Jokowi Dapat Di Hukum Mati ? (4)

February 12, 2025

JOKOWI DAPAT DIHUKUM MATI ? (4)
Abdullah Hehamahua

Sebagian aktifis, LSM, dan akademisi yang berintegritas, menganggap, Indonesia dalam keadaan tidak baik-baik saja karena Jokowi adalah seorang yang bodoh. Mereka beranggapan seperti itu karena ijazah Jokowi diduga palsu seperti yang disidangkan di PN Jakarta Pusat, dua tahun lalu.

Sebagian kalangan pula, menganalisis berdasarkan pengusutan, baik melalui dokumen digital, riwayat hidup orang tua Jokowi, maupun informasi dari kader PNI di Solo. Mereka, berdasarkan analisis tersebut berpendapat, Jokowi bukan orang bodoh, tetapi super licik. Sebab, Jokowi sangat licik dalam menciptakan korupsi berantai.
Belantara korupsi menyebutkan, apa yang dilakukan Jokowi dan geng oligarkinya adalah korupsi yang telanjang. Artikel seri 1 yang lalu menyebutkan, ada empat jenis korupsi berdasarkan motif. Jenis keempat yang dikomunikasikan di seri ini adalah “corruption by exposure.”

Corruption by Exposure
Pendapat Bologna yang digunakan KPK, mengatakan, “corruption by exposure” adalah korupsi yang disebabkan suatu pengungkapan. Maknanya, suatu bentuk korupsi akan berjalan terus jika pelakunya tidak ditangkap.
Namun, ketika ada yang ditangkap, maka akan terungkap keterlibatan pelbagai kalangan. Bahkan, ditemukan beberapa jenis korupsi. Inilah korupsi yang telanjang. Sebab, mulai dari Jokowi sampai Kepala Desa, seperti yang terjadi dalam kasus PIK2, terlibat KKN.

Pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun misalnya, tidak ada yang tau, termasuk KPK bahwa, beliau seorang koruptor. Namun, sewaktu anaknya terlibat dalam peristiwa pidana umum dengan mengenderai mobil mewah, masyarakat terperangah. KPK malah mengatakan, Rafael tidak korupsi.

Penulis dalam menanggapi pernyataan KPK tersebut. menyajikan artikel khusus yang mengatakan, Rafael Alun dapat dipidana. KPK akhirnya menetapkan Rafael sebagai tersangka kasus gratifikasi dan “money laundry.” Rafael dijatuhi hukuman 14 tahun penjara, denda Rp. 500 juta dan ganti rugi Rp10,079 miliar.

Kasus lain yang penomenal adalah korupsinya Nazaruddin, anggota DPR dari fraksi Demokrat. Pasca ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang (2011), ternyata banyak pihak yang terlibat. Mereka adalah Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, dan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, Mohamad El Idris.
Kasusnya berkembang yang kemudian menyeret Ketua Umum Demokrat, Anas Urbaningrum. Bahkan, Nazaruddin juga membongkar kasus e-KTP yang berujung dengan dipenjarakannya Ketua DPR, Setya Novanto.
Nazaruddin terlibat tiga kasus korupsi, yakni penyuapan, gratifikasi dan “money laundry.” Total hukumannya, 13 tahun penjara dan denda Rp. 1 milyar.

Jokowi dan Korupsi Penyanderaan
Mengapa banyak profesor, doktor, akademisi, dan ahli yang menjadi pembantu Jokowi, tapi bisa “dikibulin” selama 10 tahun.?
Ada Pengamat yang berpendapat, keanehan tersebut terjadi karena Jokowi melakukan korupsi penyanderaan. Banyak menteri dan pembantunya, punya masa lalu yang remang-remang. Ada karena kasus KKN, masalah rumah tangga, partai yang tergadai atau persoalan pribadi lainnya.

