SHAUM DAN IBADAH RAMADHAN RASULULLAH SAW (7):
ADAB SHALAT RASULULLAH SAW
Abdullah Hehamahua
Alhamdulillah, berjumpa lagi dalam suasana keimanan, keislaman dan keafiatan berkat iradah-Nya. Itulah sebabnya. kita bisa berkomunikasi melalui rubrik ”Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW” malam ini.
Harapanku, maghrib, isyak, dan tarawih kita yang baru selesai, sudah mulai mengikuti kaifiat shalat Rasulullah SAW. Salah satu indikatornya, kita mulai menuju masjid/mushalla untuk shalat berjamaah pada awal waktu.
Penulis, dengan pemikiran, pemahaman, penghayatan dan perilaku seperti itulah, malam ini, mengkomunikasikan ”Sifat & Adab Shalat Rasulullah SAW,” seri ketujuh dengan subtema: Adab Shalat Rasulullah SAW.
Subtema ini akan mengkomunikasikan adab shalat berjamaah, baik untuk imam maupun jamaah berdasarkan teladan Rasulullah SAW.
Kewajiban Imam Shalat
1. Imam, sebelum memulai shalat, menghadap ma’mum. Beliau memerhatikan susunan shaf agar lurus dan rapat. Bahu dan mata kaki jamaah saling bersentuhan. Sebab, Rasulullah SAW biasa memerintahkan Bilal untuk mengitari seluruh jamaah, memerhatikan tumit jamaah di seluruh shaf, tertib, rata, dan lurus.
Kerenggangan yang terjadi di antara jamaah, akan segera diisi oleh pihak lain, baik iblis maupun jin. Iblis, sejatinya akan lari ketika mendengar adzan. Namun, setelah selesai adzan dilaungkan, iblis akan kembali lagi untuk menggoda orang yang shalat. Olehnya, jika ada ruang kosong di antara jamaah, akan segera diisi iblis.
Indikatornya, ketika sedang shalat, fikiran kita melanglang buana ke mana-mana. Apalagi, jamaah di depan kita mengenakan pakaian yang propokatif, berisi gambar atau tulisan tertentu. Olehnya, dianjurkan agar kita mengenakan pakaian yang polos sewaktu shalat berjamaah. Sebab, Rasulullah SAW selalu mengenakan jubah yang tidak berwarna warni.
2. Imam, khusus dalam shalat subuh, maghrib, dan isyak, hendaknya tidak membaca surah yang panjang. Sebab, ada orang tua yang tidak tahan untuk lama berdiri. Ini karena Rasulullah SAW pernah menegur Muaz bin Jabbal atas keluhan seorang jamaah. Diriwayatkan, sahabat ini melapor ke Rasulullah mengenai Muaz bin Jabal yang membaca surah panjang ketika menjadi imam shalat berjamaah.
Olehnya, Imam disarankan membaca surah-surah yang lazim diketahui umat Islam seperti yang ada dalam juz 30. Dampak positifnya, ma’mum dapat mengikuti bacaan imam tersebut. Dampak positif lanjutannya, ma’mum menjadi khusyuk. Sebab, mereka bisa mengikuti bacaan imam tersebut sehingga tidak mengkhayal ke mana-mana.
3. Gerakan imam hendaknya tuma’nina. Imam tidak boleh rukuk, bangun dari rukuk, sujud, dan duduk di antara dua sujud seperti ayam mencocok jagung. Sebab, ma’mum tidak akan khusyuk. Apalagi, jamaah yang sudah sepuh, bisa sengal-sengal nafasnya mengikuti imam.
4. Imam, selesai salam, menghadap jamaah, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dua hal manfaatnya. Pertama, ma’mum yang masbuk tau bahwa, shalat sudah selesai. Kedua, Rasulullah seakan-akan mengabsen, siapa sahabat yang tidak ikut shalat berjamaah. Rasulullah SAW, ketika mendapat informasi bahwa, si pulan tidak ikut berjamaah karena sakit, langsung melawatnya.
