Shaum Dan Ibadah Ramadhan Rasulullah SAW (11): AL-QUR’AN Sebagai Petunjuk

March 11, 2025

SHAUM DAN IBADAH RAMADHAN RASULULLAH SAW (11):
AL-QUR’AN SEBAGAI PETUNJUK

Abdullah Hehamahua

 

Alhamdulillah, kita bertemu kembali dalam suasana keimanan, keislaman, keafiatan dan kesempatan untuk saling berkomunikasi dalam rubrik ini. Mudah-mudahan, sejak subuh sampai tarawih tadi, semakin banyak orang yang menggauli Al-Qur’an.

Indikatornya, angka kecelakaan lalulintas menurun. Sebab, pengendara tidak dalam keadaan stres, galau, atau ngamuk-ngamuk. Rapat-rapat ormas, orpol, Yayasan, atau lembaga legislative, tidak lagi saling menghujat. Apalagi, sampai saling lempar kursi. Sebab, semuanya menjadikan Al-Qur’an sebagai Penyejuk, Hakim, dan Pelipur Hati.

Penulis, dengan pemikiran, pemahaman, penghayatan dan perilaku seperti itulah, malam ini, mengkomunikasikan subtema: Al-Qur’an sebagai Petunjuk.

Ramadhan, Bulan Al-Qur’an

Ramadhan dikenal sebagai bulan Al-Qur’an. Sebab, dalam bulan ini, Al-Qur’an pertama kali diturunkan ke bumi. Namun, perlu diingat, salah satu rukun iman adalah mengimani kitab-kitab wahyu Allah. Kitab-kitab tersebut adalah: Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an.

Fungsi Taurat, Zabur, dan Injil adalah sebagai guidance dalam sistem ubudiyah dan hubungan kekeluargaan yang bersifat khusus. Taurat misalnya, ditujukan ke Nabi Musa untuk menjadi pegangan hanya untuk anak keturun Nabi Ya’cub yang digelar dengan nama Bani Israel.
Zabur ditujukan ke Nabi Daud untuk menjadi pegangan hidup umat Nabi Daud. Begitu pula Injil yang ditujukan ke Nabi Isa sebagai pegangan bagi penduduk kota Nazaret. Ajaran ini yang kemudian dikenal sebagai agama Nasrani.

Inti dari ketiga kitab suci tersebut adalah mengtauhidkan Allah SWT. Hanya sebagian kecil ajarannya yang berfungsi mengatur masalah keluarga, khususnya yang berkaitan dengan moral dan etika.
Ketiga kitab ini tidak membicarakan persoalan kenegaraan dan kemasyarakatan yang biasa disebut dengan poleksosbud hankamrata. Sebab, golongan dan umat masing-masing Nabi ini terbatas terhadap etnis dan geografi tertentu saja.

Namun, baik dalam Taurat maupun Injil, telah diiformasikan kedatangan seorang Nabi yang bertugas menyempurnakan seluruh ajaran para Nabi tersebut. Sebab, dalam Injil Barnabas misalnya, dikisahkan: “Berlari-lari seseorang dan mengucapkan, assalamu’alaikum ya Rabb. Berkata Isa: “jangan panggil aku Rabb karena sesungguhnya Rabb-mu juga adalah Rabb-ku, dan ketahuilah bahwa sesudah aku, akan datang seseorang yang melanjutkan syariatku yang bernama Ahmad.”

Ucapan Nabi Isa yang disebutkan dalam Injil Barnabas tersebut, dapat disimpulkan bahwa, ajaran-ajaran Allah SWT disampaikan ke manusia secara bertahap. Bahkan, ajaran-ajaran tersebut disesuaikan dengan perkembangan sosiologis umat manusia.

Konsekwensi logisnya, ajaran-ajaran Allah SWT tersebut menjadi sempurna ketika diutusnya nabi terakhir, yakni Rasulullah Muhammad SAW. Hal ini sesuai dengan pernyataan baginda sendiri bahwa, ” Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali tempat satu labinah (batu bata) yang berada di pojok rumah tersebut yang belum terpasang, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum dengannya sambil berkata: Alangkah baiknya jika labinah (batu bata) ini diletakkan (di tempatnya). Beliau bersabda: Maka akulah labinah (batu bata) tersebut dan aku adalah penutup para Nabi.” (HR Bukhari dan Muslim).

Konsekwensi logis lanjutannya, fungsi Al-Qur’an adalah seperti yang disebutkan ayat berikut: ”Bulan Ramadhan di mana di dalamnya diturunkan Al-Qur’an yang menjadi petunjuk bagi manusia, dan penjelasan mengenai petunjuk tersebut dan sebagai pembeda” (QS Al Baqarah: 185).