Jokowi dalam kontek ini sangat licik. Bahkan, super licik. Sebab, Jokowi menyandera mereka. Aplikasinya, semua birahi Jokowi bersama oligarkinya, harus diikuti Menteri dan staf yang bermasalah.
Jika tidak, Polri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK yang berada dalam genggaman Jokowi akan memroses kasus-kasus para pembantunya tersebut. Hal ini diindikatori beberapa kasus berikut:

(a) Sri Mulyani adalah Menteri Keuangan SBY yang diduga terlibat dalam kasus Bank Century. Beliau berlindung di Bank Dunia selama beberapa tahun. Olehnya, selama sepuluh tahun, Sri Mulyani harus mengekori keinginan Jokowi dan oligarki. Melawan.? Jokowi akan gunakan ketua KPK, Firli Bahuri yang juga berada dalam genggamannya untuk memproses Sri Mulyani;
(b) Airlangga Hartato (AH), setelah diperiksa Kejagung, 24 Juli 2023 sebagai saksi terkait dugaan korupsi ekspor CPO, 2021-2022, langsung mengumumkan Jokowi presiden tiga periode. Namun, masyarakat melawan.
Jokowi gagal jadi presiden tiga periode. Bahkan, skenario Pemilu ditunda dengan alasan Covid 19 pun ditolak. Akhirnya, AH mendukung Gibran sebagai cawapres.
(c) Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan yang masih berutang kasus sama KPK juga buru-buru mendukung Jokowi tiga periode. Sebab, Zulhas, mantan Menteri Kehutanan ini, namanya beberapa kali disebut oleh tersangka gubernur Riau, Annas Maanmu dalam kasus alih fungsi hutan tahun 2014.
Sama dengan kasus AH, Zulhas akhirnya mendukung pula Gibran (yang juga diduga ijazahnya bermasalah), menjadi cawapres;
(d) Ribuan Kades yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), 29 Maret 2022 berkumpul di Istora Senayan dalam rangka Silaturahmi Nasional Kepala Desa. Kades yang terlibat dalam penyalah-gunaan dana desa dikerahkan untuk mengajukan Jokowi sebagai presiden tiga periode. Apdesi melakukan hal itu karena terperangkap dalam jebakan Jokowi yang selain terlibat kasus dana desa juga karena lima tuntutan mereka, dipenuhi Jokowi. Kelima hal tersebut adalah: honor kades bisa cair setiap bulan, dana operasional ditambah 3 persen dari dana desa, stempel desa diubah, proses pencairan SPJ disederhanakan, dan pemberian diskresi pengguna BLT desa.
(e) Menkoinfo, Johnny G Plate ditangkap dalam kasus BTS hanya karena partainya, Nasdem, mencalonkan Anies Baswedan sebagai Capres 2024. Padahal, mereka yang juga terlibat kasus yang sama, tidak ditangkap karena berada di kubu Jokowi;
(f) Tomi Lembong langsung ditangkap karena masuk dalam Tim Anies Baswedan. Padahal, hal yang sama dilakukan Menteri sebelumnya, tapi tidak diutik-utik. Sebab, mereka mendukung Jokowi.
(g) Firli Bahuri, Deputi Penindakan KPK yang sudah dipecat KPK karena melanggar Kode Etik KPK, direkomendasikan Jokowi untuk menjadi Ketua KPK. Padahal, pimpinan KPK secara resmi mengirim surat ke presiden Jokowi agar tidak mengajukan Firli sebagai calon Ketua KPK ke DPR.
Hasilnya, Firli harus melindungi kepentingan Jokowi, baik mengenai anak-anak dan mantunya yang terlibat korupsi maupun menangkap Harun Masiku, anggota partainya Jokowi, PDIP waktu itu.

Simpulannya, baik berdasarkan pasal 2 maupun pasal 3 UU Tipikor, maka Jokowi dapat dijatuhi hukuman mati. Jika tidak, merujuk ke kasus Nazaruddin, maka Jokowi dapat dijatuhi hukuman penjara minimal 70 tahun penjara. Semoga !!! (bersambung) (Bandung, 10 Februari 2025).