Masa Depan Indonesia Di Tangan Prabowo, Bukan Jokowi

November 22, 2025

Masa Depan Indonesia Di Tangan Prabowo, Bukan Jokowi

Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Ketika wawancara di salah satu radio, ada seorang pendengar bertanya: “kok Tony Rosyid sekarang tidak lagi benci Jokowi?”. Ini pertanyaan yang keliru, bahkan konyol. Dari dulu Tony Rosyid tidak pernah benci Jokowi. Kalau kritiknya selalu tajam dan keras kepada Jokowi, itu semata hanya menjalankan tugas kebangsaan sebagai warga negara. Tidak boleh ada kedzaliman dalam mengelola bangsa ini. Tugas rakyat untuk terus konsisten melakukan kontrol dan mengingatkan penguasa ketika rute perjalanan bangsa dinilai menyimpang dari cita-cita kemerdekaan. Saat itu, penguasanya adalah seseorang yang bernama Jokowi.

Jokowi telah menjadi masa lalu. Penguasa saat iini adalah Prabowo. Panggung kekuasaan ada di tangan Prabowo. Ini artinya bahwa nasib dan masa depan Indonesia sangat bergantung pada keputusan, kebijakan dan bagaimana Prabowo mengelola negeri ini. Bukan pada Jokowi.

Kalau hari ini ada pihak yang terus mengejar Jokowi dan meminta pertanggung jawabannya selama 10 tahun, ini wajar dan normal saja. Penting untuk menjadi pelajaran bagi pemimpin berikutnya, siapapun ia, untuk berbuat yang terbaik bagi rakyat dan menghindari kebijakan yang membawa konsekuensi hukum dan sikap politik yang akan menuntut pertanggungjawaban pasca lengser keprabon. Umumnya, seorang penguasa sering kehilangan kesadaran akan masa depan ketika ia sedang berkuasa. Ia lupa bahwa kekuasaannya akan berakhir setelah 5-10 tahun. Selesai itu, ia akan menghadapi rakyat yang pernah dikecewakannya. Begitulah siklus politik dalam sejarah.

Ketika Soekarno memproklamasikan kemerdekaan di tahun 1945, namanya harum. Nama Soekarno melambung tinggi. Semua rakyat memujanya. Tahun 1965, Soekarno mendapatkan protes hampir seluruh rakyat dan jatuh di tahun 1967. Kasus G-30S-PKI dan krisis ekonomi memaksa rakyat menghujat dan menjatuhkannya.

Tahun 1965-1967, Soeharto tampil menjadi pahlawan dan harapan baru bagi rakyat. 1967, Soeharto diangkat jadi presiden. Rakyat mengelu-elukannya. Apa yang terjadi kemudian? Rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Soeharto yang dianggap represif dan sarat KKN. Tahun 1998, Soeharto dijatuhkan. Semua rakyat menghujatnya, dan menuntut Soeharto diadili.

1999 pemilu dilaksanakan untuk menandai era reformasi dan demokrasi. Rakyat eforia menatap Indonesia baru. Apa yang terjadi berikutnya? Di era reformasi, KKN ternyata lebih parah dari Era Orde Baru. Rakyat melihat pesta pora kaum elit dalam menjarah uang dan aset negara. Ramai-ramai, mereka merampok secara terstruktur, sistemik dan masif. Mereka melakukannya secara berjama’ah. Hingga datang Jokowi di tahun 2014. Seorang tokoh yang lahir dari bawah. Dianggap orang pinggiran. Kesan sebagai wong ndeso sangat kuat dan diharapkan akan mampu memperbaiki nasib wong cilik yang menjadi penduduk mayoritas di negeri ini.

Bagaimana harapan wong cilik terhadap Jokowi? Mengecewakan ! 10 tahun kepemimpinan Jokowi penuh konflik. Hingga akhirnya masa kekuasaan Jokowi berakhir dan diserahkan kepada Prabowo yang telah disiapkannya. Prabowo, sebagai orang yang dimenangkan Jokowi, tentu Prabowo tidak mampu dan tidak mau bertanggung jawab atas dosa-dosa Jokowi ketika sebagian rakyat menuntut dan mengejarnya. Sebaliknya, Prabowo memilih fokus bekerja untuk menyelamatkan kekuasaannya. Prabowo akan menulis sejarahnya dengan menata Indonesia sebagai buah tangannya sendiri, lepas dari bayang-bayang Jokowi. Ini yang masih kurang dipahami publik.

Tahun pertama, nama Prabowo harum sebagaimana umumnya presiden-presiden sebelumnya. Apalagi, sebagian energi publik tersedot oleh panggung Jokowi dalam perseteruan “isu ijasah palsu”.

Seiring berjalannya waktu, rakyat akan sadar bahwa Jokowi adalah masa lalu. Jokowi bukan siapa-siapa lagi. Kondisinya lemah, bahkan perlu ditemeni untuk sekedar konkow dan ngopi. Indonesia tidak lagi di tangan Jokowi. Nasib Indonesia ada di panggung Prabowo.

Ketika kesadaran rakyat ini muncul, maka fokus publik akan bergeser ke Prabowo. Panggung Prabowo akan menjadi perhatian. Saat itulah pertarungan gagasan, pertukaran ide, bahkan kritik dan konflik politik akan segera hadir. Panggung Prabowo akan ramai dan pangging Jokowi berangsur sepi. Ini hukum sejarah dan sesuatu yang normal dalam konstalasi politik.

Pada akhirnya rakyat akan mencium apakah panggung Prabowo akan tetap harum di tahun-tahun berikutnya, atau membusuk seiring dengan kritik publik ketika disepon secara kontra-produktif?

Apakah Prabowo tampil seperti SBY yang dirindukan rakyat jelang pemilihan untuk periode keduanya? Atau seperti Megawati yang tak terpilih, atau Jokowi yang harus berdarah-darah ketika menghadapi pemilu untuk periode keduanya? Semua akan bergantung kepada sejauhmana kualitas kinerja Prabowo dan sikap politik Prabowo terhadap rakyat.

Yang pasti, cepat atau lambat, panggung publik akan bergeser ke Prabowo dan mrninggalkan Jokowi. Di panggung inilah fakta Indonesia dan masa depannya akan terbongkar.

Kaltim, 20 Nopember 2025

Dusta Yang Ingin Di Mediasi

DUSTA YANG INGIN DIMEDIASI Oleh: Radhar Tribaskoro Dalam percakapan whatsapp di suatu pagi yang tampak