- SHAUM DAN IBADAH RAMADHAN RASULULLAH SAW (4):
ADAB MAKAN MINUM RASULULLAH
Abdullah Hehamahua
Alhamdulillah, pada malam ke-4 ini, kita masih memiliki nikmat iman, Islam, dan kesehatan. Dampak positifnya, kita bisa selesaikan tugas kementerian, perusahaan, yayasan, dan rumah dengan semangat yang tetap menggebu-gebu.
Dampak positifnya lanjutannya, ifthar kita maghrib tadi, secara bertahap sudah mulai mengikuti sunnah Rasulullah SAW, yaitu tidak terjadi show of foods di meja makan.
Penulis, dengan pemikiran, pemahaman, penghayatan, dan perilaku seperti di atas, malam ini, mengkomunikasikan “Shaum dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW,” seri ke-4, dengan subtema : Adab Makan Rasulullah SAW
Pola Makan Rasulullah SAW Menurut Sains
Berbagai teori menyebutkan tingkat kesejahteraan manusia, berdasarkan rumus-rumus ekonomi. Ia menyangkut ”human needs,” ”human welfare” dan ”human interest.”
Salah satu teori, di sektor pemakanan misalnya, kita diperkenalkan dengan jargon “empat sehat, lima sempurna.” Secara kualitatif, teori ini dapat diterima.
Namun, secara kuantitatif, tidak ada teori yang secara” exact” menetapkan berapa banyak makanan dan minuman yang harus dikosumsi setiap orang secara individual. Islam, dalam konteks ini, punya ukuran yang pasti.
Hal ini dapat dilihat dari pengalaman seorang tabib yang dikirim dari Mesir ke Madinah sebagai tanda persahabatan. Namun, delapan bulan kemudian, tabib ini pulang lagi ke Mesir. Penyebabnya, selama delapan bulan bertugas di Madinah, tidak ada seorang pun yang datang berobat ke tempat praktiknya.
Sang tabib, sebelum pulang, berpamitan dengan Rasulullah SAW, sambil bertanya, apa rahasia umatnya selalu sehat.
Rasullah SAW menjawab: “Tidaklah sekali-sekali manusia memenuhi sebuah wadah pun yang lebih berbahaya dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tubuhnya. Jika dia harus mengisinya, maka sepertiga (bagian lambung) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya (udara)” (HR Tirmidzi).
Christiaan Leeuwenburgh dari Institute of Aging Universitas Florida, tahun 2006, menemukan bahwa, mengurangi porsi makan sebanyak 8% saja dapat mencegah banyak kerusakan organ akibat penuaan.
Kalluri Suba Rao, ahli biologi molekuler (2004), menemukan bahwa, makan sedikit memungkinkan tubuh untuk lebih “berkonsentrasi” memperbaiki dirinya sendiri. Dampak positifnya, terjadi perbaikan DNA, membuang zat-zat toksin keluar tubuh, dan regenerasi sel-sel rusak dengan sel sehat dapat berlangsung lebih optimal.
Rao juga menemukan, jika kita makan melebihi batasan, maka tubuh akan lebih sibuk dengan kegiatan katabolisme (menguraikan makanan-makanan itu dalam tubuh). Dampak negatifnya, tubuh “tidak sempat” membaiki dirinya sendiri.
Dampak negatif lanjutannya, berbagai penyakit seperti darah tinggi, kolesterol, diabetes, dan lain-lain muncul dalam tubuh kita.
Teori ekonomi dunia tdak bisa secara ”exact” menyebutkan kebutuhan makanan rutin seseorang secara individual. Namun, hadis Rasulullah SAW di atas secara ”exact” bisa menyebutkan, berapa kebutuhan makanan setiap orang secara individual.
Penulis misalnya, berpostur kecil, sehingga lambungku hanya bisa menampung nasi satu setengah senduk nasi, 1/4 piring sayur kangkung, dan seeokor ikan kembung. Lazimnya, kudahului dengan segelas air putih dan sebiji pisang Ambon.
Alhamdulillah, jumlah itu mencukupi. Dampak positifnya, tidak ada udara yang keluar dari lambung ke tenggorokan karena kekenyangan yang biasa disebut sendawa. Warga di kampunglu lalu mengucapkan “alhamdulillah,” ketika sendawa. Padahal, keadaan tersebut bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAW
.