Kewajiban Ma’mum dalam Shalat Berjamaah
1. Ma’mum, dalam gerakan ruku’ , bangun dari ruku’, sujud, dan duduk di antara dua sujud, tidak boleh mendahului imam. Bahkan, tidak boleh bersamaan dengan gerakan imam. Sebab, Rasulullah SAW bersabda: “Tidakkah salah seorang dari kalian takut, atau apakah salah seorang dari kalian tidak takut, jika dia mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah akan menjadikan kepalanya seperti kepala keledai, atau Allah akan menjadikan rupanya seperti bentuk keledai?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Konsekwensi logisnya, ma’mum harus pastikan bahwa, imam sudah berdiri tegak ketika bangun dari ruku’ baru mengikutinya. Begitu juga ketika sujud.
Ma’mum jangan bergerak untuk sujud sebelum tau, kepala imam sudah menyentuh lantai. Sebab, terkadang, imam yang lanjut usia, gerakannya lambat. Takbirnya sudah selesai, tetapi dahinya belum mencium tanah ketika sujud. Terkadang, karena gesitnya, imam baru meletakkan lutut di lantai, anak muda sudah sujud.
Untuk itulah, imam harus bijak dalam mengimami shalat. Imam, ketika sujud – setelah bangun dari ruku’ – membaca ”Allaaaaaaaaahu…akbar” di mana perkataan ”akbar” dibunyikan bersamaan dengan dahinya menyentuh lantai. Pada saat itulah, baru ma’mum bergerak untuk sujud. Sebab, Rasulullah SAW bersaabda: ‘Wahai Manusia, sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka jangan dahului aku dengan rukuk dan tidak pula dengan sujud, tidak pula dengan berdiri, tidak pula dengan inshiraf (selesai dari shalat). Sesungguhnya aku melihat kalian dari depan dan belakangku.’ … (HR Muslim).
2. Ma’mum, sekalipun belum selesai membaca surah dalam rakaat pertama dan kedua (ketika shalat Dzuhur dan Ashar), harus ikut ruku’ ketika imam sudah ruku’.
Asalkan, ma’mum sudah membaca surah Al-Fatihah. Sebab, tidak ada shalat tanpa Al-Fatihah. Tragisnya, waktu sujud terakhir, ada ma’mum yang tidak langsung bangun ketika imam sudah bangun. Penyebabnya, doa yang dibaca dalam sujud terakhir belum selesai. Padahal, kata Rasulullah SAW, imam ditunjuk untuk diikuti.
3. Ma’mum hendaknya menunggu imam mengucapkan salam ke kiri, baru mereka mengucapkan salam secara bersamaan ke kanan.
4. Jangan anda melintas di depan orang yang sedang shalat. Sebab, hal ini dilarang keras oleh Rasulullah SAW. Menurut baginda, jika ada orang yang lewat di depan kita yang sedang shalat, cegah dia dengan merentangkan tangan kiri ke depan. Jika dia masih berusaha untuk lewat, majukan kaki kiri kita untuk menghalanginya. Namun, jika dia tetap juga mahu lewat, maka menurut Rasulullah, ”bunuh” dia. Sebab, yang berada di depan anda itu adalah syaitan.
Konsekwnsi logisnya, agar tidak terjadi hal seperti demikian, ketika mengerjakan shalat sunat, ambillah posisi di mana orang tidak bisa lewat di depan anda. Rasulullah SAW dalam konteks ini, menyuruh meletakkan sesuatu seperti tas yang berfungsi sebagai pemisah di antara kita dengan orang yang mau lewat.
Simpulan:
1. Shalat berjamaah lebih utama dari shalat sendirian. Olehnya, ia memiliki SOP yang agak berbeda dengan adab shalat sendirian. Konsekwensi logisnya, kita perlu memelajari dan mempraktekkan SOP shalat berjamaah tersebut.
2. Imam yang bisa memimpin shalat berjamaah tanpa keluhan ma’mum merupakan pemimpin yang adil. Sebab, tuma’nina gerakan shalatnya, bacaan yang tartil, dan tidak memberatkan jamaah.
3. Ma’mum yang mengikuti setiap gerakan imam, sesuai dengan SOP shalat berjamaah, merupakan manifestasi dari kesatuan langkah di antara mereka. Maknanya, ada kesatuan hati di antara pemimpin dan yang dipimpin.
Marilah, mulai hari ini, kita perbaiki adab shalat berjamaah sebagai salah satu tanda kecintaan ke baginda Rasulullah SAW. Dampak positifnya, target shalat ”mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar,” tercapai. Dampak positif lanjutannya, medali taqwa pada 1 Syawal, bisa kita raih. In syaa Allah !!! (Depok, 6 Maret 2025)