AIRLANGGA HARTARTO, PT PANI, AGUAN & ANTHONY SALIM, BERUSAHA MEMENGGAL PERJUANGAN RAKYAT MELAWAN PERAMPASAN TANAH BANTEN MELALUI UPAYA EKSEPSI DI PN JAKARTA PUSAT
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
Kemarin (Senin, 23/6), kami menghadiri sidang dengan agenda untuk memeriksa keterangan ahli dari Tergugat 6 (Airlangga Hartarto). Ahli yang dihadirkan adalah ahli tata usaha negara dan perdata, Prof Dr Zainal Arifin Husein, S.H., M.H., dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
Ahli dihadirkan oleh Kuasa Hukum Tergugat 6 (Airlangga Hartarto), dalam rangka untuk menguatkan dalil jawaban dalam eksepsi, bahwa perkara yang kami ajukan dianggap perkara keputusan tata usaha negara (KTUN), yang menjadi kewenangan absolut peradilan tata usaha negara (PTUN), bukan wewenang peradilan umum (PN Jakarta Pusat).
Meski tak lazim, yakni dalam perkara eksepsi dihadirkan ahli, kami tetap mengikuti persidangan dan menggali keterangan ahli yang dihadirkan oleh Tergugat 6.
Selain penulis, dari tim penggugat PIK-2, penggugat Aguan, Anthony Salim dkk, ada Bang Meidy Juniarto, Bang Azam Khan, Bang Syamsir Djalil, Bang Juju Purwanto dan Bu Susiasih. Sementara dari pihak penggugat prinsipal, hadir Bu Menuk Wulandari dkk dari Aliansi Rakyat Menggugat (ARM). Sedangkan dari Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia (FPPI) berhalangan untuk hadir.
Pada mulanya, ahli menerangkan bahwa dalam perkara yang beririsan, atau perkara yang tercampur antara perkara perdata dan tata usaha negara (TUN), maka perkara tersebut harus ditarik ke PTUN dengan prinsip ‘Unity Of Split’. Artinya, perkara tersebut harus menjadi satu kesatuan tak terpisahkan dan harus ditarik ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Akan tetapi, setelah kami dalami, ternyata rincian pendapat ahli tidak relevan diterapkan pada kasus yang kami gugat.
Saat kami bertanya, menggunakan ilustrasi seorang memegang SHM seluas 20 ha, tapi digunakan untuk membangun bangunan di wilayah seluas 2.000 ha, apakah tindakan membangun di luar SHM yang dimiliki adalah perkara TUN? Apakah tindakan membangun bangunan, di lokasi tanah milik orang lain adalah wewenang PTUN?
Dari jawaban ahli, diperoleh kesimpulan kurang lebih sebagai berikut:
Pertama, SHM atau Sertifikat Hak Milik adalah produk TUN. Sehingga, jika ada yang mempersoalkan SHM dan diminta dinyatakan tidak sah sekaligus diminta untuk dibatalkan, maka kewenangannya ada pada Peradilan TUN.
Kedua, membangun kawasan diluar wilayah SHM adalah sengketa kepemilikan, dan menjadi wewenang Peradilan Umum (Pengadilan Negeri).
Ketiga, tindakan membangun di luar wilayah SHM adalah tindakan perbuatan melawan hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 Kuhperdata, sepanjang terpenuhi unsur-unsur nya, yaitu: Ada perbuatan, perbuatan bersifat melawan hukum, perbuatan menimbulkan kerugian.
Dalam gugatan perdata terkait Perbuatan Melawan Hukum proyek PIK-2, pendapat ahli justru menguatkan materi gugatan yang kami ajukan dan memperkuat kesimpulan peradilan umum dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara, disebabkan:
Pertama, kami tidak mempersoalkan status PSN PIK2, atau keputusan Jokowi dan Airlangga Hartarto yang memasukan proyek swasta milik Aguan dan Anthony Salim ini sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Kami tidak pernah meminta status PSN tersebut dinyatakan tidak sah atau dibatalkan.
Artinya, domain gugatan memang bukan domain PTUN. Karena tidak pernah ada KTUN atau beshicking yang dipersoalkan dalam materi gugatan.
