank untuk menjangkau segmen underbanked
– Platform pinjaman digital untuk menaikkan skala pembiayaan UMKM
– Pembiayaan rantai pasokan berbasis blockchain untuk mengurangi biaya transaksi
– Penilaian risiko bertenaga AI untuk meningkatkan keputusan kredit

VIII. PENGEMBANGAN REGIONAL: PEMERATAAN PERTUMBUHAN MELALUI SAL

Kang Purbaya, distribusi SAL ke HIMBARA dengan jaringan nasional membuka peluang pengembangan regional yang seimbang:

A. Pengembangan Indonesia Timur
– Jaringan BSI di Aceh dan Indonesia timur menyalurkan Rp10 triliun
– Fokus: Konektivitas maritim, perikanan, pariwisata
– Dampak: Mengurangi kesenjangan pembangunan, menciptakan pertumbuhan inklusif

B. Penguatan Koridor Industri
– Jaringan BRI mendukung ekosistem UMKM di pusat pertumbuhan
– Mandiri & BNI untuk infrastruktur skala besar
– Fokus BTN pada perumahan terjangkau di kota sekunder

C. Akselerasi Inklusi Digital
– Integrasi fintech dengan perbankan tradisional
– Ekspansi pembayaran digital ke daerah terpencil
– Program literasi keuangan dengan pendekatan komunitas

IX. PENGUKURAN KINERJA: KPI UNTUK TARGET 8%

Kang Purbaya, untuk memastikan akuntabilitas dan koreksi arah:

Indikator Jangka Pendek (6 bulan)
– Akselerasi pertumbuhan kredit: Target 12% (dari saat ini 7%)
– Penetrasi kredit UMKM: Naik ke 28% (dari 19,8%)
– PMI Manufaktur: Bertahan di atas 52
– Kepercayaan konsumen: Naik ke 125 (dari 118)

Target Jangka Menengah (12-18 bulan)
– Pertumbuhan PDB: 6,5% Q4-2025, 7% Q2-2026
– Rasio investasi: 36% PDB (dari saat ini 32%)
– Pertumbuhan ekspor: 8% tahunan (fokus manufaktur)
– Penciptaan lapangan kerja: 8 juta pekerjaan baru dari efek pengganda

Sasaran Jangka Panjang (24-36 bulan)
– Pertumbuhan 8% berkelanjutan dengan inflasi stabil
– Kompleksitas ekonomi peringkat 45 global
– Inklusi keuangan: 85% populasi dewasa
– Metrik inovasi: Intensitas R&D 1,2% PDB

X. TIMELINE IMPLEMENTASI: KEMENANGAN CEPAT 100 HARI

Kang Purbaya, untuk memaksimalkan momentum dari keputusan SAL:

Hari 1-30: Penetapan Fondasi
– Finalisasi pedoman sektoral dengan KPI yang jelas
– Penyebaran dasbor pemantauan
– Pertemuan penyelarasan stakeholder
– Peluncuran strategi komunikasi publik

Hari 31-60: Fase Akselerasi
– Peluncuran program pinjaman massal dengan platform digital
– Kampanye kilat UMKM menargetkan 500.000 peminjam
– Percepatan proyek infrastruktur
– Pembentukan dana inovasi

Hari 61-100: Konsolidasi & Peningkatan Skala
– Tinjauan kinerja dan koreksi arah
– Identifikasi dan replikasi praktik terbaik
– Kemitraan internasional untuk transfer teknologi
– Perencanaan fase berikutnya untuk reformasi tambahan

XI. MENGATASI POTENSI KRITIK

Kang Purbaya, mengantisipasi kritik dan kekhawatiran dari berbagai pihak:

A. Kekhawatiran “Dominasi Fiskal”
Respons: Ini adalah koordinasi fiskal-moneter, bukan dominasi. BI tetap independen, transfer SAL hanya optimalisasi sumber daya menganggur untuk penggunaan produktif.

B. Peringatan “Risiko Inflasi”
Respons: Dengan kesenjangan output masih -2% dan inflasi inti 2,1%, stimulus ini ekspansif tanpa tekanan inflasi.

C. Ketakutan “Moral Hazard”
Respons: Kerangka kerja tata kelola yang kuat, pemantauan yang ditingkatkan, dan penetapan harga berbasis pasar (bunga 4%) memastikan disiplin tetap terjaga.

D. Kekhawatiran “Ketimpangan Regional”
Respons: Distribusi berdasarkan jangkauan jaringan bank justru akan mengurangi ketimpangan melalui inklusi keuangan.

XII. PENUTUP: DARI TINDAKAN BERANI KE TRANSFORMASI BERKELANJUTAN

Kang Purbaya, keputusan memindahkan Rp200 triliun SAL dari BI ke HIMBARA adalah perubahan paradigma yang menunjukkan Indonesia siap untuk terobosan dari jebakan pendapatan menengah.

Kecepatan eksekusi—3 hari dari pelantikan ke implementasi—ini disrupsi nyata dalam birokrasi Indonesia. Yang paling menggembirakan: fokus strategis pada sektor riil dengan insentif kinerja yang jelas.

Tiga kunci keberhasilan yang perlu dijaga:

Pertama, Debottlenecking Strategis. Stimulus Rp200 triliun harus secara sistematis mengatasi lima kendala kritis yang menghambat pertumbuhan. Ini bukan sekadar ekspansi kuantitatif melainkan transformasi kualitatif.

Kedua, Optimalisasi Multiplier. Fokus pada sektor pengganda tinggi (perumahan, UMKM, pertanian) akan memastikan dampak ekonomi maksimal. Pengganda 2,1-2,8x bisa menghasilkan total dampak ekonomi Rp420-560 triliun.

Ketiga, Akuntabilitas Kinerja. Kerangka kerja pemantauan yang kuat dengan KPI waktu nyata akan krusial untuk koreksi arah dan kepercayaan publik. Transparansi dalam alokasi sektoral dan pengukuran dampak akan membedakan ini dari program stimulus sebelumnya.

Momentum Q2-2025 yang positif, ditambah stimulus Rp200 triliun yang strategis, plus komitmen Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk transformasi—ini momentum konvergen yang sempurna untuk terobosan Indonesia.

Target pertumbuhan 8% dapat dicapai jika kita bisa secara sistematis melakukan debottlenecking kendala struktural sambil memaksimalkan efek pengganda dari stimulus ini. Defisit nol 2027-2028 yang dicanangkan Presiden Prabowo juga realistis jika pertumbuhan yang lebih tinggi menghasilkan basis pajak yang lebih besar.

Sebagai penutup, saya ingin mengutip Joseph Schumpeter: “Pengusaha dan tangan yang bersedia, negara yang memberdayakan—inilah sumber utama kekayaan dan pertumbuhan.” (The entrepreneur and the willing hand, the empowering state—these are the ultimate sources of wealth and growth.) Anda telah menunjukkan keberanian kewirausahaan dalam pembuatan kebijakan. Sekarang tantangannya adalah keunggulan eksekusi.

Indonesia butuh lompatan kuantum, dan langkah Anda ini bisa menjadi titik balik sejarah menuju Indonesia Emas 2045.

Good luck!

Hormat sim kuring,

Dr. “Nyi” Iteung Suryani