Korupsi Ala Prabowo (5)

January 7, 2025

KORUPSI ALA PRABOWO (5)
Abdullah Hehamahua

Divisi Propam Polri mengamankan 18 anggota polisi. Mereka diduga terlibat pemerasan penonton “Djakarta Warehouse Project” (DWP) 2024 asal Malaysia. Pemeras berasal dari Polsek Metro Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polda Metro Jaya.

Para pemeras memiliki rekening khusus yang digunakan untuk menampung uang hasil pemerasan. Pemeras berhasil mendapatkan Rp. 2,5 miliar dari 45 orang korban warga Malaysia.

Pemerasan, bukan masalah etik. Jadi, tidak bisa dijatuhi hukuman demosi seperti yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap anak buahnya tersebut. Pemerasan adalah tindak pidana korupsi yang harus diselesaikan di Pengadilan Tipikor. Sebab, pemerasan, termasuk Keluarga Besar Korupsi yang keempat seperti apa yang diinformasikan dalam artikel seri ke-5 ini..

Pemerasan, Keluarga Korupsi Keempat
Keluarga Korupsi keempat adalah pemerasan. Tindak pidana pemerasan, ada dua jenis: Pemerasan Aktif dan Pemerasan Pasif.

1. Pemerasan Aktif
Cerita populer di warung kopi mengenai perilaku oknum pegawai Imigrasi, tempo dulu, seperti dialog berikut:
Petugas Imigrasi (PI): “bapak mau jalan tol atau jalan biasa. ?”
Pelanggan (P): “apa yang bapak maksudkan, jalan tol atau jalan biasa. ?”
PI : Jalan tol berarti, hari ini selesai. Harganya, setengah juta rupiah
P : Jalan biasa. ?
PI : Biasa, satu minggu baru selesai paspornya. Harganya, biasa, Rp. 100.000.

2. Pemerasan Pasif
Pelanggan A (PA), tiba di kantor layanan publik, pukul 07.30. PA antri seperti pelanggan lainnya. Pukul 08.00, loket dibuka. Pelanggan menyerahkan berkas urusannya. PA, sama seperti pelanggan lain, duduk di ruangan tunggu. Satu per satu pelanggan dipanggil petugas.

PA, pada pukul 09.00 memerhatikan seorang pelanggan baru (PB) datang dan menyerahkan berkas urusannya di loket. Namun, 5 menit kemudian, PB dipanggil petugas.
PA langsung menghampiri PB begitu beliau meninggalkan loket. “Kusaksikan, bapak tadi datang pukul 09.00. Namun, 5 menit kemudian, bapak dipanggil petugas. Saya sejak pukul 07.30 sudah antri, sebelum loket dibuka, tapi sampai sekarang, belum dipanggil.”

PB dengan santai berujar: “Bapak tadi masukkan nggak amplop ke dalam mapnya.?” PA karena tidak mau lama menunggu, menghampiri loket, kemudian mamasukkan amplop ke dalam mapnya. Beberapa menit kemudian, PA dipanggil petugas.

Apa yang terjadi di kantor layanan publik di atas dikenal sebagai pemerasan pasif. Moto petugas dalam budaya ini, “jika bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah.”

Pemerasan Menurut UU Tipikor
Pemerasan disebut dalam pasal 12, UU No. 31/99 jo UU No. 20/2001 yang berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) terhadap (e): “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya “memaksa” seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.”

Substansi dari pasal ini, adanya “paksaan” dari ASN atau PN terhadap pelanggan untuk memberikan “sesuatu” yang bertentangan dengan ketentuan, demi keuntungan pribadi atau kelompoknya.

Beberapa Contoh Pidana Pemerasan

(1) AKP Suparman, Penyidik KPK, ditangkap kawan-kawannya sendiri. Suparman dikenakan tuduhan “memeras” saksi, Titin dalam perkara korupsi PT Industri Sandang Nusantara (PT Insan), Bandung. Suparman divonis delapan tahun penjara dan denda Rp. 200 juta.

(2) Firli Bahuri, anak buah Tito dan Jokowi yang menjadi Ketua KPK dijerat dengan beberapa perkara. Salah satunya, dugaan “pemerasan” terhadap eks Menteri Pertanian, SYL.

(3) Tiga jaksa di dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pembebasan dari jabatan struktural. Sebab, mereka ditahan di rumah tahanan karena memeras 63 Kepala SMP se-Kabupaten Inhu, Riau. Ketiga jaksa ini diduga menerima uang hasil pemerasan senilai Rp 650 juta.

(4) Setidaknya 18 anggota polisi Metro Jaya memeras 45 warga Malaysia dalam acara “Djakarta Warehouse Project” (DWP) 2024 di Jakarta. Mereka dijatuhi hukuman “demosi” yang seharusnya diproses di Pengadilan Tipikor.

Prabowo dan Pembenahan Institusi Polri
Prabowo, menghadapi kejahatan kolektif anggota polisi selama ini, perlu segera meninjau status institusi Polri. Prabowo bisa meniru pola KPK Hongkong yang membubarkan institusi kepolisian. Presiden sebagai Kepala Negara juga bisa mengikuti pola Masyumi ketika berkuasa dulu di mana Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri. Sebab, mayoritas negara di dunia menempatkan institusi polisi di bawah Kementerian Dalam Negeri. Namun, Prabowo juga dapat menempatkan Polri di bawah Kementerian Pertahanan.

Prabowo, jika melakukan tindakan tersebut, selain beliau tidak disebut “hanya omon-omon,” tetapi juga digelar “The Man of the year 2025” dalam pemberantasan korupsi. Dampaknya positifnya, nama baik Indonesia dapat dipulihkan setelah Jokowi ditetapkan sebagai koruptor kelas dunia tahun 2024 oleh OCCRP. Semoga !!! (bersambung) (Depok, 7 Januari 2025).

Korupsi Ala Prabowo (5)

KORUPSI ALA PRABOWO (5) Abdullah Hehamahua Divisi Propam Polri mengamankan 18 anggota polisi. Mereka diduga