Rismon dan Jokowi, Fenomena Kbanggaan Warga Batak & Luruhnya Kehormatan Tradisi Jawa

May 28, 2025

RISMON & JOKOWI, FENOMENA KEBANGGAAN WARGA BATAK & LURUHNYA KEHORMATAN TRADISI JAWA

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Sebagai orang yang lahir dari pasangan keluarga Jawa, penulis merasakan betul bagaimana karakteristik dan filosofi Jawa menjadi soko guru dalam mendidik penulis, sejak kecil. Sehingga, ungkapan bijak yang sering masuk dalam telinga, mengakar didalam dada.

Misalnya, ungkapan ‘andap asor, duwur wekasane’. Tumungkulo yen didukani. Becik Ketitik olo ketoro. Kabeh mesti Ngunduh Wohing Pakerti. Sapa sing jujur ora bakal ajur. Beras kui bakale soko pari, kandas kui asale soko ngapusi. Ngapusi kui candu, pisan nglakoni bakal terus dilakoni. Jujur kui kata sing nggowo sak yuto kebecikan. dan seterusnya.

Jadi, meskipun penulis lahir dan di besarkan di Pulau Sumatera, namun jiwa kejujuran dalam tradisi Jawa begitu melekat. Hingga, dalam hal dan banyak soal, tradisi kejujuran itu mewujud dalam ungkapan yang tidak basa basi (tanpo tedeng aling aling).

Fenomena Jokowi, meskipun bergelar ‘Raja Jawa’, dalam bahasa maupun tindakan justru jauh dari tradisi kejujuran yang merupakan falsafah dasar tradisi Jawa. Politik yang dilakukan Jokowi, jauh dari sikap perwira yang mengutamakan kejujuran, baik dalam kata maupun tindakan.

Bahkan, melihat Jokowi dalam berpolitik, seolah-olah kita menyaksikannya buku ‘The Prince’ karya Niccolò Machiavelli. Ya, buku yang ditulis oleh penulis dari Italia ini, justru dipraktikan oleh Jokowi.

Dusta, bohong, kelicikan, Raja tega, tipu muslihat, dan seluruh ajaran Niccolò Machiavelli dipraktikan oleh Jokowi. Sehingga, kadang penulis sampai pada satu kesimpulan: Jokowi ini bukan orang dengan karakter Jawa, melainkan seorang Macheviavellian.

Sebagai orang Jawa, saya malu. Malu, ada orang Jawa yang ilang Jawane. Ada orang Jawa yang tidak Njawani. Orang Jawa, yang justru fasih berpolitik ala Niccolò Machiavelli.

Sebaliknya, hari ini orang Batak patut berbangga dan membusungkan dada. Mengingat, hari ini ada sosok Rismon Sianipar yang begitu jujur kepada ilmu, mengungkap kebenaran tanpa rasa takut, dan mengumumkan perang terbuka pada kezaliman. Sikap ksatria, yang membuat segenap warga Batak bangga.

Saat Rismon Sianipar keluar dari pemeriksaan di Polda Metro Jaya (26/6), dia disambut bak pahlawan. Yel-yel, horas ! Horas! Horas! Lantang bergema.

Sejumlah pendukung hadir, yakni Warga Batak yang mengawal dan menunggu Rismon Sianipar begitu setia. Dalam sejumlah perbincangan, terlihat jelas, betapa mereka begitu bangga memiliki seorang Rismon Sianipar.

Ada yang secara khusus, meminta tagihan kantin penulis saat makan di Polda, sebagai ungkapan syukur Rismon Sianipar telah selesai diperiksa. Terlihat sekali, betapa bahagianya seorang warga Batak ini memiliki Rismon Sianipar. Suasana begitu hangat, semua yang datang meskipun dari latar berbeda, melebur dalam satu barisan perjuangan untuk mengungkap kebenaran.

Yang dari Batak, mereka berbincang, saling menjelaskan marga dan Boru masing-masing. Terlihat sekali, mereka bahagia sekaligus bangga, memiliki putra Batak seperti Rismon Sianipar.

Ya, penulis pun bangga. Mungkin, banyak yang memiliki ilmu. Tapi sangat sedikit yang memiliki nyali. Rismon Sianipar adalah sosok yang menggabungkan ilmu dan nyali. Sosok berintegritas, memiliki kepakaran disipilin ilmu dan pemberani.

Rasanya, dalam kasus ini sebagai orang Jawa, penulis malu dengan sosok Jokowi. Sebaliknya, penulis bangga dengan sosok Batak pejuang, Rismon Sianipar