Tarbiyah Siyasah (Pendidikan Politik)

March 21, 2025

TARBIYAH SIYASAH (PENDIDIKAN POLITIK)

Dr. Ahmad Yani, SH.,MH
Ketua Umum Partai Masyumi

 

21 Ramadhan 1446 H/21 Maret 2025 M

Dalam hal pendidikan politik (tarbiyah siyasah), ada beberapa definisi yang bisa kita ambil untuk dijadikan acuan dalam memberikan pendidikan politik yang baik dan merata.
Pendidikan secara umum didefinisikan:
“Usaha yang sadar, terarah dan disertai dengan pemahaman yang baik untuk menciptakan perubahan-perubahan yang diharapakan baik dalam sikap maupun perilaku seseorang atau kelompok melalui upaya pengajaran dan pelatihan.”
Pendidikan sejatinya adalah proses transformasi dan pengembangan kultur. Oleh karena itu, proses dan output pendidikan dipandang berhasil jika terjadi proses transfromasi aspek koqnitif, afektif dan implementatif secara bersamaan kepada anak didik.
Adapun relasinya dengan dunia politik, pendidikan politik dimaksudkan sebagai:
“Upaya membangun dan menumbuhkan keyakinan dan nilai dalam rangka membentuk kepribadian politik yang dikehendaki melalui terbentuknya orientasi dan sensitivitas politik para anggota sehingga menjadi partisipan aktif dalam kehidupan politik keseharian mereka. “
Berdasarkan definisi diatas, ruang lingkup dan sasaran yang hendak dicapai dalam pendidikan politik mencakup tiga aspek utama:
Munculnya kesadaran politik (wayu siyasi) yakni: memiliki pengetahuan politik yang integral, mampu membuat analisis yang matang dan kemudian menempatkan dirinya dalam arus perubahan.
Terbentuknya kepribadian politik (dzat siyasiyah), yang mencakup tertanamnya keyakinan dan nilai politik, munculnya orientasi, sensitivitas dan loyalitas politik (huwaiyyah siyasiyah) yang kuat serta memiliki pengetahuan, informasi dan konsepsi politik (nazharat siyasiyah) secara utuh.
Munculnya partisipasi politik yang aktif (musyarokah siyasiyah), yakni keinginan kuat seseorang untuk berpartisipasi secara aktif dalam keseluruhan proses dan aktivitas politik baik secara individual (memberikan suara dan pendidikan politik) maupun kelembagaan (terlibat dalam organisasi dan partai politik).
Allah SWT berfirman:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (QS. Jumah : 2)
“Adapun orang-orang beriman mengetahui sesungguhnya Al Quran benar dari Tuhan mereka, maka mereka mengimani dan menancapkan Alquran dalam hati mereka,” (QS. )

Pendidikan politik adalah salah satu dimensi fundamental diantara pelbagai dimensi lain pendidikan. Pendidikan politik pada dasarnya merupakan kebutuhan darurat dalam menyiapkan kaum Muslimin untuk dapat mengemban tanggung jawab serta menunaikan hak dan kewajibannya. Didalam proses itu, setidaknya ada dua sasaran yang hendak dicapai sebagai output pendidikan politik Islam:
Pada aspek kognitif: Kaum Muslimin memiliki pemahaman epistomologis tentang sistem politik dalam Islam yang merupakan bagian dari pemahaman kita tentang syumuliyatul Islam (integralitas Islam). Asy Syahid Imam Hasan Al Banna dalam 20 prinsip Al Fahmu menjelaskan: “Islam adalah sistem yang syamil (menyeluruh) mencakup seluruh aspek kehidupan. Ia adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, serta pasukan dan pemikiran. Sebagaimana ia juga aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih.” Pendidikan politik ini tidak hanya meliputi transformasi aspek kognitif namun juga sublimasi (shibghah) nilai-nilai afektif seperti yang dijelaskan prinsip Al Fahmu dalam Risalah Talim. Proses pendidikan politik ini diharapkan mampu menanamkan pemahaman shahih bahwa sistem politik Islam bersifat khas dan berbeda karena dibangun dari fondasi tauhid yang kokoh. Penanaman pemahaman sistem politik Islam yang benar merupakan bagian dari rangkaian konstruksi keyakinan dan nilai yang ditanamkan bahwa Islam adalah solusi (Islam huwal hal). Abu Hayyan menjelaskan bahwa kekhasan sistem politik terletak kepada dua hal: pertama, menegakkan hukum (Islam) secara benar dan adil. Kedua, memakmurkan (istimar) bumi (menegasikan cara pandang dan perilaku eksploitatif). Istimar mengandung makna memanfaatkan sumber daya alam bagi kepentingan kesejahteraan umat manusia namun dengan memperhatikan aspek konservasi. Pada aspek ini pula, kaum Muslimin secara konseptual dapat melakukan perbandingan (comparative study) antara Islam dengan sistem-sistem politik lainnya.
Pada aspek implementatif: Output terakhir dalam proses pendidikan politik (tarbiyah siyasah) ini adalah lahirnya kesadaran kaum Muslimin berupa terbentuknya orientasi dan partisipasi politik yang tidak tergoyahkan dari pemahaman keyakinan yang terbangun. Orientasi politik ini terwujudkan dalam afiliasi ideologi yang jelas (Islam) dan kerinduan yang kuat untuk terlibat dalam amal Islami (organisasi maupun partai politik) yang bertujuan merealisasikan cita-cita politik Islam. Pendidikan politik dalam konteks ini bermaksud-mengutip Anis Matta- merubah kondisi kaum Muslimin dari statusnya yang afiliatif menjadi partisipatif dan kontributif.
Allah SWT berfirman:
“Dan katakanlah,Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amal kalian itu, dan kalian akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian amalkan.” (QS. At-Taubah: 105)
Imam Asy Syahid Hasan Al Banna menjelaskan aspek implementati yang seyogyanya dilakukan baik dalam kerangka kerja individu (fardhi) maupun kolektif (jamai) : “Amal adalah buah dari fahm dan ikhlas. Tertib amal meliputi upaya dari upaya memperbaiki pribadi, membentuk keluarga Muslim, membimbing masyarakat, memerdekakan tanah air, membenahi pemerintah, mengembalikan eksistensi kenegaraan hingga menjadikan Islam sebagai guru peradaban.