7 Kebiasaan, Karakter Anak Indonesia yang Akan Melakukan Perubahan Besar
Oleh: Muhaimin Abu Kayyis
(Tenaga Pendidik Honorer Madrasah Aliyah Darussa’adah)
Dalam salah satu pernyataan inspiratifnya, Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), mengungkapkan tujuh kebiasaan penting yang harus dimiliki anak-anak Indonesia jika ingin menjadi generasi pembawa perubahan besar. Ketujuh kebiasaan itu adalah: bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat.
Pak Abdul Mu’ti menegaskan bahwa membentuk kebiasaan ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas individu, tetapi juga menciptakan generasi penerus yang mampu membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih unggul di masa depan. Namun, apakah anak-anak Indonesia saat ini sudah menapaki jalur tersebut?
Fakta: Kebiasaan Anak Indonesia Jauh dari Harapan
Mari kita melihat realita. Banyak anak Indonesia justru masih terjebak dalam kebiasaan yang jauh dari apa yang dicita-citakan:
1. Bangun pagi? Banyak yang justru bangun siang karena terlalu larut bermain gim atau menggunakan media sosial.
2. Beribadah? Sebagian besar anak belum menjadikan ibadah sebagai prioritas dalam kehidupan sehari-hari.
3. Berolahraga? Aktivitas fisik mereka kalah jauh dibandingkan dengan aktivitas digital.
4. Makan sehat dan bergizi? Junk food masih menjadi pilihan utama banyak anak.
5. Gemar belajar? Motivasi belajar kerap tergantikan oleh godaan hiburan instan.
6. Bermasyarakat? Anak-anak lebih sering sibuk dengan gawai daripada berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
7. Tidur cepat? Kebiasaan begadang semakin membudaya di kalangan generasi muda.
Realitas ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara cita-cita dan kenyataan.
Narasi Tidak Cukup, Butuh Kerja Nyata
Meskipun narasi yang disampaikan oleh Pak Abdul Mu’ti sangat inspiratif, faktanya narasi saja tidak cukup. Dibutuhkan langkah nyata untuk merealisasikan tujuh kebiasaan tersebut. Apa saja yang perlu dilakukan?
1. Kebijakan yang Mendorong Perubahan Perilaku
Pendidikan tidak hanya di kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah harus membuat program yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk membangun kebiasaan sehat ini secara kolektif.
2. Integrasi Kebiasaan dalam Kurikulum
Jadikan kebiasaan seperti olahraga pagi, pendidikan kesehatan, dan ibadah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional. Jangan hanya berfokus pada angka-angka akademik.
3. Fasilitas yang Memadai
Banyak anak yang tidak memiliki akses ke fasilitas olahraga, makanan sehat, atau lingkungan belajar yang mendukung. Pemerintah perlu menyediakan sarana ini secara merata, terutama di daerah terpencil.
4. Kampanye Sosial yang Konsisten
Media dapat digunakan untuk mengkampanyekan pentingnya tujuh kebiasaan ini. Libatkan tokoh-tokoh inspiratif dan anak muda dalam menyebarkan pesan ini.
5. Pelibatan Keluarga
Keluarga adalah pilar utama dalam pembentukan karakter anak. Pemerintah perlu mengedukasi dan memotivasi orang tua untuk membimbing anak-anaknya agar menjalani kebiasaan baik ini.
6. Pengawasan dan Evaluasi
Tanpa pengawasan yang ketat, program ini hanya akan menjadi wacana. Setiap kebijakan harus dievaluasi secara berkala untuk memastikan keberhasilannya.
Membangun Generasi Pembawa Perubahan
Generasi yang akan membawa perubahan besar tidak terbentuk secara instan. Dibutuhkan proses panjang, kesungguhan, dan kerja sama dari semua pihak. Tujuh kebiasaan yang disebutkan oleh Abdul Mu’ti adalah pondasi yang tepat, tetapi tanpa tindakan nyata, itu hanya akan menjadi slogan kosong.
Sebagai guru honorer, saya percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk menciptakan generasi yang lebih baik. Namun, pendidikan itu harus dilakukan dengan hati, aksi nyata, dan keberlanjutan. Semoga cita-cita membangun generasi pembawa perubahan tidak hanya menjadi wacana, tetapi menjadi kenyataan yang membanggakan bagi Indonesia.
“Mari kita mulai dengan langkah kecil dari diri kita sendiri. Jadilah teladan bagi anak-anak kita. Bersama, kita bisa menciptakan perubahan besar untuk Indonesia Berkah 2045.”