Kami memoersoal PIK-2 yang membebaskan lahan di 9 kecamatan di kabupaten Tangerang hingga 1 kecamatan di kabupaten Serang, berdalih PSN. Padahal, keputusan pemerintah menetapkan proyek PIK-2 sebagai PSN hanya di Kecamatan Kosambi, seluas 1.755 ha.
Nah, tindakan PIK-2 yang membebaskan lahan diluar batas 1.755 ha dengan dalih PSN (kalau dikumulasi, luas wilayahnya mencapai lebih dari 100 KM²), yang hanya mengganti tanah rakyat Banten senilai 30 ribu – 50 ribu per meter, inilah yang kami sebut sebagai tindakan penyelundupan hukum yang terkategori perbuatan melawan hukum. PIK-2 telah menyerobot Tanah Rakyat Banten berdalih PSN, padahal di atas tanah rakyat tersebut tidak termasuk PSN.
Kedua, tindakan PIK-2 yang menyerobot Tanah Rakyat diluar wilayah PSN tapi dalihnya itu PSN, jelas merupakan perbuatan yang melawan hukum dan merugikan rakyat. Rakyat menjadi rugi, karena tanahnya hanya diganti 30 ribu – 50 ribu per meter. Padahal, normalnya minimal 500.000 sampai dengan 1,5 juta per meter.
Tindakan PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim, yang didukung Jokowi dan Airlangga Hartarto ini, jelas memenuhi kualifikasi perbuatan melawan hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Ketiga, materi gugatan Perbuatan Melawan Hukum bukan hanya terkait adanya PENYELUNDUPAN HUKUM oleh PIK-2. Melainkan, ada 8 (delapan) poin, yaitu:
1. Melakukan Kegiatan Penyelundupan Hukum Kawasan PSN PIK-2 yang hanya seluas 1.755 Ha terletak di Kecamatan Kosambi. Namun pada faktanya, proyek PSN PIK-2 diterapkan di semua wilayah pembebasan lahan yang tidak termasuk Kawasan PSN di 10 Kecamatan (9 Kecamatan di Kabupaten Tangerang dan 1 Kecamatan di Serang, yakni di Kecamatan Teluk Naga, Paku Haji, Sepatan, Mauk, Kronjo, Kresek, Gunung Keler, Kemiri, Mekar Baru dan Kecamatan Tanara Kabupaten Serang) menjadi Kawasan PIK-2 yang mendapat fasilitas PSN.
2. Melakukan Kegiatan pengantaran material tanah timbun untuk pengurukan lokasi PIK-2 menggunakan sejumlah truck, menimbulkan polusi, kerusakan jalan, kemacetan, hingga menimbulkan kecelakaan dengan korban jiwa. Terakhir, terjadi kecelakaan berupa seorang remaja berumur 13 tahun terlindas kendaraan truck yang membawa material tanah timbun untuk pengurukan lokasi PIK-2.
3. Melakukan Kegiatan pengantaran material tanah timbun untuk pengurukan lokasi PIK-2 menggunakan truck dilakukan secara terus menerus (1 x 24 jam), yang melanggar ketentuan Pasal 3 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR, 12 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI NOMOR 46 TAHUN 2018 TENTANG PEMBATASAN WAKTU OPERASIONAL MOBIL BARANG PADA RUAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN TANGERANG, yang mengatur jadwal operasional truck Pukul 22.00 WIB sampai dengan Pukul 05.00 WIB.
4. Melakukan Kegiatan pemagaran Kawasan area PIK-2, yang telah memutus akses masyarakat (warga desa) ke sejumlah wilayah lainnya, yang sebelumnya terhubung secara alami melalui sejumlah jalan desa dan jalan terusan yang ada didesa. Kawasan PIK-2 menjadi Kawasan ekslusif yang membuat desa terisolasi dari akses ke wilayah lainnya, yang sebelumnya bisa secara bebas dan leluasa terhubung.