Bagi mereka yang postur tubuhnya lebih besar, mungkin nasinya sebanyak dua sendok nasi dengan lauk yang lebih banyak. Inilah keadilan yang dianut dalam Islam. Keadilan proporsional, yaitu memberikan apa yang menjadi hak seseorang, dan tidak menyerahkan sesuatu yang bukan miliknya.
Udara yang keluar dari lambung ke tenggorakan itu disebabkan lambung kita sudah penuh dengan makanan. Dampak negatifnya, udara yang ada di dalamnya terdorong keluar melalui tenggorokan. Itulah sebabnya, secara matematik Rasulullah SAW mengatakan, lambung kita berfungsi untuk menampung 1/3 makanan, 1/3 minuman, dan 1/3 udara.
Adab Makan Rasulullah SAW
Penulis, berdasarkan substansi hadis di atas, berikut ini menyampaikan beberapa tips tentang adab makan Rasulullah SAW:
a. Rasulullah memulai makan dengan bacaan basmalah, disusul dengan doa makan. Khusus untuk ifthar, Rasulullah SAW membaca doa sebagaimana telah disampaikan kemarin;
b. Rasulullah minum segelas air zam-zam dengan cara tiga teguk kemudian tiga teguk lagi, disusul dengan mencicipi sedikit garam;
c. Rasulullah menyantap buah terlebih dahulu baru kemudian memakan makanan, apakah roti atau penganan yang lain;
d. Rasulullah tidak makan daging/ayam/telur dengan ikan pada waktu yang sama. Jadi, beliau hanya memilih salah satu, apakah menyantap daging/ayam/telur atau ikan saja.
Temuan sains menyebutkan, menyantap ikan dan daging/ayam/telur pada waktu yang sama, tidak menyehatkan tubuh. Sebab, ikan mengandung ion negatif sedangkan daging/ayam/telur memiliki ion positif. Konsekwensi logisnya, jika semuanya masuk ke dalam perut dalam waktu yang sama, akan terjadi kekacauan metabolisme tubuh;
e. Rasulullah melarang kita mengambil lauk yang jauh letaknya dari depan kita. Bagaimana mengatasi hal ini kalau mejanya besar sehingga tangan kita tidak bisa menjangkau lauk tersebut kecuali dengan berdiri.? Untuk orang kota, apalagi yang mampu, bisa diatasi dengan meja bulat yang berputar. Dampak positifnya, lauk yang diingini bisa diambil dengan cara memutar meja tersebut. Bagi orang kampung, karena lauk yang ada hanya terletak di dua piring (satu untuk ikan dan satu untuk sayur) maka kendala tersebut tidak ditemui;
f. Rasulullah melarang kita untuk meniup makanan atau minuman yang panas ketika mahu disantap. Makanan dan minuman tersebut hendaknya dibiarkan sampai dingin atau hangat barulah disantap. Jika terpaksa, maka gunakanlah kipas untuk mendinginkan makanan atau minuman tersebut;
g. Rasulullah melarang kita untuk mencela makanan yang dihidangkan oleh isteri, apakah rasanya asin, manis atau tawar. Kalau tidak suka lauk tersebut, dan tidak menyantapnya, maka anda diam saja. Inilah adab dalam menghormati dan menghargai usaha isteri yang menyediakan makanan bagi suaminya;
h. Rasulullah, selesai makan, sekitar 1 – 2 jam baru minum;
i. Makan diakhiri dengan doa, minimal membaca ”alhamdulillah”
Simpulan:
1. Makan adalah ibadah. Konsekwensi logisnya, ia dimulai dan diakhir dengan doa. Dampak positifnya, kita dapatkan kekuatan pisik, pemikiran, dan qalbu sehingga sukses menjalankan tugas rutin.
2. Mengikuti adab Rasulullah SAW dalam makan dan minum merupakan salah satu manifestasi kecintaan kita terhadap beliau.
Mulailah mengikuti adab makan dan minum Rasulullah SAW, khususnya sahur dan iftar agar kita bersikap sederhana. Dampak positifya, lahir sikap empati terhadap orang-orang miskin yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia. Dampak positif lanjutannya, kita berpeluang memeroleh medali takwa pada 1 Syawal nanti. In syaa Allah !!! (Depok, 3 Maret 2025).