Hakekat Politik Islam

March 23, 2025

HAKEKAT POLITIK ISLAM

 

Dr. Ahmad Yani, SH.,MH
Ketua Umum Partai Masyumi

22 Ramadhan 1446 H/22 Maret 2025 M

Saat ini, jika ada orang bicara politik, pasti selalu saja dikait-kaitkan dengan jabatan, kekuasaan, dan uang. Nampaknya, makna politik menurut kacamata masyarakat dewasa ini tidak bergeser dari ketiga hal tersebut. Pemahaman masyarakat menjadi seperti ini merupakan sebuah akibat dari perilaku para pelaku politik itu sendiri. Sepak terjang para pemain politik dari mulai masa kampanye sampai ketika sudah menduduki jabatan atau kekuasaan, yang setiap saat dapat selalu ditonton oleh masyarakat luas, sarat dengan aspek kekuasaan, jabatan dan uang. Sedikit sekali —untuk tidak mengatakan tidak ada— perilaku-perilaku mereka yang lebih menonjolkan aspek moral dan keadilan. Hal itu bisa dilihat dari perilaku-pelaku politik menjelang masa pemilihan. Hampir semuanya, selain menawarkan janji-janjinya yang belum tentu ditepati, mereka juga tidak lupa menggunakan senjata politik uang (money politik).
Menurut logika, siapa pun yang berinvestasi, pasti menginginkan keuntungan. Demikian pula jika seseorang dalam usahanya mendapatkan jabatan itu ia telah mengeluarkan dana yang tidak kecil, maka ketika ia sudah berhasil memperoleh jabatan itu, hampir bisa dipastikan ia akan berupaya sekuat tenaga mengembalikan dana yang telah diinvestasikan, meski harus dengan cara-cara yang tidak benar sekalipun.
Kesan negatif terhadap institusi politik saat ini memang cukup beralasan. Dari sekian banyak partai politik, jarang sekali diketemukan partai yang betul-betul bisa dikatakan menepati janji-janji yang diumbar pada masa kampanye. Rata-rata politisi yang sudah aman duduk di dewan menjadi lupa terhadap konstituennya, lupa akan janji-janjinya, lupa pulang ke daerah pemilihnya, dan lupa membalas jasa terhadap orang-orang yang dulu telah mencoblosnya.
Politik Dalam Perspektif Islam Pemaknaan politik menurut definisi yang sebenarnya adalah sebuah pengaturan dan pemeliharaan urusan ummat. Hal ini cocok sekali dengan arti kata “politik” yang dalam Bahasa Arab disebut “as siyasah”. Kata siyasah berasal dari kata saasa-yasuusu-siyasatan yang berarti mengurus atau mengatur kepentingan orang.
Untuk mengurus atau mengatur urusan umat tersebut, praktis dibutuhkan satu institusi yang memiliki kewenangan luas dan meliputi seluruh sisi kehidupan, baik itu masalah ekonomi, pemerintahan, politik dalam dan luar negeri, masalah hukum dan perundang-undangan, pertahanan dan sosial budaya, pendidikan dan lain-lain. Dan satu-satunya institusi yang berwenang secara luas dan berkedaulatan penuh adalah negara atau daulah atau khilafah.
Dari definisi di atas, berbicara politik tidak bisa dilepaskan dengan negara dan pemerintahan. Berbicara masalah hukum dan perundang-undangan, tidak bisa lepas dari kekuasaan politik dan pemerintahan. Alhasil, politik dan Islam adalah dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Bicara Islam secara kaaffah, maka harus menyinggung masalah politik. Dan bicara politik, maka pasti tidak bisa lepas dari pandangan politik Islam. Fakta sejarah kehidupan umat Islam sejak dari dulu, menunjukkan bahwa Islam dan kaum muslimin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan politik.
Peristiwa Hijarah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah selain dipahami sebagai peristiwa keagamaan, juga merupakan peristiwa politik dalam rangka membangun masyarakat dan pemerintah kota Madinah yang damai, tentram, tenang, adil dan makmur. Peran Baginda Nabi Muhammad SAW waktu itu, selain sebagai seorang Nabi, beliau juga sebagai seorang kepala negara.
Islam adalah meliputi akidah dan syariat, ad Diin wad Daulah. Hal itu sangat berbeda dengan agama-agama lain, seperti Kristen, Yahudi, Budha, Hindu. Karena agama-agama tersebut hanya memuat tuntunan-tuntunan moral saja, tetapi tidak mengajarkan sistem politik, sistem ekonomi, sistem hukum, sistem pemerintahan dan sistem sosial. Sehingga wajar jika kemudian pelibatan agama tersebut dalam kehidupan politik dan pemerintahan akan menyebabkan pemerkosaan dan penodaan terhadap agama. Karena pada dasamya yang membuat aturan tersebut bukanlah Tuhan, tetapi akal dan nafsu manusia.
Tetapi sangat berbeda dengan Islam yang bersifat syamil dan kamil, yaitu bersifat menyeluruh, tidak memiliki cacat sedikit pun, mengatur seluruh sisi kehidupan manusia dari kehidupan individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Dari urusan yang paling kecil seperti makan, tidur dan lain-lain sampai yang paling besar, seperti politik, hukum, ekonomi dan lain-lain. Allah SWT. berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah: 3).