5. Melakukan Kegiatan pembangunan Kawasan area PIK-2, yang telah menutup sejumlah akses publik selain akses jalan, juga akses Nelayan untuk melaut secara bebas, karena sejumlah proyek PIK-2 di Kawasan pantai telah menghalangi rute nelayan untuk melaut pada jalur yang biasa dilewati.
6. Melakukan Kegiatan pembangunan Kawasan area PIK-2, yang telah merampas hak tanah rakyat karena terpaksa menjual tanah mereka dengan harga murah dan kehilangan sumber penghasilan untuk bertahan hidup, baik dari kegiatan bertani, menggarap sawah maupun mengelola tambak. Sedangkan, harga tanah yang murah (sekitar Rp30 ribu hingga Rp50 ribu per meter) tidak dapat digunakan untuk membeli tanah pengganti, untuk dijadikan asas produksi dan sumber mata pencaharian pengganti.
7. Melakukan pembebasan lahan yang tidak termasuk Kawasan PSN di 10 Kecamatan (9 Kecamatan di Kabupaten Tangerang dan 1 Kecamatan di Serang, yakni di Kecamatan Teluk Naga, Paku Haji, Sepatan, Mauk, Kronjo, Kresek, Gunung Keler, Kemiri, Mekar Baru dan Kecamatan Tanara Kabupaten Serang), menimbulkan sejumlah masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat yang dirampas, diintimidasi, dan lain sebagainya.
8. Melakukan pembiaran atas penyelundupan hukum dan pelanggaran Surat Kemenko Perekonomian Nomor 6 Tahun 2024 tanggal 15 Mei 2024 dan Surat Komite Percepatan Penyedia Infrastruktur (KPPIP) No PK.KPPIP/55/D.IV.M.EKON. KPPIP/06/2024, tanggal 4 Juni 2024 perihal: Surat Keterangan PT Mutiara Intan Permai sebagai Badan Usaha Pengelola dan Pengembang PSN PIK-2 Tropical Coastland, sehingga memunculkan ancaman pertahanan dan keamanan negara melalui munculnya entitas “Negara Dalam Negara di PIK 2”.
Ketika ahli ditanyakan, apabila ada sejumlah perbuatan melawan hukum, yang boleh jadi sebagian dikabulkan karena masuk kategori perbuatan melawan hukum, sementara sebagian yang lain tidak dikabulkan, sehingga Majelis Hakim mengabulkan gugatan untuk sebagian, ahli terdiam. Akhirnya, ahli yang dihadirkan Tergugat 6 (Airlangga Hartarto), hanya menyatakan mengembalikan keputusan Kepada Majelis Hakim. Itu artinya, ahli tidak dapat mempertahankan teori ‘Unity Of Split’ yang sebelumnya dijelaskan ahli, dalam materi gugatan yang kami ajukan.
Yang menarik adalah adanya pertanyaan blunder dari kuasa hukum Jokowi. Mulanya, kuasa hukum Jokowi secara substansi ingin agar ahli menjawab Jokowi tidak bisa digugat karena proyek PIK-2 adalah kebijakan jabatan sebagai Presiden.
Tanpa disangka, ahli justru menjawab, sepanjang gugatan disampaikan kepada Jokowi sebagai pribadi, sebagai warga negara biasa, maka sudah tepat. Karena, secara pribadi Jokowi bisa digugat karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Kami memang menggugat Jokowi dan Airlangga Hartarto sebagai pribadi, bukan sebagai Presiden dan Menteri. Makanya, saat ada pejabat kementerian ekonomi mewakili Airlangga Hartarto kami tolak, hakim juga menolak kehadirannya, karena gugatan memang diajukan pada pribadinya.
Semoga, melalui keterangan ahli Prof Dr Zainal Arifin Husein, S.H., M.H., makin menguatkan majelis hakim untuk menolak Eksepsi Tergugat 6 dan tergugat lainnya. Karena memang, perkaranya adalah perkara perbuatan melawan hukum yang menjadi kompetensi absolut Peradilan Umum yang dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selanjutnya, agenda kesimpulan atas Eksepsi pada tanggal 30 Juni 2025. Dan putusan sela, akan disampaikan pada Senin 7 Juli 2025. [].