Jokowi Bisa Dihukum Mati ? (12)

April 10, 2025

  1. JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI ? (12)

Abdullah Hehamahua

Korupsi politik Jokowi berupa amandemen UU Minerba dan KPK mencapai pintu gerbang sentralisasi pola Orde Lama dan Orde Baru. Sebab, UU Cipta Kerja sebagai korupsi politik ketiga dari Jokowi, menghilangkan substanasi Orde Reformasi, yakni OTONOMISASI DAERAH. Sebab, banyak kebijakan Pembangunan, menurut UU Cipta Kerja, dialihkan dari Pemda ke Pemerintah Pusat.
Sejatinya, ada beberapa prinsip otonomisasi daerah yang dipangkas dengan terbitnya UU No.6/2023 tentang Cipta Kerja. Penulis, dalam seri ini, mengkomunikasikan, bagaimana jahatnya Jokowi yang bekerja sama dengan oligarki, menghancurkan, tidak saja ekonomi negara, tapi juga masa depan Indonesia.

UU Cipta Kerja, Proyek Oligarki ?.
UU Cipta Kerja yang disahkan akhir tahun 2022, mendapat reaksi keras dari masyarakat, khususnya buruh dan rakyat kecil. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) misalnya, menyebutkan tujuh alasan penolakan mereka terhadap undang-undang ini, yakni:

1. RUU Cipta Kerjs menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK). KSPI menilai, UMK tidak perlu diberikan syarat. Sebab, nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten berbeda-beda.

2. Pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah, menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

3. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak, alias menjadi pekerja kontrak seumur hidup.
4. Karyawan kontrak dan “outsourcing” seumur hidup yang bakal menjadi masalah serius bagi buruh. Sebab, belum jelas, siapa yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan “outsourcing.”
5. Jam kerja yang eksploitatif di mana sangat merugikan fisik dan waktu para buruh.
6. Penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Komnas Perempuan juga menyinggung masalah ini di mana perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh.

7. Hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup.

Penulis, merujuk tujuh alasan KSPI di atas, menduga keras, UU Cipta Kerja ini adalah hajat busuk dari oligarki. Itulah sebabnya, undang-undang ini terkategori sebagai korupsi politik Jokowi. Wajar, jika pekerja, mahasiswa, dan aktivis pro-demokrasi, berunjuk rasa di seantero negeri terhadap UU Cipta Kerja ini

Dampak UU Cipta Kerja: Perbudakan Modern ?

Kompas.com dan Tempo.co menyebutkan beberapa dampak negative dari UU Cipta Kerja, antara lain:

1. Kontrak Kerja Tanpa Batas Waktu
Pasal 59 ayat (44) UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Padahal, sebelumnya, batas maksimalnya, dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali paling lama satu tahun.
Pasal tersebut menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal ini memiliki potensi untuk membiarkan perusahaan mengeksploitasi pekerja dengan terus menerus memperbarui kontrak tanpa batasan.

2. Tidak ada Cuti Panjang
Pasal 79 UU Cipta Kerja menyebutkan, cuti serta waktu istirahat yang wajib diberikan hanya cuti tahunan, istirahat di antara jam kerja, dan libur mingguan. Maknanya, pekerja Muslim/Muslimah yang mau menunaikan ibadah haji, tidak bisa mendapat cuti panjang. Hal yang sama berlaku bagi cuti melahirkan.

3. Pemberian Upah Minimum
Pasal 88D ayat (2) UU Cipta Kerja memberi peluang bagi Perusahaan untuk melanggengkan upah pekerja yang murah. Pasal 88F undang-undang ini pula membolehkan Perusahaan, dalam keadaan tertentu menetapkan formula upah minimum berbeda dari yang sudah diatur dalam UU Cipta Kerja.
Hal ini sudah terbukti di mana banyak pengusaha atau pihak yang memberikan upah di bawah kelayakan serta UMP daerah masing-masing, seperti yang terjadi terhadap guru honorer dan pekerja UMKM.

4. Tenaga “Outsourcing”
Pasal 644 UU Cipta Kerja memberi peluang ke perusahaan untuk secara leluasa menggunakan tenaga “outsourcing.” Perusahaan dapat menggunakan “outsourcing” untuk segala jenis pekerjaan sehingga mengurangi jumlah karyawan tetap. Apalagi, jika PP No. 35/2021 tidak dilaksanakan dengan konsekwen.

5. Tenaga Kerja Magang
UU Cipta Kerja memberi peluang leluasa bagi Perusahaan menggunakan tenaga kerja magang yang dibayar murah. Padahal, beban kerja mereka, sama dengan karyawan tetap. Tragisnya, ada perusahaan yang menggunakan tenaga kerja magang lebih banyak dari karyawan tetap. Terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap pekerja magang. Padahal, tenaga magang, sepatutnya maksimal 20%.

6. Kerusakan Lingkungan
Ijin pertambangan misalnya, tidak lagi diperoleh dari Pemda, tapi oleh Pemerintah Pusat. Terjadilah kerusakan lingkungan. Sebab, Pemda tidak lagi memiliki kewenangan untuk memberi ijin, mengawasi, dan membina kegiatan perusahaan di daerahnya masing-masing.

7. Maraknya PHK

Salah satu dampak negative dari UU Cipta Kerja adalah terjadinya gelombang PHK serta sulitnya mencari lapangan pekerjaan.

Simpulannya, UU Cipta Kerja, sejatinya merupakan perbudakan modern. Sebab, terjadi praktik sistemik eksploitasi manusia yang melibatkan penindasan, penyalah-gunaan, dan pembatasan kebebasan individu demi keuntungan ekonomi oligarki.
Dampak negatifnya, UU Cipta Kerja, tidak saja mengorbankan golongan pekerja, tapi juga merugikan perekonomian negara. Hal tersebut dibuktikan dengan warisan utang Jokowi, Rp. 20 ribu trilun. Konsekwensinya, Jokowi, berdasarkan pasal 2 ayat 2 UU Tipikor, dapat dijatuhi hukuman mati. Semoga !!! (Shah Alam, 7 April 2015).