Dalam ayat lain Allah juga menegaskan:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An Nahl: 89).

Lafadz “syaiin” (segala sesuatu) mencakup seluruh sisi kehidupan manusia. Tidak ada satu pun yang lepas dari aturan Allah SWT. Oleh karenanya, prinsip-prinsip paham Sekulerisme yang memisahkan antara urusan agama Islam dengan dunia jelas sekali bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Agama Islam bisa tegak dan eksis sebagai agama sekaligus sebagai sistem ideologi jika ditegakkan dan dijaga oleh eksistensi sebuah negara atau kekuasaan. Beberapa syariat atau aturan Islam tidak akan dapat dilaksanakan kecuali jika adanya kekuasaan negara atau sistem. Misalnya sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem politik luar negeri dan dalam negeri, atau sistem hukum. Contoh yang paling aktual adalah gagalnya Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) untuk disahkan, karena lemahnya kekuatan Islam yang mendukung RUU tersebut di beberapa lembaga negara.
Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Harus diketahui bahwa wilayah (perwalian atau pemerintahan) urusan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar. Bahkan tidak ada artinya penegakan agama dan dunia tanpa perwalian/pemerintahan ini. Kemaslahatan Bani Adam tidak akan berjalan secara sempuma kecuali dengan membentuk komunitas, karena sebagian di antara mereka pasti membutuhkan sebagian yang lain. Dalam komunitas itu dibutuhkan seorang pemimpin. Hingga beliau SAW bersabda, Jika ada tiga orang yang bepergian dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin.”
Imam AI-Ghozali juga menegaskan, “Dunia adalah ladang akhirat. Agama tidak akan menjadi sempuma kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah anak kembar. Agama merupakan dasar dan sultan atau imam merupakan penjaga. Sesuatu yang tidak memiliki dasar pasti akan binasa dan sesuatu yang tidak memiliki penjaga akan mudah sirna. Kekuaaaan dan penerapannya tidak akan menjadi sempurna kecuali adanya sultan atau imam.”
Sikap yang mengeneralisir semua agama sama, baik Kristen, Islam, Hindu dan Budha adalah suatu tindakan yang sangat bodoh. Doktrin pemisahan agama terhadap kehidupan, terutama politik dan pemerintahan, akan sangat tepat jika hal jtu diterapkan untuk agama selain Islam. Karena memang agama-agama lain, seperti Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu tidaklah mempunyai konsep aturan hidup, baik konsep pemerintahan, politik, ekonomi dan moneter, sosial-budaya, keluarga, politik luar negeri atau konsep hukum.
Mencari Ridla Allah, Bukan Mencari Kekuasaan Kalau politik atau siyasah itu artinya memelihara urusan ummat, maka para pelaku politik Islam hendaknya harus berani merubah paradigma politiknya, bahwa tujuan berpolitik adalah untuk mengatur, mengurus dan memelihara urusan ummat, yang semuanya bermuara pada satu titik, yaitu untuk mencari ridla Allah (libtighai mardlatillah). Bukan sebaliknya, untuk semata-mata mencari jabatan, uang dan kekuasaan.
Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap perilaku serta budaya politik yang memakai kata sifat Islam, menurut Taufik Abdullah, bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual Islam.
Politik; Suatu Definisi
Politik ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun inkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles).
Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
Demokrasi: Suatu Hakikat Sistem
Sistem demokrasi di negara manapun selalu mencerminkan paling tidak dua hal:
(1) Kedaulatan rakyat;
(2) Jaminan atas kebebasan umum.
Makna dan Fungsi Partai Politik Kini
Partai politik dalam era modern dimaknai sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Dilihat dari pengertian tersebut, ada beberapa unsur penting yang ada dalam partai politik, yaitu: orang-orang, ikatan antara mereka hingga terorganisir menjadi satu kesatuan, serta orientasi, nilai, cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan yang sama.
Dalam praktek kekinian, setidaknya ada empat fungsi partai politik, yaitu:
Pertama, partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.
Kedua, partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.
Ketiga, partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
Keempat, partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.