Indonesiamu, Indonesiaku, Indonesia Kita (4)

January 4, 2025

INDONESIAMU, INDONESIAKU, INDONESIA KITA (4)
Abdullah Hehamahua

Artikel seri ketiga kemarin, menyimpulkan, inti perekonomian Indonesia adalah koperasi. Konsekwensi logisnya, koperasi harus menjadi primadona kegiatan perekonomian nasional Indonesia. Faktanya, koperasi di Indonesia hanya dianggap sebagai kegiatan “kampungan.” Bahkan, ia dinilai sebagai usaha sukarela.

Mereka yang ingin memeroleh keuntungan material, enggan menginvestasi uangnya dalam koperasi. Padahal, Masyumi pernah menjadikan koperasi sebagai primadona usaha di Pekalongan, Semarang, Yogyakarta, dan Solo, tahun 1950-an.

Koperasi Menurut Anda
Anda menganggap, koperasi hanyalah kumpulan orang miskin atau yang berpenghasilan rendah. Apalagi, setiap anggota bisa mendapat pinjaman dengan cara mudah. Bahkan, untuk mendapatkan pinjaman, tidak perlu ada jaminan, baik berupa sertifikat rumah atau SK gaji dari instansi terkait.

Anda juga menganggap, pengelola koperasi adalah orang yang tidak punya pekerjaan bergengsi. Mereka, mungkin pensiunan yang mau mengisi hari tuanya dengan kerja-kerja amal. Sebab, di koperasi, tidak ada gaji yang menggiurkan. Apalagi, bagi mereka yang berpendidikan tinggi.

Sebagian kawan-kawan anda berimprovisasi dengan mengatakan, “Multi National Corporation” adalah koperasi modern yang berskala internasional. Padahal, MNC adalah sistem ekonomi Yahudi internasional. Itulah sebabnya, agen-agen MNC dalam bentuk indomaret dan alfamart mengakibatkan pasar tradisional dan pedagang kaki lima di Indonesia, bangkrut.
Kalau tokh mereka mau tetap eksis, harus menjadi agen dari indomaret atau alfamart. Satu-satunya provinsi di mana perusahaan Yahudi tersebut tidak eksis adalah Sumatera Barat.

Koperasi Menurut Saya
Koperasi, sejatinya merupakan wadah kegiatan ekonomi berstandar nasional, bahkan internasional. Sebab, koperasi menurutku, bisa mengurus keperluan anggota, mulai dari urusan dapur, kesehatan keluarga, pendidikan anak-anak, sampai dengan proyek industri dan teknologi. Bahkan, koperasi bisa merambah ke kegiatan impor dan ekspor.

Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), salah satu bentuk koperasi yang dimotori oleh tokoh Masyumi. Koperasi ini bergerak di sektor pertekstilan, khususnya kain batik. Pusatnya di Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta.
Djunaidi, anggota Masyumi di Pekalongan, atas bimbingan KH Abdul Gafar Ismail (ayah dari sasterawan negara, Taufik Ismail) melanjutkan perjuangan Syarikat Dagang Islam (SDI). Sebab, SDI (1902), dalam rangka menghadapi monopoli golongan China yang berkolaborasi dengan penjajah, mengembangkan perdagangan batik.

Djunaidi dengan kawan-kawan di Pekalongan pada tanggal 14 Agustus 1952, menggabungkan empat organisasi batik, yaitu: Persatuan Pembatikan Pekalongan, Koperasi Persatuan, Koperasi Rukun Famili, Koperasi Persatuan Perindustrian Pekalongan menjadi GKBI. Bahkan, Djunaidi kemudian membentuk GKBI di Semarang.

Burhanudin Harahap, PM yang melaksanakan Pemilu 1955, ketika menjawab pertanyaanku (1981), mengatakan, beliau membagikan kain belacu bagi rakyat karena terinspirasi kegiatan GKBI di Pekalongan tersebut.

Koperasi Kita
Anda dan saya, memang berbeda dalam memahami dan mempraktikkan kegiatan koperasi. Tidak apa. !!! Sebab, tabiat manusia, berbeda dalam beberapa hal. Namun, kuyakini, anda dan saya punya satu persamaan: UUD 45

Artikel seri yang lalu, menginformasikan, dalam hal ekonomi nasional, rujukan kita adalah pasal 33 UUD45. Salah satu bentuk operasionalnya adalah koperasi.
Konsekwensi logisnya, anda, saya, dan kita semua harus merujuk ke Peraturan Perundang-undangan tentang koperasi. Ternyata, menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum. Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Koperasi terdiri dari dua jenis, yakni: (a) Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang; (b) Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.

Tujuan koperasi sebagaimana esensi pasal 33 UUD 45, maka pasal 3 UU Perkoperasian menetapkan, “Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.”

Fungsi dan peran Koperasi adalah: (a) membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; (b) berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; (c) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya; (d) berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas

Pemerintah, pada tahun 1978, mengeluarkan Inpres No.2 Tahun 1978 mengenai Koperasi Unit Desa (KUD). KUD awalnya hanya mencakup koperasi desa, koperasi pertanian, dan koperasi serba usaha di desa-desa. Namun, koperasi sudah tidak hanya berada di pedesaan, tetapi juga sudah tumbuh di perkotaan. Hanya saja, koperasi belum bisa dijadikan sebagai primadona perekonomian nasional yang bisa mengalahkan bisnis Yahudi internasional berbentuk MNC dengan agen-agennya, baik indomaret, alfamart maupun kegiatan oligarki ekonmi lainnya.

Simpulannya, para pengusaha pribumi, UKM, UMKM, apalagi koperasi, harus belajar dari masyarakat Sumatera Barat yang tidak membenarkan indomaret dan almart, eksis di sana. Semoga !!! (bersambung) (Depok, 3 Januari 2025).