Shaum Dan Ibadah Ramadhan Rosulullah SAW (6): Shalat Rasulullah SAW

March 6, 2025

  • SHAUM DAN IBADAH RAMADHAN RASULULLAH SAW (6):
    SHALAT RASULULLAH SAW

Abdullah Hehamahua

 

Alhamdulillah, segala puja, puji, dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. Sebab, hanya dengan iradah-Nya, kita mendapatkan pelbagai nikmat, khususnya keimanan, keislaman, dan keafiatan. Olehnya, kita bisa berjumpa kembali malam ini.

Harapanku, setelah empat hari Ramadhan, niat dan motivasi kita bershaum semakin berkualitas. Dampak positifnya, sahur, ifthar, dan tarawih kita semakin berkualitas.

Penulis, dengan pemikiran, pemahaman, penghayatan dan perilaku seperti itulah, malam ini, mengkomunikasikan ”Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW,” seri ke – 6, dengan subtema: Shalat Rasulullah SAW.

Kaifiat Shalat Rasulullah SAW

Penulis, dalam seri ke – 5 kemarin, mengkomunikasikan shalat tarawih Rasulullah SAW. Namun, apakah tarawih dan shalat-shalat – wajib dan sunat – yang dilakukan selama empat hari itu, berdampak terhadap perilaku kita sehari-hari.?

Buktinya, dalam empat hari tersebut, banyak tabrakan kenderaan bermotor di jalanan. Aparat Penegak Hukum (APH) tetap saja menangkap penjahat, baik berkenaan dengan kasus narkoba, pencurian, korupsi, maupun tindak kriminal lainnya. Maknanya, target shalat: “mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” seperti yang disebutkan surah Al Ankabut ayat 45, belum tercapai.

Penulis, dalam konteks itu, malam ini, mengkomunikasikan beberapa tips ke arah itu, antara lain:

1. Shalat harus didahului dengan wudhu’. Sebab, Rasulullah SAW bersabda: Allah tidak menerima sholat salah seorang di antara kamu sampai dia berwudhu.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi).

Berwudhu’ hendaknya dengan menggunakan sedikit mungkin air. Jangan membuka kran seluruhnya sehingga air memancur dengan kuat. Bukalah kran tersebut sedemikian rupa (mungkin hanya 45 derajat) sehingga air keluar sebatas untuk digunakan berwudhu’. Sebab, Rasulullah SAW pernah berwudu’ hanya dengan segayung air, sesuai dengan hadits berikut:

“Nabi Muhammad SAW mandi besar dengan air satu sha’ hingga empat mud dan berwudhu dengan air satu mud.” (HR. Bukhari). Catatan: satu mud itu, sama dengan satu gayung air.

Apa hikmah dari amalan tersebut,?

a. Anda tidak melakukan perbuatan mubazir. Sebab, mubazir adalah perbuatan syaitan. Kita tentu tidak ingin berteman dengan syaitan;

b. Perilaku hemat tersebut mendorong alam fikiran anda sedetik, melayang ke orang-orang kampung yang harus berjalan kaki berkilo-kilometer untuk memeroleh air bersih. Mereka perlu air, baik untuk keperluan makan minum, mencuci pakaian, mandi, maupun berwudhu’.
Dampak positifnya, lahirlah empati kita terhadap sesama manusia, khususnya mereka yang bernasib kurang baik, sebagai salah satu target dari shaum Ramadhan;

c. Anda, ketika menikmati air bersih sewaktu berwudhu’, lahir kesyukuran kepada-Nya atas segala kurnia yang diterima, khususnya air. Sebab, air merupakan sumber kehidupan.

2. Anda, dengan rasa syukur, akan menjadi tenang. Anda akan memiliki rasa damai di hati sehingga muncul keikhlasan untuk menyembah-Nya. Anda, dalam kondisi ini menuju masjid/mushalla dengan berjalan secara normal (santai). Tidak perlu terburu-buru. Sebab, Rasulullah SAW melarang orang menuju masjid dengan jalan cepat atau terburu-buru. Bahkan, ketika mendengar Bilal iqomah, kita tetap tidak boleh jalan cepat. Apalagi sambil berlari.

3. Anda, dengan berjalan santai, ketika tiba di masjid/mushallla, detakan jantungnya normal. Nafasnya tidak terengah-engah. Sebab, paru-parunya pun bekerja secara normal, seperti ketika anda sedang berada di rumah atau kantor.
Anda, dengan demikian, untuk sejenak, melupakan tugas dan kegiatan rutin. Sebab, anda sekarang akan berkomunikasi langsung dengan Allah SWT. Di sinilah lahir keikhlasan untuk menyembah-Nya, sekalipun kita harus meninggalkan sidang kabinet. Bahkan, kita juga tinggalkan rapat bisnis yang mendatangkan keuntungan triliunan rupiah. Sebab, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah semata.” (Q.S. Al An’an: 162).

4. Anda, ketika tiba di masjid, jika shalat berjamaah belum mulai, lakukanlah shalat tahiyyatul masjid dua rakaat. Jika Bilal selesai adzan dzuhur atau subuh, laksanakan shalat sunat dua rakaat yang ringan.

5. Anda, jika tiba di masjid, shalat sudah dimulai, langsung bergabung dengan mengikuti gerakan imam waktu itu. Jangan menunggu sampai imam berdiri dari sujudnya. Jadi, jika anda menemukan imam sedang rukuk, langsung rukuk mengikutinya. Jika anda menemukan imam sedang sujud, langsung sujud mengikutinya. Sebab, hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW, bahwa, ”imam ditunjuk untuk diikuti.”

 

Simpulan:

1. Shalat adalah panglima dari seluruh ibadah dalam Islam. Sebab, shalat merupakan amalan yang pertama dihisab Allah SWT di akhirat kelak. Konsekwensi logisnya, kita harus yakin bahwa, semua amalan shalat kita selama ini, baik yang wajib maupun sunat, diterima Allah SWT. Konsekwensi logis lanjutannya, shalat harus dilaksanakan menurut SOP, baik yang ditentukan Allah SWT maupun melalui teladan Rasulullah SAW.

2. Shalat diterima, jika ia ditegakkan dalam keadaan ikhlas, tenang, dan tidak diganggu oleh urusan dunia apa pun. Sebab, hal tersebut merupakan menisfestasi dari penghambaan diri secara total kepada-Nya yang direfleksikan dalam takbiratul ihram “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). Maknanya, seluruh dunia dan isinya, kecil, kecuali Allah SWT. Itulah sebabnya, kita harus mencium tanah sewaktu sujud, sesuatu yang diinjak sehari-hari. Namun, ia merupakan manifestasi dari perhambaan diri kita yang dhaif di depan Allah SWT Yang Maha Agung.

3. Anda, dalam kondisi seperti itulah, in syaa Allah dapat memeroleh target shalat, “terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.”

Marilah, mulai malam ini, anda dan saya, membaiki kualitas shalat sehingga kita senantiasa ikhlas dan nyaman dalam menjalankan tugas sehari-hari, di rumah, kantor atau di masyarakat. Dampak positifnya, kita dapat memeroleh medali taqwa pada 1 Syawal nanti. In syaa Allah !!! (Depok, 5 Maret 2025)