Penulis, berdasarkan surah Al-Baqarah ayat 185 tersebut, mengkomunikasikan fungsi utama yang pertama dari Al-Qur’an sebagai berikut:

Al-Qur’an sebagai Petunjuk Bagi Manusia

Perkataan ”petunjuk bagi manusia,” menunjukkan bahwa, Al-Qur’an bukan ditujukan ke bangsa Arab saja. Bahkan, bukan juga untuk umat Islam saja, tetapi bagi seluruh manusia.
Hal ini jelas berbeda dengan Taurat, Zabur, dan Injil yang biasa menggunakan kata-kata ”Wahai Bani Israil.” Maknanya, ajaran kitab-kitab tersebut dibatasi ”locus delicti” dan ”tempus delicti” bagi waktu dan geografi tertentu saja.

Penulis, berdasarkan fungsi pertama Al-Qur’an ini, mengkomunikasikan beberapa pelajaran utama:

a. Al-Qur’an merupakan ajaran universal. Maknanya, seluruh manusia di dunia, menjadi sasaran dan objek garapan. Konsekwensi logisnya, siapa saja, baik Muslim, Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha, maupun atéis, bisa memeroleh petunjuk dari Al-Qur’an. Syaratnya, dia harus menggunakan akal sehat, panca indera yang cermat, dan keadilan qalbu sebagai hakim dalam membaca dan memelajari kandungan Al-Qur’an.

Ada dua golongan yang menerima petunjuk dari Al-Qur’an, yaitu: Pertama, penerimaan Al-Qur’an secara totalitas, yang mengakibatkan dia masuk Islam. Pengalaman menunjukkan, seorang mualaf, biasanya lebih taat beribadah, berintegritas, dan konsisten dalam menjalankan perintah agama dibanding Islam keturunan.
Kedua, penerimaan Al-Qur’an stengah hati, yaitu hanya melalui pemikiran, tanpa hati. Itulah bangsa Barat. Sebab, mereka melaksanakan sebagian besar ajaran Al-Qur’an secara parsial, khususnya yang menyangkut ayat-ayat qauniyah. Dampak positifnya, mereka sekarang yang menguasai dunia ilmu, sains, teknologi, industri, dan ekonomi.
Namun, pada waktu yang sama, mereka juga mengalami degradasi moral. Sebab, penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an hanya secara stengah hati tadi sehingga suburlah kapitalisme, komunisme, dan liberalisme.

Tragisnya, umat Islam keturunan, memahami Al-Qur’an hanya secara tradisional. Sebab, mereka tidak sepenuh pemikiran dalam mentadabburi Al-Qur’an. Bahkan, mereka juga tidak sepenuh hati menghayati ayat-ayat qauniyah. Dampak negatifnya, mereka tertinggal di hampir seluruh sektor kehidupan berbangsa, bernegara, dan berantara bangsa;

b. Kandungan Al-Qur’an merupakan ”generale principal.” Sebab, manusia dapat menemui prinsip-prinsip dasar tentang seluruh ilmu yang ada di bumi, baik menyangkut masalah pendidikan, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, kesehatan, industri, teknologi, militer, maupun keluarga;

c. Al-Qur’an, tidak hanya membicarakan masalah manusia, tetapi juga alam semesta, tumbuh-tumbuhan, hewan, air, dan udara. Semuanya merupakan sarana dan prasarana bagi manusia dalam menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi.

Simpulan:

1. Al-Qur’an diturunkan dalam bulan Ramadhan yang di dalamnya ada kewajiban umat Islam melaksanakan shaum. Konsekwensi logisnya, anda, saya, dan kita semua, dengan sikap keimanan dan hati yang bersih, menjalankan shaum. Dampak positifnya, kita bisa mengkaji, memahami, menghayati, dan kemudian melaksanakan kandungan Al-Qur’an tersebut sesudah Idul Fitri dalam segala aspek kehidupan.

2. Penerimaan eksistensi Al-Qur’an harus secara totalitas, yaitu dengan pemikiran, panca indera, qalb, dan perilaku sehari-hari. Dampak positifnya, umat Islam bisa menguasai dunia dan pada waktu yang sama menjadi hamba-hamba Allah yang taqwa.

Marilah mulai hari ini, anda, saya, kita semua, menjalankan isi Al-Qur’an, sesuai fungsinya dalam pelaksanaan tugas rutin masing-masing. Kita amalkan fungsi Al-Qur’an sebagai Petunjuk, baik sebagai pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN, karyawan swasta, maupun rakyat jelata. Dampak positifnya, target shaum ramadhan, muttaqin, dapat tercapai pada 1 Syawal nanti. In syaa Allah !!! (Depok, 10 Maret 2025).